Rabu, 30 Januari 2019

Kisah Kasih Bhisma dan Dewi Amba


 Hai semua. I'm comeback. Bisa nulis lagi setelah sekian lamanya. Kali ini saya mau menceritakan kisah kasih Maharesi Bhisma dengan seorang putri bernama Amba. Disini juga dikisahkan kematian  adik kedua Bhisma, Prabu Citragada, sayembara memperebutkan para putri kerajaan Giyantipura dan pernikahan Prabu Wicitrawirya dengan dewi Ambika dan Ambalika. sumber yang diambil dari Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa dan dari serial televisi Karmapala karya Imam Tantowi yang dipadukan dengan unsur pedalangan Jawa

Tak terasa 25 tahun telah berlalu. Prabu Sentanu pun lengser keprabon madeg pandhito*0.Di lain tempat, saudara kembar Dewi Satyawati, Durgandana yang juga ipar sang Prabu baru menjadi raja di kerajaan Wiratha bergelar Prabu Matsyapati menggantikan ayahnya, Prabu Wasuparisara. Kini, tahta Hastina diberikan kepada putra pertamanya dengan Dewi Satyawati, Raden Citragada. Di tahta itu bersebelahan pula dengan kakak dan adik-adik Citragada, Bhisma Dewabrata, Raden Wicitrawirya dan Dewi Bandonsari. Raden Citragada dan Raden Wicitrawirya berbeda sekali perangainya. Citragada bersifat sombong, keras kepala dan cenderung pemarah tapi Wicitrawirya sangat lembut, baik, lagi pemaaf. Didekat Dewi Bandonsari, duduklah sang ibu ratu, Dewi Satyawati. Didalam hati sang ibu ratu, rasa senang, sedih, dan takut bercampur aduk. Senang karena putranya bisa menjadi raja Hastina, sedih jua karena akan berpisah dengan sang suami dan rasa takut menyerapnya ketika Citragada sesumbar untuk menaklukan kerajaan-kerajaan di sekeliling Hastina. Benarlah hal yang ditakutkan Dewi Satyawati, tak lama setelah menjadi raja, Citragada memerangi kerajaan Kausala, Purwanegari, Bahlika, Waranawata dan negara-negara lain di sekitar Kerajaan Hastinapura. Semua dijadikan tanah taklukan dan para penduduknya disiksa habis-habisan dengan upeti yang tinggi. Karena itu, ibu ratu meminta Bhisma berusaha untuk membujuk Citragada“Rayi Prabu, jangan perlakukan penduduk di tanah jajahan seperti budak dan hentikan menaklukan negeri-negeri tetangga. Lebih baik rayi prabu segera menikah demi kelangsungan tahta di negara ini” Mendengar ceramah itu, Prabu Citragada sangat marah “Cuih, apa yang kanda katakan? Aku tidak mau pikiran ku pada negara terpecah oleh urusan anak, isteri, dan hal remeh-temeh macam itu. Aku ingin menciptakan negara ini adidaya bahakan hingga sampai ke puncak Jonggring Saloka dan aku bersumpah selama Jonggring Saloka belum menjadi wilayah kekuasaanku, aku tidak akan kawin!” tiba-tiba petir dan kilat menyambar atap menara istana. Bhisma merasa ini akan menjadi murka dewata mengingatkannya “jangan main-main dengan sumpah. Semoga petir tadi adalah peringatan buatmu bukan murka dewata padamu!”
Pertemuan pertama Abiyasa dan Bhisma
Kesombongan Citragada membuat puncak Candradimuka bergolak dan membuat para bidadari  pontang-panting kepanasan. Dewata sudah gerah dan kesal dengan perbuatan Citragada yang sudah kelewat batas. Batara Guru pun mengutus seorang raja Gandarwa*1 untuk menghukum Citragada dan membawanya ke neraka Candradimuka. Kebetulan Prabu Citragada dan Bhisma sedang berburu di hutan, kemudian raja Gandarwa itu datang dan menangkapnya. Bhisma yang menyadainya segera mengejar Gandarwa itu.Citragada berteriak kesakitan dihajar habis-habisan tanpa diberi kesempatan untuk menyerang. Suara itu membangunkan seorang pertapa muda berkulit gelap yang sedang samadi. Pertapa itu ditemani 4 orang punakawan*2. Mereka adalah Raden Abiyasa, putra petama Dewi Satyawati dengan Resi Parasara dan Ki Semar, Gareng, Petruk, dan Bagong. Lalu dia dan punakawannya itu mengikuti asal suara itu. Tak lama mereka berjalan, Mereka menemukan jenazah seorang pria penuh lebam. Tiba-tiba gandarwa datang menyerangnya. Tanpa pikir panjang sang Abiyasa membalas serangan itu. Tak butuh berlama-lama, gandarwa itu kalah dan kembali ke langit. Setelah mengalahkan gandarwa, tiba-tiba Abiyasa diserang lagi oleh seorang lelaki yang berusia sama. Mereka pun bertarung amat sengit, sama-sama kuat dan tangkas menggunakan senjata dewa. Ketika mereka hendak beradu senjata panah, tiba-tiba muncul suara dari langit “Hentikan, sesama saudara jangan betengkar” Lalu turunlah seorang dewa. Dewa itu berbadan tambun dan berwajah ala kadarnya. Dia lah Batara Narada. “Anakku Bhisma, dia yang bertarung denganmu itu saudara mu, dia anak ibu Satyawati. Namanya Abiyasa dan Abiyasa kenalkan ini Bhisma, putra Prabu Sentanu, ayrah tirimu. Ketahuilah, kalian berdua masih berdarah Baharata. Sebaiknya kalian upacarai jasad adik kalian agar mencapai kesempurnaan. Kakang Semar ya kakang Ismaya, kutitipkan dua ksatria bagus ini untuk kau bimbing. Kelak mereka lah menjadi tonggak sejarah Hastinapura” “baik, adi Narada. Titip juga adiku, Manikmaya si Bathara Guru hehehe. Jangan sampai dia salah bertindak seprti peristiwa itu” stelah Semar mengakhiri perbincangan,Tak lama, Batara Narada naik kembali ke kahyangan. Lalu Bhisma dan Abiyasa saling berpelukan dan meminta maaf lalu membawa jenazah Prabu Citragada kembali ke istana. Dewi Satyawati terpukul akan kematian Citragada dan menyarankan Wicitrawirya untuk segera menikah setelah menjadi raja. Kesedihan sang dewi terobati setelah bertemu dengan putra pertamanya, Abiyasa.
Tak lama setelah Wicitrawrirya dilantik menjadi raja, Abiyasa dan Bhisma datang menghadap memberitahu adiknya tentang sayembara tanding di Kerajaan Giyantipura . Siapapun yang bisa mengalahkan putra sulung dan kedua Prabu Kasindra, Ditya Wahmuka dan Ditya Arimuka, berhak menikahi tiga putrinya, Dewi Amba, Ambika, dan Ambalika. Mendengar undangan itu, ibu ratu mengajukan Bhisma saja yang datang untuk menjadi wakil Prabu Wicitrawirya.”anakku Bhisma, ikutilah sayembara di negeri Giyantipura. Jadilah wakil adikmu. Dengan kesaktianmu kau bisa mengalahkan mereka.” “Baiklah, ibu ratu. Ananda akan datang dan memboyong putri-putri itu.”. berangkatlah Bhisma ditemani Ki Semar dan para putranya. Mereka pun sampai di negeri Giyantipura setelah menempuh perjalanan dua hari dan sayembara sudah dimulai. Ditya Wahmuka dan Ditya Arimuka sudah mengalahkan para pelamar. Ketika Bhisma hendak naik gelanggang, Semar membisikkan sesuatu “ Raden, lumuri dulu tangan mu dengan kunyit dan baca doa ruwat saat kalian bertanding. Itulah cara mengalahkan Wahmuka dan Arimuka” “Terima kasih, kakang Semar. Akan kupakai cara dari mu.”
Sayembara Dewi Amba, Ambika, dan Ambalika
Setelah melumuri tangannya dengan bubuk kunyit, Bhisma naik dan bertarung dengan Wahmuka dan Arimuka. Pertarungan amat sengit. Senjata-senjata mereka beradu bagai kilat. Ketika bertarung dengan tangan kosong, Bhisma mulai membaca doa ruwat dan begitu tangannya menyentuh dua raksasa putra Prabu Kasindra itu, kedua raksasa itu tumbang tak berdaya lagi bahkan tewas dan berubah menjadi debu. Bhisma dinyatakan sebagai pemenang sayembara. Tatkala hendak memboyong para putri, datanglah seorang ksatria bagus.”Hei, kisanak. Tunggu sebentar, kau belum mengalahkan aku. Aku Salwa, raja negara Saubalapura, kekasih Dewi Amba. Kudengar kau itu Resi Brahmacarin tapi sekarang kau hendak mengawini adik-adik Amba? Huh, budimu itu tak lebih dari budi raksasa !. Kalau kau ingin membawa adik-adikanya, lawan aku dulu” Bhisma dan para hadirin yang ada disitu terkejut, namun sebagai seorang ksatria pantang menolak tantangan. “Dengar,Salwa. Ketahuilah, aku kesini ikut sayembara untuk mewakili adiiku, Wicitrawirya,tapi karena mulut lancangmu dan kau ingin menantangku,akan ku ladeni tantanganmu!” Bhisma dan Salwa bertarung dengan hebat. Tapi karena sombong, Salwa bisa dikalahkan dengan mudah. Ketika Salwa hendak dipiting, Dewi Amba meminta dengan belas kasih untuk membebaskan Salwa. “Bhisma, tolong lepaskan Salwa. Akulah Amba. Tolong lepaskan dia!” Bhisma tahu diri dan melepaskan Salwa. Salwa pun berterima kasih atas kemurahan Bhisma dan meminta Amba untuk melepas kisah cinta mereka. Setelah memohon diri, Bhisma dan para putri boyongan berangkat ke Hastina. Dewi Amba tidak mau menikahi Wicitrawirya. “Bhisma tolong nikahilah aku. Kau sudah mengalahkan Kakang Salwa.” Bhisma sebenarnya ingin menikahi Amba tapi sudah terikat sumpahnya “ Dinda Amba, aku tak bisa menikahimu. Aku telah terikat sumpahku tidak kawin seumur hidup. Aku ikut sayembara untuk mewakili adikku. Lebih baik menikahinya bersama adik-adikmu” Amba merasa terhina dan marah“ Kakang Bhisma, tak kusangka kau perlakukan aku seperti sampah. Aku tak terima. Aku akan datang lagi untuk membuatmu melepas sumpahmu”. Amba pun pergi meninggalkan Bhisma.
Sesampainya di Hastinapura, Bhisma dan para Punakawan menyerahkan para putri boyongan. Pada hai yang dianggap baik, diselenggarakanlah pesta perkawinan tujuh hari tujuh malam. Di tegah pesta itu, datanglah Dewi Amba dan seorang dewa bertubuh tinggi. Bhisma mengenali dewa itu. Dia Batara Resi Ramabargawa.
Bhisma melawan gurunya sendiri, Batara Resi Ramabargawa
Ramabargawa datang untuk membujuk Bhisma untuk menikahi Amba “ Anakku, Bhisma. Aku kesini datang bersama Amba untuk memenuhi permintaannya. Nikahi dia.”. Bhisma merasa keberatan dan menolaknya “Ampun, guru. Bukan hamba menolak, hamba sudah terikat sumpahku. Aku tidak akan membatalkan sumpahku, siapapun yang memintanya karena inilah bentuk dharma ku sebagai ksatria .”Batara Ramabargawa merasa tersinggung “ Bhisma, kau sudah menelantarkan seorang wanita dan sekarang kau hendak melawan gurumu sendiri. Sekarang rasakan kemarahanku” Bhisma pun diserang oleh Batara Ramabargawa. Pertarungan mereka sengit sekali sampai keluar ibukota Hastinapura. Pesta pun dihentikan. Mereka terus bertarung hingga seluruh alam merasakan pengaruhnya. Hujan turun salah musim. Gempa bumi terjadi dimana-mana. Angin dingin bertiup kencang bahkan sampai ke kahyangan. Tiba-tiba Batara Guru datang melerai “Hentikan pertarungan mu, Parasurama*3, Bhisma. Perbuatan kalian telah membuat kahyangan geger. Parasurama, muridmu ini sudah digariskan oleh Ida Hyang Widhi Wasa*4 membujang selamanya dan kamu, Bhisma. Kelak perlakuanmu pada Amba akan mendapat karmanya. Ingat itu”. Setelah iu Batara Guru menghilang dan Batara Ramabargawa bersumpah tidak akan mengajarkan ilmunya pada para bangsawan.
Dewi Amba merasa kasihnya tak sampai dan gagal membujuk Bhisma, melakukan bunuh diri dengan loncat ke api. Sebelum loncat, Dewi Amba pun bersumpah “ kakang Bhisma, Kasihku padamu memang tak sampai di dunia ini tapi dengarlah sumpahku.. Kelak ada seorang prajurit wanita yang akan mampu mengalahkanmu dan di saat itulah aku akan menjemputmu.”. Bhisma menerimanya dengan lapang dada dan menunggu kesempatan itu.
Permohonan Dewi Amba
Setelah bakar diri, sukma Dewi Amba yang sedang mengembara berdoa pada Batara Kartikeya memohon petunjuk. Tiba-tiba Batara Kartikeya yang juga disebut Batara Rare Kumara muncul “ Amba, permohonanmu akan ku kabulkan. Lemparkan puspamala*5 ini ke balairung istana Pancalaradya. Siapapun yang mengambilnya, dia yang kelak mengalahkan Bhisma. Dia adalah titisanmu.”Dewi Amba menerima puspamala itu dan membawanya ke Kerajaan Pancalaradya. Sesampainya disana, Dewi Amba melemparkannya ke balairung istana dan tak ada siapapun yang berani mengambilnya. Kelak puspamala itu diambil oleh salah satu cucu Prabu Gandabayu, raja kerajaan Pancalaradya.




*0 Lengser dan mulai mempersiapkan diri untuk menghadap kehidupan yang lebih kekal

*1 Sejenis Makhluk halus.
*2 Punakawan adalah pengikut para ksatria. Biasanya mereka sering mengingatkan junjungan mereka bila mereka salah.
*3 Parasurama adalah gelar Ramabargawa setelah diangkat menjadi Dewa. Ramabargawa adalah seorang resi yang hidup sejaman dengan Rahwana dan Harjuna Sasrabahu. Karena kematian ayah dan ibunya ditangan para bangsawan, Ramabargawa melakukan perjalanan keliling dunia sembilan kali untuk menghabisi para bangsawan lalim. Dia adalah titisan Batara Wisnu bersama Harjuna Sasrabahu. Dia dikalahkan oleh Ramawijaya yang juga sesama titisan Wisnu.
*4 Sebutan untuk Tuhan yang Maha Tunggal dalam agama Hindu
*5 kalung bunga teratai

Tidak ada komentar:

Posting Komentar