Salam para pembaca, semoga pembaca mendapatkan rahmat dari Yang Maha Kuasa. Kali ini penulis akan mengisahkan perjuangan Prabu Kresna untuk merebut kembali negara Dwarawati dari tangan Prabu Narasingamurti. Kisah ini juga menceritakan pernikahan Prabu Kresna dengan Dewi Setyaboma dan kedatangan Resi Hanoman Mayangkara ke pulau Jawa untuk mengabdi pada Prabu Kresna. Kisah ini menggabungkan lakon Alap-alapan Setyaboma dan lakon Wahyu Purbasejati. Sumber kisah ini berasal dari kitab Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita dan blog albumkisahwayang.blogspot.com dengan pengubahan dan pengembangan seperlunya.
Pada
suatu hari, permaisuri negeri Mandura yaitu Dewi Erawati sedang sakit karena
habis melahirkan putra pertamanya dengan sang suami yaitu Raden Wisatha. Sudah
banyak tabib dan dukun mengobati namun belum ada satupun obat yang manjur. Di
saat yang sama, Kerajaan Dwarawati diserang seorang yang datang dari negeri
seberang bernama Narasingamurti. Dia datang bersama patihnya, Singamundarang.
Dengan kesaktiannya yang tak bisa dilukai senjata biasa dan bantuan ki Togog
Tejamantri yang tak lain adalah kakak Ki Lurah Semar, Narasingamurti dan
Singamundarang membuat pasukan Narayani kucar-kacir. Prabu Kresna, dan patih
Udawa beserta setengah pasukan Narayani segera melarikan diri mencari suaka di
Mandura. Sementara itu, para permaisuri Prabu Kresna, Dewi Jembawati dan Dewi
Rukmini diungsikan ke kampung halaman mereka. Dewi Rukmini diungsikan ke
Kumbinapuri sedangkan Dewi Jembawati yang sedang mengandung diungsikan ke
padepokan Gandamadana. Patih Udawa kemudian bertanya pada sang adik sekaligus
junjungannya itu “adhi prabu, kenapa kau malah memerintahkan para pasukan
mundur? Kau kan titisan sang Wisnu yang punya senjata Cakra Widaksana yang
sakti.” “kakang Patih, aku memilih mundur karena aku sudah mendapatkan firasat
kalau kita tak akan menang hari ini. Para dewa memberi firasat kalau kedua
orang dari negeri seberang itu hanya bisa kalah dengan senjata tak biasa.” Patih Udawa mengerti
alasan itu dan segera bertandang ke Mandura.
Sementara
itu di kerajaan Dwarawati yang telah diduduki , Prabu Narasingamurti mendapat
mimpi bertemu dan menikahi Dewi Setyaboma, putri sulung Prabu Setyajid. Prabu
Narasingamurti kemudian bertanya pada Ki Togog “Anak prabu, Dewi Setyaboma itu
salah satu putri kebanggaan Wangsa Yadawa. Menurut pepesten dewata, Dewi
Setyaboma digariskan berjodoh dengan Prabu Kresna, raja negeri ini yang barusan
kau usir dan kau ambil negaranya. Anak prabu, jangan pernah main-main dengan
Prabu Kresna. Walaupun hari ini dia berhasil kau usir, tapi suatu saat dia akan
kembali dan merebut kembali negerinya.” Namun Prabu Narasingamurti tak
mengindahakan ki Togog dan tetap bersikeras ingin menikahi Dewi Setyaboma. Lalu
dia memanggil patihnya, Singamundarang “Singamundarang, aku perintahkan kau
untuk mendapatkan Dewi Setyaboma bagaimanapun caranya. Culik saja kalau perlu.”
“perinta kanda Prabu adalah kehormatan bagiku” patih Singamundarang segera bertolak
ke Lesanpura.
Di
Mandura, Dewi Erawati yang sedang terbaring sakit segera diobati oleh Prabu
Kresna. Berbagai tanaman herbal pilihan dan tentu saja, percikan air Cangkok Wijayakusuma
diramu lalu diberikan kepada Dewi Erawati. Setelah beberapa jam, Dewi Erawati
sembuh. Di saat yang sama, Dewi Setyaboma dan Arya Setyaki baru datang ke
Mandura untuk menjenguk Dewi Erawati dan keponakan mereka yang baru lahir.
Mereka hanya diizinkan menjenguk selama satu hari saja oleh ayah mereka karena
Dewi Setyaboma harus menjawab lamaran dari Resi Dorna. Prabu Kresna dan Prabu
Baladewa sudah mendengar kabar bahwa Resi Dorna ingin melamarkan Prabu Anom
Suyudana dengan Dewi Setyaboma. Dalam hati yang paling dalam, Prabu Kresna
jatuh hati pada Dewi Setyaboma ditambah lagi Dewi Jembawati berpesan pada sang
suami bahwa dia ingin menjadikan Dewi Setyaboma sebagai madunya. Sehinggalah Prabu
Kresna meminta bantuan sang kakak “kakang prabu Balarama, aku butuh bantuanmu.
Tolong buat adhi Setyaki sibuk. Ulur waktu sepanjang mungkin. Aku ingin bicara
dengan Dinda Setyaboma.” Prabu Baladewa mengerti dan mengabulkan permintaan
adiknya itu. Prabu Baladewa memepersilakan Dewi Setyaboma masuk ke kamar istrinya
sedangkan Arya Setyaki diajak oleh Prabu Baladewa untuk minum-minum. Di saat
yang sama, Dewi Bratajaya membawa Dewi Erawati yang asli ke taman dan Prabu
Kresna menyamar menjadi Dewi Erawati yang sedang sakit.
Di
ruang makan, Arya Setyaki benar-benar dijamu dengan makanan dan minuman serba
enak. Oleh Prabu Baladewa, dia disodori air legen khas Mandura “adhi Setyaki,
minumlah ini. Ini legen khas negara Mandura. Enak banget rasanya. Bisa
meningkatkan tenagamu setelah berjalan seharian.” Tanpa curiga, Arya Setyaki
meminum air legen itu. Setelah Arya Setyaki meminumnya, kepalaya mulai pusing
dan dia minta nambah lagi. Semakin ditambah, tubuhnya semakin limbung dan dia
mulai meracau-racau tak keruan. Rupanya air legen yang diminum oleh Arya
Setyaki telah dicampur dengan tuak berkadar tinggi. Prabu Baladewa yang juga
ikut meminumnya justru tidak mabuk karena pengaruh aji Balabadra di tubuhnya
yang membuatnya mampu menetralkan segala racun dan minuman keras. Akhirnya,
Arya Setyaki mulai sadar bahwa dirinya dialihkan perhatiannya. Kemudian dia
segera duduk bersemedi, mengheningkan segala cipta untuk membersihkan dan
memusnahkan pengaruh tuak itu dari dalam darahnya. Di saat Prabu Baladewa
lengah, Arya Setyaki segera melarikan diri untuk menyusul kakaknya di kamar
Dewi Erawati. Prabu Baladewa sadar bahwa Arya Setyaki telah kabur segera
mengejarnya.
Didalam
kamar, Dewi Setyaboma melihat Dewi Erawati yang sedang berbaring lemah. Dewi
Erawati tiba-tiba duduk dan berkata bahwa kesembuhannya itu hanya dengan
kedatangan Dewi Setyaboma. Seketika Dewi Setyaboma merasa gembira namun dia
harus segera pergi menjawab lamaran Resi Dorna. Dewi Erawati palsu kemudian
berkata “ Adhi Setyaboma, aku tahu kau bimbang karena lamaran Resi Dorna tapi
kau sendiri sudah memilih pasanganmu sendiri. Dia sedang mencari suaka disini.”
Dengan wajah malu-malu, Dewi Setyaboma mengutarakan isi hatinya “hah? Maksud
kakang mbok, kakang Narayana? Prabu Kresna? Sebenaranya aku juga jatuh hati
pada kakang Prabu Kresna sejak lama tapi itu mana mungkin? Dia sudah beristri
tiga. Aku tak ingin menyakiti hati Yunda Dewi Radha, Dewi Jembawati dan Dewi Rukmini.” “tidak
apa. Aku mendengar dari adhi Prabu Kresna bahwa adhi Jembawati dan Rukmini
sudah setuju. Niat adhi prabu juga bukan untuk mengumbar nafsu tapi untuk
menyatukan para titisan Dewi Sri Laksmi. Sekarang aku bertanya. Siapa yang akan
kau pilih, adhi Prabu anom Suyudana atau adhi Prabu Kresna?” dengan wajah
memerah padam menahan malu, Dewi Setyaboma menjawab bahwa dia menjatuhkan
pilihannya pada Prabu Kresna tapi ia berkata ia ingin melihat sang pujaan hati sebagai Brandal Gowinda. Secara gaib, tiba-tiba muncul asap dan asap itu
memunculkan bayangan Dewi Radha, Rukmini, dan Jembawati. “Dinda Setyaboma, aku dan yunda Radha merestui
kakang Kresna menikahimu karena kamiyang memintanya sendiri” “aku pun sama
dengan kakak Jembawati, semoga Sanghyang Widhi menyatukan kita bertiga.” Saat
Dewi Setyaboma menoleh, Dewi Erawati sudah menghilang dan berubah kembali
menjadi Prabu Kresna yang berpakaian sebagai Brandal Gowinda. Dewi Setyaboma kemudian memeluk Prabu Kresna. Tak
dinyana, Arya Setyaki masuk ke kamar dan menyaksikan kakaknya berpelukan dengan
Brandal Gowinda. Arya Setyaki menyadari kalau Brandal Gowinda sebenarnya adalah wujud penyamaran Prabu Kresna. Ia kemudian marah-marah namun Brandal Gowinda berkata
“Setyaki, hentikan kemarahanmu. Aku mencintai kakakmu dan aku ingin menikahinya
dengan cara baik-baik.” “ehh bukan begitu, Gowinda. Aku sendiri bahagia
bila kakang mbok bisa bahagia dan aku menjadi iparmu tapi Resi Dorna juga
melamarnya untuk dinikahkan pada Prabu Anom Suyudana dan karena sekarang
pelamar ada dua, aku akan membuat sayembara tanding.” Karena sudah menemukan
jalan tengah atas masalah perjodohan Setyaboma, Arya Setyaki dan Dewi Setyaboma
segera memohon diri untuk pulang ke Lesanpura lebih dulu. Sementara itu, Prabu
Baladewa, Patih Udawa dan Brandal Gowinda ikut bertandang ke Lesanpura belakangan.
Di
kerajaan Lesanpura, Resi Dorna bersama Prabu Anom Suyudana dan para Kurawa
telah menunggu. Begitu Arya Setyaki dan rombongan datang, Arya Setyaki
mengutarakan niatnya untuk melakukan sayembara tanding karena Prabu Kresna juga
ingin melamar kakaknya itu. Prabu Setyajid setuju lalu mengabarkan ini pada
Resi Dorna. Setelah mendapat kabar itu dan berembug cukup lama, Prabu Anom
Suyudana tak keberatan bila diadakan sayembara tanding. Karena kedua belah
pihak setuju maka sayembara bisa digelar. Gelanggang pun digelar. Begitu
gelanggang selesai digelar, Arya Setyaki naik gelanggang dan menantang Resi
Dorna. Resi Dorna kemudian mengeluarkan jurus-jurus andalannya namun semua itu
telah berhasil dipatahkan oleh Arya Setyaki. Kemudian Arya Dursasana maju
mewakili gurunya itu. Walaupun badannya kecil, Arya Setyaki mampu mengalahkan
Arya Dursasana dalam beberapa gebrak saja. Satu persatu Kurawa mulai dari Prabu
Anom Suyudana sendiri, Arya Kartamarma, Arya Durmagati, Raden Wikarna, Arya
Durjaya, Arya Durmukha, Arya Carucitra semuanya tak mampu mengalahkan Arya
Setyaki, sang pangeran Lesanpura.
Kebetulan
pula, Raden Permadi datang bersama para Punakawan untuk berkunjung ke
Lesanpura. Dia berkunjung karena mendengar ada suara riuh dari alun-alun
kotaraja. Resi Dorna yang mengetahui itu menyambut kedatangan murid kinasihnya
itu. “ohh Permadi, kebetulan sekali. Apa kau datang untuk melamar Setyaboma?”
“Tidak, guru. Aku hanya ingin menonton saja.” Gayung pun bersambut, Resi Dorna
meminta Permadi untuk mewakilinya bertanding dengan Setyaki. Raden Permadi
merasa tak enak hati bila harus bertanding dengan muridnya namun perintah sang
guru tak bisa ditolaknya. Maka, Raden Permadi pun naik gelanggang menantang
Setyaki. Walaupun harus melawan gurunya sendiri, Arya Setyaki tetap melawan
Raden Permadi tanpa rasa segan lagi. Setelah sekian lama bertarung tak ada
satupun yang kalah ataupun menang, Raden Permadi mengeluarkan ajian Sepiangin.
Arya Setyaki juga tak mau kalah. Dia mengeluarkan ajian Singamulangjaya yang mampu membuat suara teriakan sekeras dua ribu
harimau dan singa yang mengaum bersamaan. Suara teriakan Arya Setyaki berubah
mengelegar bagai halilintar. Para penonton sayembara menutup telinga mereka
kuat-kuat karena tak mampu menahan suara yang sedemikian kerasnya. Saking kuatnya,
Keraton Lesanpura berguncang hebat dan kaca-kaca jendela pun pecah. Bahkan
gelombang kejutnya saja membuat hewan-hewan di hutan yang jauh dari kotaraja menjadi
ketakutan dan tak sedikit yang pingsan. Akibat dari teriakan itu, Raden Permadi
kehilangan konsentrasi dan ajian Sepiangin yang dipatrapkannya menjadi buyar. Karena
tak kuat lagi dengan ajian teriakan maut yang dikeluarkan muridnya itu, Raden
Permadi menyerah kalah. Melihat jago gurunya kalah, Prabu Anom Suyudana kecewa
dan marah-marah ingin menculik paksa Dewi Setyaboma. Namun Resi Dorna
menyabarkan Suyudana dan menyarankannya untuk legawa, ikhlas dengan kekalahan.
Karena merasa sudah tak ada urusan lagi di Lesanpura, Prabu Anom Suyudana, Resi
Dorna dan para Kurawa mohon diri untuk kembali ke Hastinapura.
Bersamaan
dengan itu, Brandal Gowinda dan rombongan telah tiba di Lesanpura. Arya Setyaki menyambut
mereka. Dirinya melihat Raden Permadi yang terduduk di pinggir gelanggang di
temani para punakawan dan nampak seperti orang linglung. Ketika ditanyai, Raden
Permadi tak mau menjawab. Lalu, Brandal Gowinda mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma
dan mengusapkannya ke tubuh Permadi. Raden Permadi seketika sembuh dan mau
bercerita “kakang Madawa, jangan melawan muridku. Ajian yang dikeluarkannya
terlalu kuat. Aku pun hampir mati karenanya.” Arya Setyaki kemudian minta maaf
karena hampir membuat sang guru celaka. Raden Permadi memaafkannya namun tetap
memohon pada Madhawa untuk tidak melawan Setyaki. Prabu Kresna meyakinkan
Permadi bahwa dia tak akan kalah “ adhi Parta, tenanglah. Heningkan pikiranmu.
Aku yakin tak akan kalah dari adhi Setyaki.” Setelah memberi hormat,
pertandingan antara Arya Setyaki melawan Prabu Kresna dimulai. Pertandingan
berlangsung cukup sengit namun lama kelamaan Arya Setyaki terdesak. Akhirnya
Arya Setyaki menggunakan Ajian Singamulangjaya
lagi. Teriakan Arya Setyaki sangat kuat memekakkan telinga bahkan membuat dua
titisan batara Wisnu menjadi kewalahan karenanya. Namun Permadi memilih
menyerah sedangkan Gowinda tidak. Brandal Gowinda kemudian meraba panah Aji
Kesawa dan berubah menjadi raksasa. Kaki raksasa jelmaan Gowinda bergerak
dan menghentak gelanggang hingga roboh. Akibatnya, Arya Setyaki hilang fokus
dan ajian Singamulangjaya yang
mengenai kaki raksasa itu menjadi berbalik menyerang Setyaki. Setyaki terkena
ajiannya sendiri dan akhirnya menyerah kalah. Seketika, raksasa itu kembali ke
wujud Brandal Gowinda lagi. Arya Setyaki yang kupingnya hampir tuli karena ajiannya
sendiri itu kemudian disembuhkan sang Madhawa. Setelah sembuh, Arya Setyaki menyatakan
bahawa Brandal Gowinda adalah pemenang sayembara tanding. Prabu Setyajid turun dan
mengumumkan putrinya akan menikah dengan Brandal Gowinda. Hari itu juga Brandal Gowinda membabar jatidirinya yakni kembali sebagai Prabu Kresna. Kagetlah Prabu Setyajid, selama ini ia tidak mengenali keponakannya sendiri dan sudah melupakan janjinya untuk menjodohkan putrinya degan Gowinda. Ia minta maaf, namun Prabu Kresna memaafkannya. Namun terdengar suara
jeritan minta tolong “ Tolong! Tolong aku, kakang!” ketika menoleh, Dewi
Setyaboma diculik oleh Patih Singamundarang dan dibawa lari menuju ke arah
Dwarawati.
Ketika
hendak mengejarnya, muncul suara dari langit “Kresna, sebagai titisan Wisnu,
kau sudah melakukan beberapa hal untuk menekan angkara. Kelak tugasmu akan
semakin berat. Aku sudah mendengar bahwa negerimu telah direbut Narasingamurti
dan Singamundarang. Untuk memerdekakan negerimu kembali, para penjajah itu
harus dengan dikalahkan dengan beberapa benda tak biasa. Aku akan memberikan
beberapa benda pusaka yang mampu membuat mereka kalah.” Tiba-tiba dari langit,
meluncur sebuah kereta kencana yang ditarik empat ekor kuda berbeda warna,
sebuah terompet kerang, dan sebuah cermin. Suara dari langit yang tak lain
adalah Batara Guru itu menjelaskan kereta kencana itu bernama Kereta Jaladara.
Kereta itu adalah hasil karya para dewa, terbuat dari baja pilihan tahan karat
dan dilapisi emas. Kuda-kudanya juga kuda pilihan dewata. Kuda berwarna hitam
bernama Ciptawalaha dari Mandala Samali ( benua utara) mampu tembus bumi
membawa seluruh rombongan. Kuda yang putih bernama Sonyasakti berasal dari
Mandala Masriki (benua timur), mampu berjalan dan menyelam ke dalam air membawa
seluruh rombongan. Kuda yang merah bernama Abrapuspa berasal dari Mandala
Janubi (benua selatan), mampu masuk dan berjalan ke dalam kobaran api membawa
seluruh rombongan dn kuda yang kuning bernama Abrasukanta berasal dari Mandala
Garibi (benua barat), mampu terbang ke angkasa membawa seluruh rombangan.
Lalu
Batara Guru berkata “ terompet kerang itu bernama Sangkakala Pancajanya. Terompet
ini adalah terompet pusakamu sebagai Wisnu. Bila kau tiup sekali, maka akan
mendatangkan mendung gelap dan sambaran halilintar yang mengganggu penglihatan.
Bila ditiup dua kali, akan mampu mendatangkan kobaran api di langit dan di bumi.
Bila ditiup tiga kali, mampu memunculkan angin topan dan badai yang sangat
kencang. Bila ditiup empat kali, maka akan mendatangkan hujan lebat dan air
bah. Bila ditiup lima kali, mampu mendatangkan guncangan gempa dahsyat dan bila
setelah hitungan masih tetap ditiup, maka gabungan semua malapetaka itu akan
menimpa siapa saja yang terkena suara terompet itu. Pusaka terakhir yang berupa
cermin itu bernama Kaca Lopian. Dengan kaca itu kau bisa melihat apa saja yang
ada dan apa yang terjadi di Marcapada, Mayapada bahkan kahyangan sekalipun.”
Prabu Kresna berterima kasih sekali pada suara dari langit itu. Ketika melihat
kaca Lopian, Prabu Kresna melihat Dewi Setyaboma sedang dirayu oleh Prabu
Narasingamurti dan patih Singamundarang. Mereka semua segera naik ke kereta
Jaladara dan Raden Permadi menjadi kusirnya. Segeralah Prabu Kresna berangkat
ke Dwarawati untuk membebaskan sang calon istri dan merebut kembali negerinya. Kereta
pun melesat dengan cepatnya lalu melayang ke angkasa.
Pusaka-pusaka untuk Prabu Kresna |
Sementara
itu, di pulau Sailan, Hanoman si wanara berbulu putih yang sudah berada di
puncak gunung Ungrungan selama ratusan tahun atas perintah Sri Rama untuk menjaga
batu Sondara-Sondari tetap menghimpit jiwa Prabu Rahwana yang terkurung agar
tak keluar ke alam Marcapada membuat kekacauan telah kecolongan. Jiwa Prabu
Rahwana terlepas dari kurungan Sondara-Sondari dan berkeliaran mencari titisan
Dewi Sri Laksmi. Karena merasa berdosa, Hanoman hendak bunuh diri, namun itu
semua dicegah oleh Batara Narada “Helah dalah Hanoman, jangan lakukan tindakan
bodoh itu. kalau kau bunuh diri sekarang, Rahwana akan merajalela lagi. Aku
tahu dimana keberadaan Rahwana. Dia sekarang berada di pulau bernama Jawadwipa.
Pulau itu di selatan samudera ini. Pergilah kesana dan mulai sekarang sembari
menjaga Rahwana, mengabdilah pula pada seorang raja titisan junjunganmu.
Namanya Prabu Kresna.” “Baik, Narada. Aku akan segera berangkat.” Sebelum
berangkat, batu Sondara-Sondari diubah wujudnya oleh Batara Narada menjadi
kendi ajaib. Dengan Aji Sepiangin warisan dari Batara Guru, Hanoman terbang
melintasi Laut Kidul dan melompati gumpalan-gumpalan awan.
Di
kerajaan Dwarawati, Prabu Narasingamurti dan Patih Singamundarang mencoba untuk
merayu Dewi Setyaboma. Namun Dewi Setyaboma menolak rayuan mereka. Karena nafsu
sudah diujung ubun-ubun, mereka hendak memperkosa sang putri Lesanpura itu.
Dewi Setyaboma berusaha kabur keluar keraton Dwarawati. Ketika sampai didepan
pintu gerbang, tiba-tiba langit mendung hitam dan halilintar saling sambar
menyambar. Ketika melihat samar-samar ada sebuah kereta kencana meluncur turun dari
langit. Di lihatnya wajah Prabu Kresna, Raden permadi, Arya Setyaki dan Prabu
Baladewa diatas kereta.
Kereta pun turun dan membukakan pintu untuk Dewi
Setyaboma. Kereta pun kembali bergerak. Prabu Narasingamurti dan Patih
Singamundarang kemudian menggunakan ajian terbangnya dan berperang di angkasa.
Adu pedang tak terelakkan. Lalu, Prabu Kresna meniup Sangkakala Pancajanya enam
kali. Alhasil hujan badai, kegelapan, angin topan dan kobaran api menyerang
raja beserta patih penjajah itu dan membuat mereka jatuh ke bumi dan seketika
bumi ikut bergegar menghimpit tubuh mereka. Di saat yang sama, kuda-kuda kereta
Jaladara yang turun menyeruduk mereka sampai kepala mereka gepeng dan hancur
berkeping-keping. Merekapun tewas dan jasad mereka menghilang berubah menjadi
tiga titik cahaya berwarna kuning, putih, dan hitam. Cahaya berwarna hitam
menitis pada Prabu Kresna, cahaya putih pada Prabu Baladewa, dan cahaya kuning
pada Raden Permadi. Lalu muncul wuhud Batara Guru “Kresna dan semuanya,
ketahilah. Sebenarnya Narasingamurti dan Singamundarang adalah penjelmaan dari roh
Sri Rama dan Lesmana. Ketiga titik cahaya yang masuk itu berasal dari mereka bernama Wahyu Wahdat
Purbasejati. Cahaya hitam adalah wahyu Purba, penjelmaan inti atma Sri Rama
telah menitis padamu, Kresna. Cahaya putih dan kuning adalah inti atma Lesmana
yang membelah diri bernama Wahdat dan Sejati. Si Wahdat yang berwarna putih
menitis padamu, Baladewa. Kau akan mampu mengekang hawa nafsu supiah yang
berlebihan seperti halnya Lesmana yang telah bersumpah wahdat.” Prabu Baladewa
senang tapi juga khawatir dengan Dewi Erawati, istrinya“berarti apa aku harus
wahdat? aku tak bisa hidup dan menafkahi istriku lagi, Pukulun?” Batara Guru
melanjutkan penjelasannya “ jangan takut, kau hanya tak akan bernafsu pada
wanita lain. Perihal hubungan rumah tangga kalian, kau masih bisa menafkahi
birahi dan batin istrimu, hanya saja tak di bisa umbar sembarangan. Sifat
supiah akan selalu ada pada setiap manusia termasuk aku sendiri.” Batara Guru
lalu mendekati Permadi “Permadi, cahaya kuning yang merasuk pada dirimu adalah si
Sejati, penjelmaan sifat taat azas dari Lesmana. Lesmana terkenal orang yang
kurang sabaran namun pemaaf dan taat azas. Yang benar dikatakan benar. Salah
dikatakan salah. Kau ditakdirkan sebagai ksatria pembela kebenaran yang
hakiki.” Setelah menjelaskan, Batara Guru langsung menghilang kembali ke
kahyangan Jonggring Saloka. Mereka pun segera memasuki Keraton Dwarawati dan
Prabu Kresna mengumumkan bahwa negeri Dwarawati telah merdeka kembali.
Kresna melawan Narasingamurti |
Bebrapa
hari kemudian, pernikahan Prabu Kresna dengan Dewi Setyaboma
diselenggarakan di Dwarawati. Seluruh keluarga Pandawa dan keluarga Yadawa
berkumpul memeriahkan pesta. Pesta berlangsung tiga hari tiga malam. Rakyat
Dwarawati bersukacita atas pernikahan ketiga sang raja sekaligus gembira karena
telah terlepas dari penjajahan. Kini lengkaplah empat wanita penitisan Dewi
Sri Laksmi dan mereka semua berkumpul bersanding bersama Prabu Kresna, sang
titisan Wisnu. Di malam selesai pesta, terdengarlah suara teriakan “Tolong!
Kangmas Balarama! Kangmas Kresna!” suara itu datang dari kamar Dewi Bratajaya.
Ketika didatangi, mereka melihat Dewi Bratajaya diculik oleh hantu berwujud
raksasa besar. Ketika menerawang kaca Lopian, Prabu Kresna mendapat informasi
bahwa yang menculik Dewi Bratajaya itu jiwa Prabu Rahwana yang lepas dari
kurungan di pulau Sailan. Karena pesta sudah selesai, Prabu Kresna memohon izin
pada empat istrinya untuk mengejar Dewi Bratajaya.
Arya
Wrekodara yang sedang berkeliling hutan mencari keberadaan Dewi Bratajaya
melihat seekor wanara/ kera besar berkulit putih sedang duduk diatas pohon
sambil memakan setandan pisang. Pakaian yang dipakai si wanara juga sama dengan
dirinya.
Lalu dia mengejek wanara itu dengan logatnya yang tak kenal basa-basi “hei
kera putih, berani sekali memakai pakaian mirip denganku. Lepaskan! Gak ada
pantes-pantesnya kau memakainya.” Hanoman yang melihat tingkah Wrekodara yang
berlogat polos apa adanya itu menjadi kesal “Hmmmm jaman memang sudah berubah.
Hei anak muda, gak ada sopan-sopannya dengan orang yang lebih tua.. Lagipula
pakaianku ini berasal dari bapakku. Gak berhak buatmu memaksaku.” “aku gak
peduli. Cepat lepaskan!”Keributan pun berubah menjadi pertengkaran. Adu
kesaktian dan adu gada terjadi sangat sengit hingga menjelang pagi. Keduanya
sama-sama kuat, sama-sama digdaya ibarat buku bertemu ruasnya. Kesaktian yang
mereka gunakan juga sama.
Perjumpaan Hanoman dengan Wrekodara Bima |
Arya
Wrekodara akhirnya menghentikan perkelahian karena teringat sesuatu “tunggu,
monyet seta. Aku sepertinya teringat sesuatu. Aku pernah mendengar kalau
ratusan tahun lalu Romo batara Bayu mempunyai putra berwujud wanara putih
bernama kapi Hanoman. Apa kau tau itu?” “hahahahaha.....baru tau kau ternyata.
Wanara putih yang kau bicarakan ada dihadapanmu sekarang. Akulah Hanoman, putra
angkat Romo Batara Bayu.” Arya Wrekodara tak percaya karena seharusnya Hanoman
sudah lama meninggal ataupun jika masih hidup, tubuhnya pasti sudah ringkih.
Jangankan roboh dihajarnya, terkena angin saja pasti sudah gemetaran. Hanoman
kembali tertawa lalu duduk bersila. Dia mengheningkan cipta lalu merapal Aji
Maundri. Seketika, tubuh Hanoman yang tadinya sebesar Wrekodara berubah menjadi
kera putih raksasa yang jauh lebih tinggi dan lebih besar dari Wrekodara. Arya
Wrekodara merasa ngeri sekaligus kagum bahwa salah satu saudara tunggal Bayu
yang sangat dikaguminya itu masih hidup bahkan masih sangat perkasa. Hanoman
kemudian kembali ke ujud semula dan segera memeluk Arya Wrekodara. Arya
Wrekodara kemudia memperkenalkan dirinya “Ahh maafkan kelakuanku tadi, kakang
Hanoman. Nah perkenalkan ,aku Bima biasa dipanggil Wrekodara. Aku putra Prabu
Pandu, raja Hastinapura dan Dewi Kunti dari Mandura. Aku salah satu Pandawa
lima dari Amarta. Kedatanganku kesini untuk mencari sepupuku, Bratajaya.
Menurut kakang Cemani, dia diculik oleh roh Prabu Rahwana, raja Alengkadiraja
yang pernah kau kalahkan.” “kebetulan sekali, aku ditugaskan oleh Batara Narada
untuk mencarinya ke pulau Jawadwipa dan mengurungnya lagi. Sudah lama aku duduk
di puncak gunung Ungrungan di pulau Sailan untuk mengurungnya atas perintah
junjunganku, Sri Rama dan kini dia berhasil kabur. Menurut penerawanganku,
Sepupumu itu dibawa oleh Rahwana ke padepokan Gandamadana.” Arya Wrekodara
kemudian mengatakan “padepokan Gandamadana tak jau dari sini. Padepokan itu
sebenarnya di puncak bukit yang menjadi makam leluhur Yadawa, keluarga ibuku.
Disana ada seorang juru kuncinya berwujud sama seperti kakang. Namanya Resi
Jembawan dan istrinya Trijatha.” Hanoman terkejut mendengarnya. Tak
disangkanya, Resi Jembawan yang tak lain pengasuh ibu dan para pamannya yakni Resi
Subali, Prabu Sugriwa, dan Dewi Anjani ternyata masih hidup. Rupanya Sanghyang
Widhi yang Maha Kuasa juga memberikannya umur panjang. Tanpa banyak bicara
lagi, mereka segera berangkat ke Padepokan Gandamadana.
Di
padepokan Gandamadana, Prabu Kresna, Prabu Baladewa, dan Raden Permadi meminta
pada Resi Jembawan untuk membuka penghalang gaib bukit Astana Gandamadana.
Beberapa saat kemudian, datanglah Prabu Rahwana yang berwujud hantu membawa
Dewi Bratajaya. Prabu Kresna dan Prabu Baladewa berusaha membebaskan adiknya
itu dengan berbagai senjata yang mereka miliki. Namun seperti halnya hantu, tubuh
Prabu Rahwana tembus pandang dan tak bisa dilukai dengan senjata nyata. Raden
Permadi kemudian merentangkan Busur Gandiwa dan merapal Panah Agneyastra. Panah
pun melesat ke arah Prabu Rahwana yang sedang terbang itu. Meskipun begitu, Prabu
Rahwana yang berwujud hantu itu tak takut dengan panah api malah membuat panah
itu berbalik arah. Hampir saja Raden Permadi tak selamat kalau saja tidak
segera melompat menghindari jatuhnya panah. Prabu Rahwana merasa diatas angin
dan tertawa “hahahahahaha.....akhirnya aku bebas dan kini Widowati-ku telah ku
dapat kembali.” Dewi Bratajaya berusaha meronta melepaskan diri namun walaupun
berwujud hantu, Prabu Rahwana masih bisa menggenggam kuat Dewi Bratajaya walau
tangannya tembus pandang. Sifat jumawa Prabu Rahwana memang tak pernah hilang.
Namun, tiba-tiba kepala Rahwana kesakitan karena dilempari batu bertuliskan
rajah “Wisnu.” Batu-batu itu dilemparkan oleh Hanoman dan Wrekodara yang baru
saja datang. Bebatuan yang terus dilemparkan mereka membuat Rahwana hilang
fokus sehingga Dewi Bratajaya yang digendongnya terlepas dan jatuh dari
angkasa. Dengan sigap, Raden Permadi segera merapal Aji Sepiangin, melompat
setinggi mungkin dan berhasilah dia menangkap Dewi Bratajaya. Setelah turun,
Raden Permadi menyuruhnya bersembunyi didalam Kereta Jaladara. Prabu Kresna
yang melihat bebatuan itu seketika ingat bahwa di kehidupannya sebagai Sri
Rama, dia pernah memerintahkan para pasukan wanara membangun tambak dari
Pancawati menuju Alengkadiraja dengan batu-batu bertuliskan rajah Wisnu untuk
mencegah Rahwana menyerang Pancawati melalui tambak itu. Prabu Kresna, Raden
Permadi dan Prabu Baladewa segera duduk membentuk segitiga dan mulai
mengheningkan cipta. Muncullah sebuah batu dari angkasa bertuliskan rajah
Wisnu. Batu itu jatuh melesat ke arah Prabu Rahwana. Tak berapa lama, Hanoman
membuka kendi ajaib penjelmaan batu Sondara-Sondari. Jiwa Prabu Rahwana yang
terus mengecil terkena batu itu kemudian masuk kedalam kendi bersama batu itu.
setelah Prabu Rahwana masuk, batu yang menimpa jiwa Prabu Rahwana itu mengecil
berubah menjadi tutup kendi sehingga Prabu Rahwana tak bisa keluar lagi. Di
dalam kendi, Prabu Rahwana terus memaki-maki Hanoman minta dilepaskan.
Prabu
Kresna, Prabu Baladewa, dan Raden Permadi berterima kasih pada Arya Wrekodara
dan Hanoman yang berhasil mengacaukan fokus Rahwana sehingga dia bisa kembali
terkurung. Resi Jembawan dan Dewi Trijatha juga datang menyambut kedatangan
Hanoman dengan penuh sukacita. Hanoman kemudian menghormat pada wanara tua yang
sudah susah payah mengasuh ibu dan paman-pamannya pada masa dahulu. Kepada Dewi
Trijatha, Hanoman saling berpelukan pada sahabatnya itu dengan perasaan haru karena
sudah ratusan tahun tak berjumpa. Lalu Hanoman menghadap pada Prabu Kresna
“Gusti Prabu, perkenalkan aku Hanoman. Aku telah diperintahkan oleh gusti Sri
Rama untuk menjaga Rahwana agar tidak kabur dan kini dia sudah kembali ke dalam
penjaranya. Aku diberitahu Batara Narada untuk menangkap Rahwana di Jawadwipa
dan aku juga diperintahkan untuk mengabdi pada gusti karena menurutnya jiwa
Gusti Sri Rama telah menitis pada diri gusti.” “tugas yang kau emban berat
juga. Kau telah dianugerahi usia panjang untuk menjaga Rahwana dan karena kini
kau telah berada disini, aku bersedia menerimamu. Buatlah penjara baru di
gunung Kandali sekaligus jadilah pendeta disana.” “tapi gusti, dimana letak
Gunung Kandali?” Prabu Kresna kemudian meminjam sapu lidi milik Resi Jembawan.
Dia mengambil sebatang saja dan langsung melemparkannya dengan aji Kesawa.
“Ikutilah lidi itu. Dimanapun lidi itu menancap, disitulah Gunung Kandali.”
Hanoman mematuhi dan segera terbang mengejar lidi itu diikuti Arya Wrekodara di
belakangnya.
Setelah
menempuh perjalanan cukup jauh, lidi itu turun dan menancap di antara bebatuan
sebuah bukit. Mereka yakin bahwa bukit inilah Gunung Kandali. Gunung itu indah
sekali. Berbagai pohon buah-buahan dan tanaman bunga tumbuh dengan suburnya di
sepanjang lereng bukit itu. Di puncak bukit itu ada sebuah tanah lapang. Cocok
sebagai tempat bersemadi. Hanoman dibantu AryaWrekodara segera membangun
penjara gaib untuk mengurung kendi berisi jiwa Prabu Rahwana. Penjara itu
berupa sebuah gua kecil satu arah yang pintu masuknya diberi penghalang gaib
berlapis-lapis dan hanya bisa dibuka atau dimasuki oleh Hanoman dan Wrekodara.
Setelah beres, mereka menemukan sebuah gua yang cukup besar disampingnya. Gua
itu dijadikan rumah oleh Hanoman. Mulai hari itu, Hanoman memulai kehidupan
barunya sebagai pendeta wanara bergelar Resi Hanoman Mayangkara. Dengan disaksikan
oleh saudara tunggal Bayunya, Wrekodara, pertapaan Gunung Kandali dinamainya
pertapaan Kendalisada yang bermakna pertapaan di gunung kandali yang tertancap
sada (lidi).