Hai-hai. akhirnya bisa nulis lagi. kali ini aku nulis salah satu senopati agung sekaligus Maharesi yang merupakan sesepuh ing Hastina yaitu Bhisma Dewabrata.dan saya juga menceritakan pernikahan Dewi Satyawati yang kedua kali dengan Prabu Sentanu, ayah Bhisma. Saya mengambil sumber dari Kitab Mahabharata karya Mpu Wyasa yang diselaraskan dengan unsur pedalangan jawa.
Alkisah jauh dari desa Matsyah, terdapat
sebuah negara kaya raya yang gemah ripah loh jinawi. Hastinapura namanya.
Rajanya arif bijaksana. Prabu Sentanu namanya. Dia keturunan Baharata yang
agung. Walaupun demikian, sang prabu berduka karena putranya dibawa pergi oleh
sang isteri lima belas tahun yang lalu karena melanggar janjinya kepada sang
isteri. Karena kerinduannya itu, suatu hari sang prabu pergi berburu di pinggir
bengawan Gangga, kudanya dihadang oleh seorang pemuda tampan dan gagah. Sang
prabu bertanya “Siapa kamu anak muda? Berani kau menghadang kudaku!” “aku Ganggadata,
pembela rakyat yang ada di lembah Gangga ini. Berikan hartamu atau kau akan
menghadapi kerisku, orang kaya!”. Prabu Sentanu sangat tersinggung dan
terjadilah perang tanding. Perang tanding akhirnya berhenti oleh kemunculan
seorang wanita dari Bengawan Gangga. Sang Prabu mengenal wanita itu.
Dewabrata, sang Ganggadata |
Dialah dewi Gangga, permaisurinya yang dulu
pergi membawa putranya. Sang dewi melerai ”Hentikan anakku, dia ayah
kandungmu.” Sahut Ganggadata“benarkah itu Ibunda?” Dewi Gangga datang dan menceritakan
segalanya pada Ganggadata “begini anakku, dahulu sebelum ibu menikah dengan
ayahmu, datanglah delapan orang wasu*0 yang dikutuk oleh Begawan
Wasista. Para wasu itu memohon pada ibu untuk menjadi sarana untuk terbebas dari
kutukan dan ketika ibu menikah, ibu memberikan pesan pada ayahmu. Apapun yang
ibu lakukan walaupun itu berupa kekejian, ayahmu tidak oleh menegur apalagi
memarahi ibu. Karena itu, setiap anak yang ibu lahirkan, akan ibu larung ke
Bengawan Gangga untuk membebaskan dosa mereka karena mereka adalah para wasu
yang dikutuk dan ayahmu tidak boleh marah. Hal itu ibu lakukan selama 7 kali. Awalnya
ayahmu sanggup menahan marahnya. Lalu pada kelahiran anak ke-8 ayahmu tak tahan
lagi lalu menegur dan memarahiku. Setelah menjelaskan semuanya, ibu dan bayi
itu, yaitu kamu Ganggadata ikut naik ke kahyangan dan ibu membawamu berguru pada
gurumu, Ramabargawa” Ganggadata terperanjat “Benarkah itu, ibunda? Oh Jagat
Dewa Batara, Inikah yang disebut pertemuan yang hamba rindui itu. Bertemu
dengan Ayahanda yang tak pernah hamba temui. Sembah bhekti padamu, Ayahanda
Prabu” sang prabu menerima sembah bhektinya“Tidak apa anakku, yang penting kau
sudah mengerti. Ganggadewi, marilah kita kembali ke keraton bersama anak kita”sang
Dewi menolak karena tugasnya sebagai manusia telah selesai dan harus kembali ke
kahyangan dan menyarankan untuk mencari istri yang baru.
Sang prabu tak bisa berbuat apa-apa lagi melihat sang
Dewi terbang kembali ke kahyangan. Setelah kembali ke keraton, Ganggadata
dilantik menjadi Yuwaraja*1 dan namanya diganti menjadi Dewabrata.
Lima tahun setelah peristiwa itu, sang prabu pergi berburu bersama Dewabrata.
Tanpa disadari, kuda sang prabu Sentanu menginjak akar mimang*2
sehingga tersasar masuk jauh ke dalam hutan. Berhari-hari sang prabu
berputar-putar di hutan itu, sehinggalah dia mendengar gemericik air dan orang
bicara. Lalu sang prabu mengikuti suara itu dengan kudanya sehinggalah dia
masuk ke sebuah desa. Desa itu bernama desa Matsyah, desanya para nelayan di
pinggir bengawam Yamuna. Sang prabu melihat ada seorang dara cantik yang aroma
badannya harum sedang membawa bakul berisi ikan asin. Seakan penasaran, diikutilah
dara itu sampai lah ia disebuah gubuk tua dipinggir bengawan. Itulah rumah Ki
Dasabala, kepala desa itu. Kemudian sang prabu pun bertamu dirumah Dasabala
“Permisi ki sanak.aku tersesat. Sudah berhari-hari aku mencari jalan pulang.
Bolehkah aku beristirahat sejenak disini?” “silahkan, Tuanku. Sudilah Tuanku
beristirahat di gubuk reyot ini.” “Terima kasih ki sanak”. Saat sang prabu
berehat, dilihatlah dara cantik itu. Terpesonalah dia dengan cara sang dara
menyambut tamu. Dia memberanikan dirinya bertanya”sang dewi, siapakah nama
andika? Dari caramu menyambutku jelas kau bukan wanita biasa. Sebelum itu
perkenalkan, aku Sentanu, raja dari Hastinapura.” Dewi Satyawati sekeluaga
terkaget “Ampun, sang prabu atas ketidaktahuaan hamba sekeluarga. Apabila
paduka ingin tahu tentang siapakah Satyawati, tanyakanlah langsung padanya
karena kami hanya orang tua angkatnya.” lalu sang Dewi menceritakan siapa
diinya dan asal usulnya. Sang prabu yang dari sejak bertemu merasa jatuh hati
pada Satyawati berniat untuk menikahinya. “sang dewi, semenjak awal aku
bertemu, aku telah jatuh hati padamu. Aku ingin menikahimu dan memboyongmu ke
keraton Hastina” sang dewi menjawab sambil memandang langit “sang prabu,
siapapun tak mampu berani untuk menolak pinanganmu. Namun aku sudah bersumpah.
Aku bersumpah, siapapun yang mau menikah denganku, maka anak keturunanku lah
yang harus menjadi raja.” Bagai tersambar petir di siang bolong, Seketika sang prabu terperanjat dan termangu-mangu
karena sumpah itu.
Sang prabu kemudian berpamitan pada sang Dewi untuk
kembali ke Hastinapura. Sang prabu merasa dirinya tak sanggup untuk memenuhi
persyaratan semacam itu. Tak lama kemudian sang prabu berjalan, Dewabrata menemukannya.
Dewabrata yang tadinya harap-harap cemas kini tampak kembali bahagia. Tapi
tidak dengan sang prabu Sentanu, sejak kembali ke istana dia senantiasa
bermuram muka karena memendam rasa pada Dewi Satyawati tapi takut untuk
mengecewakan putnya dan rakyatnya. Karena terlalu berpikir keras sang prabu pun
jatuh sakit. Dewabrata merasa cemas atas kesehataan ayahnya yang menurun.
“Ayahanda, ada apakah ini? Mengapa jadi seperti ini? Sudah lima hari ayahanda
tak makan, hingga sakit begini? Ada masalah apa ayahanda? Jika ada masalah, ceritakanlah
padaku, ayahanda.” Sang prabu pun menceritakan masalah cintanya. Dewabrata berusaha
membesarkan hati ayahnya”lalu apa susahnya ayahanda, menerima lamaran Nini Dewi?
Toh yang akan memerintah Hastina tetap putra ayahanda prabu” “begini anakku, aku
tak ingin mengorbankan tahtamu demi keinginan pribadiku.” Lalu tak disangka
Dewabrata melakukan sumpah dihadapannya.“dengarkan lah sumpahku, wahai ayahanda
prabu. Aku bersumpah tidak akan menjadi raja dan merelakan tahta itu serta aku
bersedia mengabdikan diri sepenuh jiwa
ragaku pada negaraku, Hastinapura.” Setelah bersumpah demikian, sang prabu
merestuinya. Dewabrata pamit untuk melamarkan ayahnya.
Sumpah prasetya Bhisma Dewabrata |
Sesampainya di rumah sang dewi, Dewabrata mengutarakan pada sang dewi bahwa
Ayahandanya telah bersedia dan dirinya sudah rela atas tahta itu. Sang dewi mau
menyanggupi hal itu. tapi ia berkata pada Dewabrata “aku menghargai keputusan
ananda untuk merelakan tahta. Tapi bagaimana dengan anak keturunan ananda nanti?
Saya tidak mau anak–anak keturunan saya akan berseteru dengan anak keturunan
ananda.” Tanpa pikir panjang dan atas rasa cintanya terhadap sang ayahanda,
Dewabrata melakukan sumpah prasetya untuk menjadi Brahmacarin*3. “Demi
seisi langit dan bumi, disaksikan para dewa di kahyangan, aku bersumpah idak
akan kawin seumur hidup. Seisi jagat raya akan mengutukku bila aku menikah.” Sekeika
itu pula, bumi gonjang-ganjing, air bengawan Yamuna mengalir deras, angin topan
bertiup kencang, dan halilintar serta kilat menyambar-nyambar dengan gelegar begitu
dahsyat menakutkan. Pengaruh sumpah itu bahkan membuat kahyangan berguncang dan
kawah Candradimuka meledak mengeluarkan hawa panas. Dewabrata mendengar suara dari
langit. Itulah suara Batara Guru, sang penghulu para dewa. Batara Guru berujar
dari kahyangan Jonggring salaka“Wahai Dewabrata, keluhuran budimu dan kedahsyatan
sumpahmu telah mebuat kahyangan berguncang. Karena itu, kau boleh menentukan waktu
kematianmu sendiri sesuai kehendakmu.dan kamu akan ku anugerahi sebuah nama agung
yang bisa kau sandangkan didepan namamu, Bhisma” Seketika hujan bunga jatuh di
hadapannya dan dewi Satyawati. Sejak saat itu Dewabrata dipanggil Bhisma
Dewabrata dan sejak itu pulalah Bhisma dianugerahi umur yang panjang dan selalu
sehat. Akhirnya Prabu Sentanu menkah dengan Dewi Satyawati. Rumah tangga mereka
berlangsung sangat harmonis dan dari rahim sang Dewi, Prabu Sentanu dkarunai
dua orang putra yaitu Citragada dan Wicitrawirya.
*0 :
Wasu adalah manusia setengah dewa. Mirip konsep bidadara
*1 : Gelar raja muda (putra mahkota)
*2 : akar gaib yang membuat orang tersasar
*3 :
Brahmacarin adalah orang yang seumur hidupnya tidak kawin ; hidup selibat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar