Salam semua, penulis kali ini akan menceritakan kelahiran Arya Setyaki, putra mahkota Lesanpura yang kelak mengabdi pada sepupunya, Prabu Kresna dan akan menjadi ksatria hebat di Perang Baratayudha. Sumber yang penulis pakai berasal dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan beberapa sumber lain yang tersebar di internet.
Pada
zaman dahulu kala, di tengah samudera tersebutlah seekor kepiting raksasa.
Kepiting ini raja para kepiting, ajudan Batara Rekathatama yang bernama Prabu
Yuyudana. Disamping itu, dia adalah pemuja Wisnu yang sangat taat. Menjelang akhir
kehidupannya, Prabu Yuyudana bersemedi dan berharap untuk menjadi tangan kanan
Batara Wisnu. Karena ketekunannya bertapa, kahyangan Jonggring Saloka
bergoncang. Kawah Candradimuka bergolak memuntahkan laharnya. Para bidadari dan
bidadara lari pontang-panting karena ada gara-gara. Bumi gonjang-ganjing,
langit kolap-kalip. Ombak di samudera bergelora dahsyat. Angin bertiup sangatlah kencang hingga membuat buih-buih samudera berterbangan.
Lalu turunlah Batara
Narada dan Batara Wisnu ke tempat Prabu Yuyudana. “raja kepiting yang hebat.
Hentikan semedimu. Tapa brata mu telah diterima Sanghyang Widhi. Apa yang
membuatmu keras sekali bertapa brata, tuan raja kepiting?” “mohon ampun,
pukulun Sang Narada. Hamba hanya ingin segera moksa, agar bisa menjadi tangan
kanan dewa pujaan hamba, Ida Batara Wisnu.” Batara Wisnu kemudian mendekat dan
berkata kepadanya “permintaanmu akan kukabulkan tapi tidak di saat ini. Tunggulah
aku menitis pada salah satu keturunan Wangsa Yadawa. Kelak kau akan menjadi
tangan kananku dalam penitisanku saat itu. Untuk sementara ini tinggalah di
alam penantian.” Demikianlah, Prabu Yuyudana kemudian moksa dan jiwanya
menunggu di alam penantian, menanti sang Wisnu menitis pada salah satu keturunan
Wangsa Yadawa.
Prabu Yuyudana bertemu Batara Wisnu dan Batara Resi Narada |
Ratusan
tahun kemudian, di kerajaan Lesanpura, Arya Ugrasena yang kini menjadi raja
bergelar Prabu Setyajid dihadap para menteri, punggawa, dan permaisurnya, Dewi
Wresini juga putri sulungnya, Dewi Setyaboma. Mereka membicarakan tentang pesta
siraman tujuh bulan yang akan diselenggarakan tiga hari lagi. Tiba-tiba Dewi
Wresini menyampaikan permintaannya “maaf, kanda Prabu. Maaf bila memotong
tiba-tiba. Aku punya sebuah permintaan. Aku ingin menunggangi seekor harimau
putih yang bisa bicara saat siraman besok.” Prabu Setyajid terkejut mendengar
istrinya mengidam permintaan itu. Lalu di saat yang tepat datanglah para
keponakan Prabu Setyajid. Mereka adalah Prabu Baladewa, Prabu Kresna, Prabu Yudhistira,
dan Raden Permadi. Rupanya, Prabu Setyajid masih belu sadar kalau ia Kresna adalah Gowinda yang dulu mengembalikan kalung Shamantaka waktu itu, tapi Prabu Kresna memilih merahasiakannya dan akan ia ungkap nanti. Setelah beramah tamah, Prabu Setyajid menceritakan tentang
idaman sang istri yang ingin naik harimau putih yang bisa berbicara. Prabu
Kresna mendamaikan hati pamannya “paman prabu, jangan berkecil hati dengan
permintaan bibi prameswari. Aku mendapat firasat bila anak yang dikandung bibi
prameswari bakal jadi orang besar. Jadi tak salah bila sekarang idamannya tidak
biasa.” Kemudian Raden Permadi mendapatkan ide untuk memasang grogol di hutan Harsawana.
Siapa tahu harimau itu ada disana. Prabu Setyajid setuju dan segera
memerintahkan para prajurit untuk menemani Raden Permadi memasang grogol di
hutan Harsawana.
Di
tempat lain, di pinggir kerajaan Lesanpura, Kerajaan Swalabumi berdiri. Rajanya
bernama Prabu Satyasa atau lebih sering disebut Prabu Tambakyuda sedang
gandrung dengan Dewi Wresini dan ingin memboyongnya ke Swalabumi. Sehubungan
dengan idaman Dewi Wresini yang ingin menunggangi harimau putih yang bisa
bicara,maka Prabu Tambakyuda mengutus patihnya, Singamulangjaya untuk membawa
Dewi Wresini mau atau tidak mau. Singkat cerita Patih Singamulangjaya berangkat
ke Lesanpura.
Di
hutan Harsawana, Raden Permadi, para punakawan dan para prajurit telah memasang
jebakan grogol. Lalu dari arah dalam hutan, muncul seekor harimau putih.
Beberapa prajurit dikejarnya lalu ketika mengejar prajurit itu, harimau itu
masuk ke jebakan dan meronta-ronta dengan bahasa manusia. “Tolong! Tolong!
Lepaskan Aku!. Kalau aku dilepaskan, aku akan menurut.” Raden Permadi kemudian
memerintahkan para prajurit untuk melepaskannya. Sesuai janjinya, setelah
dilepaskan harimau itu menjadi sangat jinak dan mau di bawa oleh Raden Permadi
ke Lesanpura.
Beberapa
hari kemudian, pesta siraman tujuh bulan di selenggarakan. Pesta berlangsung
meriah. Selain dari Amarta ada Prabu Yudhistira dan Raden Permadi, turut datang
pula Arya Bratasena untuk memeriahkan. Setelah melakukan prosesi siraman, sang
permaisuri Prabu Setyajid itu duduk diatas harimau putih idamannya. Kucing
besar itu nampak begitu anteng dan jinak ketika dinaiki Dewi Wresini. Namun,
setelah mereka semua lengah, tiba-tiba harimau putih itu kabur membawa Dewi
Wresini yang masih ada dipunggungnya. Prabu Setyajid dan tetamu undangan
terkejut melihat sang harimau berhasil kabur dan membawa permaisuri Lesanpura.
Tanpa banyak bicara lagi, Raden Permadi dan Prabu Kresna meminta izin pada
Prabu Setyajid untuk mengejar harimau itu.
Harimau
yang melarikan Dewi Wresini terus berlari jauh ke dalam hutan Harsawana. Dewi
Wresini ketakutan karena mengira dia akan di mangsa. Rasa takut itu membuat
bayi yang dikandungnya berontak. “tuan harimau, tolong berhenti, bayi ku
berontak ingin keluar.” Sang harimau mengerti lalu berhenti di tepi sendang
didalam hutan. Sang harimau kemudian berubah menjadi patih Singamulangjaya.
Rupanya itu hanya siasat untuk membawa kabur Dewi Wresini ke Swalabumi. Tanpa
disadari, Batara Narada datang bersama jiwa Prabu Yuyudana yang telah menanti
selama ratusan tahun untuk menjadi tangan kanan Batara Wisnu. Dewi Wresini
merasa kesakitan perutnya tanda akan melahirkan. Disaat yang sama, jiwa Prabu
Yuyudana menitis ke rahim sang permaisuri itu sehingga bersatulah dengan si
jabang bayi. Patih Singamulangjaya mencoba untuk menggugurkan kandungan yang
akan dilahirkan Dewi Wresini dengan memukul perutnya. Namun semakin dipukul,
Dewi Wresini tidak kesakitan dan sang jabang bayi justru lahir dengan selamat.
Bayi berkelamin laki-laki itu nampak sehat. Karena berpikir Prabu Tambakyuda
hanya butuh Dewi Wresini tanpa bayinya, Patih Singamulangjaya mencoba membunuh
sang jabang bayi. Dewi Wresini memohon sambil menangis agar anaknya jangan
dibunuh. Namun permintaannya tak dihiraukan. Patih Singamulangjaya mulai
memukuli si bayi namun anehnya si jabang bayi kulitnya sekeras kulit kepiting
dan kini dapat merangkak. Lalu si jabang bayi diangkat lalu dibantingnya tapi
si bayi tidak terluka sedikitpun malah si jabang bayi berubah menjadi anak
berusia tujuh tahun yang dapat berjalan dan berlari. Dewi Wresini memanfaatkan
lengahnya Patih Singamulangjaya dan berusaha kabur. Karena kesal, Patih
Singamulangjaya membanting dan menghajar si anak hingga terpental ke balik
semak-semak. Bukannya mati, justru si anak semakin kuat dan justru tangan si
Patih kesakitan. Lalu Patih Singamulangjaya berubah lagi menjadi harimau lalu
mencakar dan menendangnya hingga terpental jauh. Tanpa disadari, si anak
berubah menjadi pemuda berusia sembilan belas tahun berkumis dan berjanggut
tebal. Dewi Wresini yang berhasil kabur menyaksikan peristiwa ajaib itu lalu mendekati
putranya yang tumbuh dewasa dalam sekejap. Pemuda itu kemudian bertanya “hei,
perempuan. Siapa kamu?” “aku ibumu, anakku. Atas perlindungan Dewata, kau telah
tumbuh dewasa dalam sekejap.” Sang pemuda itu tak mengerti.
Di saat yang sama,
Batara Narada menampakkan diri di hadapan Dewi Wresini dan putranya lalu
memakaikan pakaian pada putra Dewi Wresini.” Cucuku Wresini, putramu adalah
orang pilihan yang dipilih oleh Batara Wisnu. Didalam tubuhnya telah menitis
jiwa raja kepiting pemuja Batara Wisnu yang taat. Dia akan menjadi orang hebat
di masa depan bersama keponakanmu, Kresna dan para Pandawa. Namailah dia Yuyudana.”
“baik pukulun, Batara Resi Narada.” Setelah Batara Narada menghilang kembali ke
kahyangan, Patih Singamulangjaya menemukan Dewi Wresini yang tadi sempat kabur
dan hendak menangkapnya. Arya Yuyudana kembali melawan penculik ibunya itu.
Setelah sekian lama bertarung, akibat tamparan Arya Yuyudana, sang patih itu
tewas seketika lalu ruhnya bersatu dengan Arya Yuyudana.
Arya Yuyudana Setyaki |
Dewi
Wresini sangat bangga dengan kehebatan putranya itu. Singkat cerita, mereka
harus kembali ke Lesanpura untuk memberitahu kabar gembira ini. Di tengah
perjalanan, mereka diserang oleh Raden Permadi. Di kejauhan, Prabu Kresna dan
Ki lurah Semar hanya mengawasi. Arya Yuyudana memaki mereka “ hei,apa yang kau
lakukan. Kau mau melukai ibuku??” raden Permadi
menyangkalnya “Hei tutup mulutmu. kau pasti penculik bibi prameswari
Dewi Wresini. Lepaskan dia! Kakang Madawa, bantu aku.” Prabu Kresna tak mau
gegabah, lalu nampak berjalan tenang lalu melerai perkelahian mereka. Di saat
yang sama Batara Narada dan Ki Lurah Semar kembali muncul dan menjelaskan bahwa
mereka itu bersaudara sepupu. Setelah Batara Narada menghilang, Dewi Wresini
menceritakan apa yang dialaminya. Raden Permadi dan Prabu Kresna terkesan
dengan pengalaman bibi mereka. Mereka pun memeluk Arya Yuyudana dan kembali
melanjutkan ke Lesanpura.
Sesampainya
di Lesanpura, Prabu Setyajid menerima kedatangan istri dan para keponakannya.
Dia bersyukur istrinya dapat diselamatkan.lalu dia bertanya “istiku, siapa pria
muda yang disebelahmu? Dia terlihat mirip denganku waktu muda dulu.” “suamiku,
ini anak kita.” Prabu Setyajid terkejut dan menanyakan apa yang terjadi
sebenarnya. Dewi Wresini menceritakan bagaimana dia diculik patih Swalabumi
yang menyamar jadi harimau, bagaimana dia melahirkan dan bagaimana putra mereka
bisa tumbuh dewasa dalam sekejap. Prabu Setyajid ragu akan kebenaran cerita
itu. Sebelum dia berbicara, tiba-tiba datang seorang prajurit mengabarkan
pasukan Swalabumi mengamuk di dekat kotaraja. Prabu Setyajid geram lalu
memerintahkan para Prajurit. Namun Arya Yuyudana mendekati ayahnya “ayahanda,
biar aku saja yang memimpin dan menghadapi mereka. Bila aku berhasil
mengalahkan mereka, jangan ragukan lagi kesaksian ibunda prameswari.”
Arya
Yuyudana berangkat ke medan pertempuran bersama Arya Bratasena. Pertempuran di
alun-alun antara Lesanpura dengan Swalabumi berlangsung sengit. Dengan bantuan
Arya Bratasena, prajurit Lesanpura berhasil memukul mundur prajurit Swalabumi
sehingga mereka kucar-kacir. Sementara itu, Prabu Tambakyuda terus
memukul-mukul tubuh Arya Yuyudana dengan gada miliknya. Anehnya, bukan tubuh
Arya Yuyudana yang jatuh terpental malah gada milik Prabu Tambakyuda yang
terpental. Karena tak bersenjata lagi, Prabu Tambakyuda menantang Arya Yuyudana
bertanding tangan kosong. Setelah beberapa lama, Prabu Tambakyuda dibanting
lalu kepalanya dibentur-benturkan ke sebuah batu besar hingga tewas. Secara
ajaib, ruh Prabu Tambakyuda bersatu dengan kekuatan fisik Arya Yuyudana. Prabu
Setyajid yang melihat dari kejauhan memeluk Arya Yuyudana dan mengakuinya
sebagai putranya. “putraku, kau berhasil. Dikarenakan keberaniaanmu, kau akan
dijuluki sang Wresniwira. Hari ini pula, aku mengangkatmu sebagai putra
mahkotaku dan ku namai kau Pangeran Setyaki.” Sorak sorai membahana luar biasa
diantara para prajurit dan tentara yang ada disana. Arya Yuyudana akhirnya
dikenal sebagai Arya Setyaki. Agar kesaktiannya terarah, Prabu Setyajid meminta
Raden Permadi untuk membimbing putra mahkotanya itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar