Matur Salam, para pembaca. Kisah kali ini menceritakan tentang keluarga Batara Surya dan anak-anaknya. Kisah diawali dengan Dewi Sangya yang mengeluh kesakitan dan menciptakan kembarannya, Chayya. Kisah berlanjut pada kelahiran, pengasingan, dan terungkapnya Shani, putra Surya yang dianggap membawa petaka baginya. Kelak dia kan menjadi hakim para dewa. Kisah diakhiri dengan kelahiran batara Aswan-Aswin, tabib kembar dan Citragupta sang Suratma, sang pencatat amal perbuatan, siklus siang-malam dan pernikahan Shani dengan Dhamini. Kisah ini bersumber dari Serial Kolosal India Karmaphal Daata Shani yang tentunya telah diubah dan disesuaikan dengan imajinasi penulis dan mengikuti pakem pewayangan Jawa.
Kisah
Batara Surya dan istrinya
Batara
Guru telah membagi setiap dewa untuk membuat istana sendiri disamping istana
Iswaraloka yang berada di pusat kahyangan Jonggring Saloka. Diantaranya istana
Suwelagringing milik batara Sambu, istana Daksinageni milik batara Brahma,
istana Rinjamaya/Karang Kaendran milik Batara Indra, istana Swargapanglawung
milik Batara Bayu, istana Untarasegara yang teletak di Gunung Waikunta milik
Batara Wisnu, istana Ekacakra/Suryaloka milik Batara Surya, istana Argadumilah
milik Batara Yamadipati, istana Cakrakembang milik Batara Kamajaya dan Dewi
Ratih dan lain-lain. Pada suatu hari, para dewa di kahyangan Jonggring Saloka
sedang berunding tentang para raksasa keturunan Batara Rudra yang terus membuat
kerusakan. Kerusakan itu membuat tatanan hidup di Marcapada menjadi kacau.
Akhirnya mereka mulai menunjukkan permusuhan pada para dewa. Terjadilah perang
berkecamuk antara para dewa dengan bangsa raksasa durjana. Perang yang
sedemikian lama membuat para dewa kewalahan. Para empu kahyangan seperti batara
Empu Wiswakarma, Batara Empu Ramayadi dan Batara Empu Angganjali bekerja keras
untuk menciptakan berbagai senjata hebat diantaranya Cakra Widaksana untuk
Batara Wisnu, Tombak Bajra yang mengeluarkan halilintar untuk Batara Indra,
Gada Kaumodaki untuk Batara Wisnu dan yang lain-lain. Batara Empu Wiswakarma
berhasil menciptakan sebuah cairan yang bila dituangkan ke sebuah senjata maka
akan terbentuk kembaran dari senjata itu.
Di
tempat lain, di istana Ekacakra/Suryaloka, Dewi Sangya atau Ngruna, putri
Batara Empu Wiswakarma, istri Batara Surya telah dikaruniai sepasang putra dan
putri dari sang suami yaitu Batara Rewanta dan Dewi Yamuna. Pernikahannya
begitu harmonis namun juga dipenuhi dengan rasa sakit. Ia selalu merasa
kesakitan bila berdekatan dengan suaminya, Batara Surya karena perbawa sang
suami yang berupa cahaya terlalu kuat. Awalnya rasa sakit itu tak dihiraukannya
namun lama kelamaan ia tak tahan lagi. Maka ia pun memutuskan untuk menjenguk
ayahnya, di istana Wiswaloka. Di sana ia berkeluh kesah pada sang ayah “ampun ayahanda.
Kedatangan putrimu ini karena aku ingin menyepi sejenak. Aku merasa tidak
nyaman berdekatan dengan suamiku. Aku memang sseorang dewi tapi tubuhku tidak
mampu bertahan dengan perbawa yang dipancarkannya. Sebagai putra Batara Semar,
cahaya perbawa suamiku terlalu kuat. Setiap kali ia mendekatiku, tubuhku terasa
perih dan kesakitan seperti terbakar. Ayahanda adalah empu para dewa. Apakah
ayahanda punya solusi untuk masalah ini?” “anakku, untuk masalah ini mungkin
hanya kamu yang bisa menyelesaikannya. Tapi jika kau adalah bayangan, maka
bayangan akan mengikuti apa yang dikatakan tubuh.”
Kembaran
sang Dewi Sinar
Perkataan Batara Empu Wiswakarma membuat Dewi Sangya merasa tercerahkan. Pada suatu malam secara diam-diam, Dewi Sangya masuk ke dalam ruangan pribadi ayahnya itu, tempat dimana semua pusaka dibuat. Dia melihat ada sebuah cairan yang bertulis “cairan pengganda”. Ia kemudian mengambil sebotol lalu mengambil sehelai rontokan rambutnya dan rambut ayahnya. Pagi hampir tiba, Dewi Sangya harus segera kembali ke istana Ekacakra tapi dia ingin bertapa untuk membuat tubuhnya lebih kuat.
Dewi Sangya menciptakan Dewi Chayya dari bayangannya |
Lahirnya
Shani, Hakim para Dewa
Singkat
cerita, Dewi Sangya atau Ngruna pergi bertapa sementara Dewi Chayya atau Ngruni
mengurus seluruh istana Ekacakra, menjadi istri batara Surya dan mengasuh
Rewanta dan Yamuna yang masih kecil. Batara Surya tidak tahu bahwa istrinya
yang ada dihadapannya hanyalah kembarannya. Dewi Chayya benar-benar menjalankan
tugasnya dengan baik. Sifatnya yang menyayangi anak-anak bahkan melebihi Dewi
Sangya. Bulan berganti tahun, Dewi Chayya melahirkan dan Batara Surya hendak
merayakan kelahiran mereka. Anak-anak mereka ternyata kembar buncing gondang
kinasih. Anak yang laki-laki berkulit gelap seperti Batara Wisnu diberi nama Batara
Shani sedangkan yang perempuan berkulit langsat cerah diberi nama Dewi Tapati.
Batara Surya memiliki sifat buruk yakni dia suka membanding-bandingkan. Dia
kurang suka dengan orang berkulit gelap karena dianggap tidaklah bagus. Maka marahlah
ia dan menganggap Batara Shani itu anak haram istrinya lalu ia mengutuk Batara
Shani agar kulitnya akan selalu terbakar bila terkena perbawa cahayanya. Namun
kehendak Sanghyang Maha Kuasa berkata lain. Malapetaka terjadi sebaliknya. Seluruh
Jonggring Saloka mendadak gelap gulita. Langit mendadak bergemuruh dan tertutup
awan yang sangat tebal dan gelap. Batara Surya juga mendadak kehilangan
perbawanya. Batara Guru, Batara Semar, Batara Resi Narada, dan Batara Wisnu segera
mencari apa penyebab kejadian aneh ini. Lalu mereka datang ke istana Ekacakra. Batara
Guru dan Batara Resi Narada memberi peringatan kepada Batara Surya agar tidak
melampaui batasannya. Batara Semar lalu mengingatkan putranya itu untuk menarik
kutukannya “anakku, ngger Surya. Anak yang dilahirkan istrimu ini memang
putramu sendiri. Kulitnaya gelap bukan karena kesalahannya melainkan kehendak
Sanghyang Maha Kuasa. Sekarang cepat cabut kutuk pada anakmu yang baru lahir.”
Namun batara Surya tetap bergeming. Dia tak mau mencabut kutukan itu. Hatinya
masih tertutup oleh perbedaan itu. Cahaya matahari memang menyinari setiap
tempat dunia namun rupanya tidak dengan hati Batara Surya, sang dewa matahari
itu sendiri. Namun tidak ada hukuman yang melampaui batas. Kekuatan hukuman dari
Batara Shani yang masih kecil belum maksimal. Begitu mata kecil Batara Shani
berkedip untuk pertama kalinya, barulah langit kembali cerah dan terang. Batara
Surya justru menyuruh sang istri untuk membawa pergi Batara Shani jauh-jauh
dari istana Ekacakra dan jauh dari jangkauan perbawa Batara Surya. Batara Wisnu
mengecam perlakuan dewa matahari itu “Surya! Ingatlah satu hal. Karena kau
sudah mengolok-olok dan mengutuk anakmu sendiri karena kulit gelapnya, maka itu
sama saja kau mengolok-olok aku juga. Kelak akan ada suatu masa dimana kau akan
gelap karena perlakuan tidak adilmu saat ini.” Kata-kata Batara Wisnu itu
diiringi dengan guntur dan kilat pertanda itu semua akan menjadi kenyataan.
Pengasingan
Shani
Dewi Chayya menangis sedih bayi kecilnya diusir tidak hormat bahkan dikutuk. Batara Semar menyarankan agar Batara Shani agar diasuh olehnya saja “anakku cah ayu, Surya mungkin sedang belum terbuka hatinya. Lebih baik biar aku saja yang mengasuhnya. Aku akan mengasuhnya bersama anakku, Yamadipati di Argadumilah.” Dewi Chayya menyerahkan bayi Batara Shani kepada mertuanya itu. singkat cerita, Batara Shani diasuh batara Semar dan batara Yamadipati di istana Argadumilah yang letaknya jauh di bawah tanah, jauh dari jangkauan perbawa cahaya Batara Surya. Setiap malam, Dewi Chayya datang kesana untuk mengasuh Shani sementara di siang hari, dia melayani Batara Surya dan mengasuh Rewanta dan Yamuna. Batara Shani hidup bahagia walaupun tinggal di bawah tanah yang tidak tersentuh cahaya matahari. Dia tidak pernah kesepian karena dia berteman dengan seekor burung gagak.
Shani bertengkar dengan Rewanta |
Dua
Putra Batara Surya
Cepat
atau lambat, kebenaran yang sebenarnya tak bisa lagi disembunyikan. Datanglah
batara Rewanta mencari tahu alasan ibunya selalu pergi setiap malam hari. Batara
Rewanta yang mengikuti ibunya akhirnya sampai di sebuah gua, gua pintu masuk
menuju istana Argadumilah. Di pintu gua, dia melihat seorang pria muda yang
wajahnya mirip dengan Batara Surya namun berkulit gelap. Dia bertanya “hai,
kamu. Siapa kamu? Kenapa menghalangi jalanku ke bawah.” “aku Shani, cucu eyang
Semar. aku ditugaskan untuk menjaga lorong ke Argadumilah ini,” Batara Rewanta
terkejut karena ada cucu Semar yang lain. Lalu dia memaksa Batara Shani untuk
membuka jalannya namun ditolak. Batara Rewanta tidak terima dan menyerang
Batara Shani. Dewi Chayya merasa sesuatu telah terjadi pada putranya. Dewi
Chayya bersama putrinya yaitu Dewi Tapati, Batara Yamadipati, dan Batara Semar
segera menuju permukaan bumi, tempat Shani berada.
Dengan
mata setajam elang, Shani melompat menghindari pukulan Rewanta. Pertarungan
kedua cucu dewa agung itu menyebabkan alam bergejolak. Kahyangan di permukaan
bumi maupun di perut bumi bergetar hebat. Selama satu malam pertarungan terjadi
hingga mereka tak menyadari hari sudah hampir pagi. Batara Rewanta menyeret
Batara Shani keluar dari gua. Pertarungan terus berlanjut. Subuh sudah semakin
terang dan matahari pun terbit. Tiba-tiba Batara Shani mengerang kesakitan.
Tangannya seketika terbakar begitu terkena cahaya matahari. Matahari semakin
tinggi, luka terbakar semakin menyebar hingga ke seluruh tubuh. Batara Shani pingsan
karenanya. Dewi Chayya dan Batara Semar yang baru sampai disitu terkejut
melihat Shani yang pingsan dengan kulit terbakar. Dewi Chayya menangis sambil
memeluk sang putra. Batara Rewanta terkejut dan berusaha menenangkan sang ibu.
Namun Dewi Chayya terlalu sedih hingga menolak pertolongan Rewanta hingga ia
memakinya “Rewanta, kau menyakitinya. Dia adikmu. Kalian adalah putra Batara
Surya. Perlakuanmu akan ditanggang kuda-kuda kesayanganmu. Kelak para kuda akan
tunduk kepada bangsa wanara (kera)!” Batara Rewanta terkejut dan kembali ke
istana Ekacakra. Dia mengadu kepada sang ayah “ampun ayahanda Batara. Aku, adik
Yamuna, dan adik Tapati adalah anak-anak ayah dan ibu, tapi teganya selama ini
ayahanda menyembunyikan adik laki-lakiku dari aku. Aku minta pada ayahanda agar
membawa pulang adikku, Shani.” Batara Surya tercekat dan segera mendatangi sang
istri di istana Argadumilah.
Surya
Gugat
Sementara itu, di kamarnya yang berhiaskan bunga-bunga dunia bawah, Batara Shani perlahan sembuh. Dewi Chayya kemudian menceritakan segalanya. Batara Shani berkata “ohh ibunda, tega nian ayahanda mencampakkan aku....” “itu memang benar anakku. Aku membuangmu karena aku tidak pernah bersedia menerimamu sebagai anakku.
Surya menggugat Chayya |
Hukuman
untuk Surya
Batara
Surya ingin mencari Dewi Sangya yang telah meninggalkannya dalam waktu lama.
Untuk sementara, istana Ekacakra akan diurus Rewanta dan Shani. Namun sebelum
meninggalkan kahyangan, Batara Surya harus menemui Batara Guru untuk meminta
izinnya “ohh pukulun Batara Guru, sang Siwa Girinata. Aku mohon izin untuk
mencari istriku di alam marcapada.” “Surya,
aku mengizinkanmu untuk pergi namun sebagai hukuman karena telah
menyiksa Shani maka aku dan kakang Semar harus mengambil sebagian perbawamu.
Pancaran perbawamu terlalu kuat, harus dikurangi.” Batara Surya menerima
hukuman itu dengan hati lapang. Diangkatlah senjata-senjata para dewa lalu dengan
Tombak Trisula dan permata Astagina Nirmala, Batara Guru dan Batara Semar
menyedot sebagian perbawa milik Batara Surya. Setelah perbawa diambil
secukupnya, Batara Surya pamit dan segera turun ke marcapada. Batara Guru
kemudian menebarkan perbawa Batara Surya yang diambilnya tadi ke seluruh senjata
para dewa termasuk ke Trisula miliknya.
Kelahiran
Batara Aswan dan Aswin.
Angin bertiup semilir membawa keharuman bunga-bunga. Rumput dan pepohonan menghijau segar. Musim semi menjalari semua tempat di muka bumi. Di tengah padang rumput yang hijau, kuda-kuda liar merumput.
Surya dan Sangya bercumbu dalam wujud kuda |
Kisah
Citragupta Sang Suratma
Beberapa waktu kemudian, jumlah orang mati semakin banyak sedangkan Batara Yamadipati dan Batara Shani mulai kewalahan karena harus berbagi tugas mengumpulkan dan mencatat semua amal dan dosa bukan hanya manusia tapi juga hewan dan makhluk lainnya. Akibatnya, banyak manusia yang masuk ke Kerak Neraka dan Taman Surga semakin tertukar posisinya. Banyak calon ahli surga yang justru mengalami siksaan neraka sedangkan para pendosa yang justru malah menikmati keindahan Taman Surga. Di saat demikian, Batara Guru memerintahkan Batara Brahma agar membantu masalah yang dihadapi Batara Yamadipati dan Batara Shani. Maka Batara Brahma kembali ke Istana Daksinageni dan bersemadi memohon petunjuk. Di saat demikian, Sanghyang Widhi, Tuhan yang maha Berkehendak mencipta keringat Batara Brahma menjadi seorang pria berwajah gahar. Didekatnya ada sebatang kalam dan tinta. Si pria itu bertanya “siapa anda, tuanku dan siapa saya?” Batara Brahma berkata “kamu adalah putra saya maka dari itu kamu dijuluki sebagai Kayastha dan kamu terlahir bersamaan dengan kalam dan tinta itu, namamu adalah Citragupta.” Batara Citragupta menghormat pada sang bapak.
Citragupta sang Suratma |
Dewi Neelima dan siklus
siang-malam
Setelah
diangkat sebagai dewa penguasa karmapala dan hakim keadilan di Trilokabuana,
Shani kembali ke kahyangan Ekacakra. Hal ini membuat Dewi Sangya (Ngruna) tidak
suka dengan keberadaan anak tirinya. Mengingatkannya dengan Dewi Chayya
(Ngruni), saudari kembarnya yang sangat ia benci. Sangya sering menganiaya
Chayya sampai-sampai pada satu kesempatan Sangya menganiaya Shani, anak Chayya
dan memberinya kutukan kalau kaki Shani akan lumpuh dan dimakan ulat. Benar
saja, kaki Shani tiba-tiba lumpuh bernanah dan digerogoti ulat. Batara Surya
yang jengah dengan tindakan konyol istri tuanya balik memanggil burung gagak
teman Shani. Burung hitam itu meringankan kutukan Shani dengan memakan ulat-ulat yang mengerogoti kaki sang hakim para dewa. Tidak terima dengan
perbuatan sang suami, dengan sangat marah ia kembali mengutuk Batara Shani. Ia
mengutuk mata Shani, barangsiapa yang terkena pandangan matanya akan mengalami
segala karma buruk. Batara Surya makin murka karena ibu tiri mendurhakai anak
tirinya sendiri. Ia mengusir Dewi Sangya dari kahyangan Ekacakra. Karena kutuk
pasu itu, Batara Shani mendapatkan gelar Kruralochana yang bermakna mata keji.
Namun kutuk itu berubah jadi berkah buat Shani. Semakin mudah baginya untuk
memberikan pahala dan hukuman bagi setiap orang.
Dewi Sangya yang diusir dari kahyangan jadi semakin mendendam pada Shani. Di tengah jalan, ia membakar hutan dengan kekuatannya. Lalu ia jatuh tersandung batu kristal berwarna biru. Ia lalu mengutuk batu itu kelak akan jadi penyebab kekalahan Shani. Batu itu ketumpahan cairan pengganda milik Sangya dan bertukar wujud sebagai gadis cantik jelita, berpakaian serba biru. Dewi Sangya menyambut gadis jelmaan batu kristal itu. Ia memberinya nama Dewi Nila atau Neelima. Dewi Neelima didoktrin oleh Sangya untuk membenci Shani. Sehingga pada suatu kesempatan, Sangya mengadu domba Neelima dengan Shani. Shani kewalahan dan akhirnya terdesak. Kekuatan Neelima sangat besar. Shani terlempar oleh kekuatan Dewi Neelima. Dewi Sangya kini menduduki kembali kahyangan Ekacakra dan memenjarakan Dewi Chayya. Seketika langit berubah jadi terang sepanjang hari. Seluruh dunia mengalami siang tanpa adanya malam hari. Kekacauan terjadi dimana-mana. Tanpa sosok dewa penguasa karmapala, orang yang masuk ke neraka dan surga jadi tertukar. Orang baik masuk neraka dan orang jahat masuk surga. Batara Yamadipati bingung dengan tingkah iparnya. Hilangnya Dewi Chayya juga berakibat buruk. Tanpa gelapnya malam hari, semua makhluk hidup tak bisa beristirahat. Makin kacaulah karena makin banyak makhluk yang mati akibat kelelahan memenuhi alam kematian. Setelah beberapa waktu, Batara Shani datang kembali untuk sekali lagi menyadarkan Dewi Neelima. Dengan kekuatan pikiran, Shani berhasil membuat Neelima sadar bagaimana ia bisa terlahir, mengalami berbagai penolakan dan adu domba dari ibu tirinya. Dewi Neelima sadar akan kesalahannya lalu berbalik mengutuk Dewi Sangya. Dewi Sangya dikutuk tidak akan bisa bertemu Batara Surya di saat malam, waktu yang paling diimpikan Dewi Sangya. Sejak saat itu langit cerah siang hari tak pernah lagi bisa menyusul Batara Surya. Siang dan malam tidak pernah bersama. Ketika siang hari, Sangya akan selalu mengejar dan berputar-putar disekelilingnya selepas matahari muncul sebagai cahaya siang hari tanpa bisa bertemu secara langsung. Ketika malam hampir menjelang, Sangya hanya bisa tidur di ruang bunker istana Ekacakra. Sementara itu, Dewi Chayya sekarang yang menggantikan posisi Sangya. Dengan posisi demikian, Dewi Chayya bisa dianggap sebagai permaisuri Batara Surya yang resmi.
Siklus siang malam dan pernikahan Shani-Dhamini |
Shani Krama
Suatu
ketika, datanglah di Kahyangan Ekacakra seorang putri bidadari bernama Dewi
Dhamini. Dia sangat menyukai tarian dan musik. Ayahnya bernama Gandrwaraja
Citrarata dan ibunya bernama Dewayanika. Ibunya berubah jadi akyan karena
melawan Ditya Sarpanika. Dewi Dhamini diundang ke Ekacakra untuk memperlihatkan
tariannya yang anggun. Di tengah tariannya, matanya saling bertatapan dengan
Shani. Terasa ada getaran hati diantara mereka berdua. Namun Rewanta juga
serasa ingin memiliki Dhamini. Maka Gandrwaraja Citrarata membuat sayembara. Ia
lalu membuat kendi ajaib dengan kekuatannya. Barangsiapa yang mampu memegang
kendi itu, maka ia akan menerima orang itu. Kalau perempuan dijadikan saudara
Dhamini tapi jika laki-laki akan dijadikan suami Dhamini. Semua orang di Ekacakra
berusaha memegang kendi itu namun tak ada yang berhasil. Kendi itu seakan
menolak untuk disentuh. Termasuk Batara Indra yang secara diam-diam menaruh
hati pada Dewi Dhamini. Sekarang tinggal giliran Rewanta dan Shani. Rewanta
pertama kali memegang dan ia berusaha memaksakan diri. Kendi itu hampir saja
pecah. Lalu tiba giliran Shani. Kendi itu awalnya menolak namun dengan bantuan
Dewi Neelima yang bersemayam di mahkota Shani, tiba-tiba kendi itu mendadak
tenang dan dapat dipegang oleh Shani.
Hari
pernikahan Shani dan Dhamini pun tiba. Para dewa di kahyangan diundang semua.
Batara Guru, Batara Brahma dan Batara Wisnu memberkati pernikahan mereka.
Ketika acara ngunduh mantu, mendadak kahyangan Ekacakra gelap gulita. Batara
Surya menjadi lemah. Sinar matahari menghilang. Bayangan itu bertukar jadi Kala
Rahu. Rupanya Kala Rahu sedang memakan cahaya matahari. Terjadi gerhana. Batara
Shani mengetahui kalau ini ulah Batara Indra dan Kala Rahu yang mengirimkan
awan-awan mendung demi menggagalkan pernikahannya dengan Dewi Dhamini. Batara
Shani bernegosiasi dengan Kala Rahu kalau yang dilakukannya tidak benar. Memang
tugasnya menciptakan gerhana tapi bukan ini waktu yang tepat. Kala Rahu mau
tidak mau menuruti kata Shani. Begitu gerhana usai, Shani mengusir awan mendung
dengan kekuatannya. Semuanya kembali normal. Pernikahan pun dilanjutkan dengan
meriah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar