Sabtu, 25 Januari 2020

Wahyu Purbalaras (Dewi Kuntulwilanten)


Salam semua, semoga pembaca dirahmati oleh Tuhan yang Maha Kuasa. kisah kali ini mengisahkan turunnya Wahyu Purbalaras pada seorang putri bernama Dewi Kuntulwilanten dan wahyu ini menjadi perbutan para raja di Jawadwipa. Dikisahkan pula bagaimana adik-adik Dewi Kuntulwilanten, yaitu para putra Slagahima mengabdi di Amarta (Indraprastha) dan dosa zina sesama saudara antara Prabu Jatahgimbal dengan sang adik, Dewi Jathagini akibat tipu muslihat Arjuna. Kelak anak hasil perzinahan mereka akan muncul pada Perang Bharatayuda. Sumber untuk kisah ini dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan blog caritawayang.blogspot.com yang penulis olah sedemikian rupa dan diubah seperlunya.
Kerajaan Amarta, Hastinapura, dan beberapa kerajaan di Jawadwipa dilanda berbagai macam bencana alam. Banjir terjadi dimana-mana. Di pegunungan terjadi longsor yang menutup aksas jalan. Panen menjadi gagal karena hasil bumi terendam air banjir dan tanah yang runtuh. Topan badai yang terjadi berhari-hari membuat jalur perdagangan antarnegara di Jawadwipa terhambat. Topan belum berakhir, para penduduk dilanda berbagai macam penyakit, mulai dari penyakit kulit, flu berat, demam tis, hingga hipotermia karena semua selimut terendam banjir. Banyak anak-anak dan orang lanjut usia yang menderita. Di Amarta sendiri, orang-orang dari desa sebagian besar pindah ke kotaraja Indraprastha dan membuat kotaraja menjadi sesak. Para Pandawa mulai kerepotan dengan permasalahan yang dialami para kawula. Terutama Prabu Yudhistira, sebagai pemimpin negara dia merasa bertanggung jawab atas para rakyat dan kawula yang dipimpinnya. Karena itu sejak para penduduk mulai menyesaki kotaraja Indraprastha, dia aktif membantu para warganya. Di sela-sela waktu, dia menyepi di dalam sanggar dan mulai berpuasa tujuh hari tujuh malam. Di tengah penyepiannya, dia tertidur dan dalam tidurnya, dia mendapat ilham berupa wangsit dari Ida Sanghyang Widhi yang Maha Tunggal.”Yudhistira Puntadewa, ketahuilah. Berbagai cobaan dan bencana yang terjadi beberapa hari ini karena akan turun sebuah wahyu yang agung. Wahyu Purbalaras namanya. Pergilah ke wilayah Gending Kapitu, ke negeri  Slagahima. Ikuti sayembara disana memeperebutkan putri raja negeri itu. Wahyu itu akan turun pada putri prabu Dewajumanten dari negara Slagahima. nama putri itu Dewi Kuntulwilanten. Barangsiapa yang menikahi Dewi Kuntulwilanten, maka ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan akan mengikuti raja yang menikahi Kuntulwilanten.” Lalu prabu Yudhistira terbangun dan segera memberitahukan wangsit itu pada adik-adiknya dan sang permaisuri, Dewi Drupadi. Dewi Drupadi awalnya keberatan. Namun karena ini semua demi ketentraman negara, Dewi Drupadi luluh dan bahkan merestui sang suami agar berhasil dalam sayembara..
Sementara di Hastinapura, Prabu Duryudana dihadap Maharesi Bhisma, Resi Dorna, Adipati Karna, Patih Arya Sengkuni, Arya Dursasana dan beberapa adik-adiknya para Kurawa. dia membicarakan mimpinya semalam “kakek Maharesi, semalam aku mendapatkan wangsit tentang Wahyu Purbalaras. Wahyu itu akan turun pada Dewi Kuntuwilanten, putri dari Slagahima. Barangsiapa yang menikahi Dewi Kuntulwilanten maka wahyu Purbalaras akan datang. Kedamaian dan ketentraman akan berlaku di negeri yang rajanya menikahi Kuntulwilanten. Pikiranku kalut karenanya. Aku menginginkan wahyu itu tapi aku sudah bersumpah setia pada dinda Banowati dan tidak akan pernah menikah lagi seumur hidup. Apa kakek Maharesi ada saran untuk masalah ini?” “cucu prabu, dulu saat aku masih muda, aku pernah ikut sayembara memperebutkan Dewi Ambika dan Ambalika untuk mewakili adikku Wicitrawirya. Cobalah cucu prabu ikut sayembara tapi diwakilkan oleh orang lain seperti yang sudah pernah cucu lakukan dulu.” Prabu Duryudana menimbang-ninmbang dan akhirnya dia bersedia. Dia menunjuk Adipati Karna saja yang menikahi Dewi Kuntulwilanten. Adipati Karna menolak karena dia juga bersumpah setia pada sang istri tidak akan mengambil istri lagi tapi dia bersedia ikut sayembaranya saja. Lalu, Prabu Duryudana meminta pertimbangan pada sang istri, Dewi Banowati “dinda Banowati, aku akan pergi ke Salagahima mengikuti sayembara memperebutkan Dewi Kuntulwilanten, putri negara itu. Konon barangsiapa raja yang menikahinya, maka akan turun wahyu yang bisa membuat negaranya aman damai sejahtera.” Dewi Banowati awalnya merengut namun setelah beberapa kali dibujuk akhirnya dia mau. Dewi Banowati ingin menguji seberapa besar kesetiaan sang suami ketika mendapat dilema seperti ini “ya sudah. Kanda Prabu berangkatlah. Ini juga demi negeri kita tercinta. Aku tak bisa menjanjikan kemenangan buat kanda prabu.” “tidak apa dinda, doa dinda sudah cukup buat kanda.” .
Sementara itu, di negeri Slagahima, prabu Dewajumanten dihadap-putra-putranya yaitu Raden Gagakbaka, Raden Jangetinelon, Raden Podangbinorehan, Raden Dandangminangsi, Raden Celengdemalung, dan Raden Menjanganketawang. Mereka adalah adik-adik Dewi Kuntulwilanten. Dewi Kuntulwilanten, sang kakak sulung berwajah cantik berseri. Kulitnya putih bersih dan lembut bagaikan kapas. Rambut indahnya tergerai panjang berwarna pirang keemasan namun kini sang dewi menghilang padahal telah berdatangan para raja dan pangeran untuk melamarnya. Apalagi telah tersiar kabar turunnya wahyu Purbalaras pada sang putri. Prabu Dewajumanten menjadi pusing karenanya. “anak-anakku, kakak kalian telah dilamar oleh para raja dan pangeran, kini dia menghilang katanya menjemput wahyu Purbalaras tapi gak menyebutkan dimana tempatnya. Sekarang para raja dan pangeran pada gusar menunggu jawabannnya.” Raden Gagakbaka pun ikut bicara “ayahanda Prabu, daripada menunggu, izinkan kami berenam mengadakan sayembara tanding saja. Siapapun yang berhasil mengalahkan kami berenam, dia yang berhak menikahi Yunda Wilanten.” “betul ayahanda, kami mendukung apa yang kakang Gagakbaka bilang” sahut Raden Dandangminangsi dan yang lainnya. Akhirya Prabu Dewajumanten menyetujui dan mempersilahkan melaksanakan sayembara tanding. Demikianlah, sayembara tanding berlangsung di gelar di alun-alun Slagahima. Para raja dan pangeran banyak yang kalah dengan keenam putra Prabu Dewajumanten. Di saat yang sama, para Kurawa datang. Para Kurawa tak ada bedanya dengan para penantang sebelumnya. Lalu turunlah Adipati Karna. Awalnya Adipati Karna mampu membuat keenam putra Slagahima terdesak namun karena bersikap angkuh akhirnya dia lengah dan dapat dikalahkan oleh Raden Dandangminangsi. Kekalahan para Kurawa dan Adipati Karna membuat Prabu Duryudana berang dan ikut turun ke arena sayembara. Dengan gada Kyai Inten dia membuat para putra Slagahima kembali terdesak. Namun matahari sudah terbenam, haripun berangkat senja. Oleh Prabu Dewajumanten, pertandingan dihentikan sementara sampai besok pagi dan hasilnya dinyatakan seri.
Di kerajaan para yaksa di Guwa Selamangeng, Prabu Jathagimbal dihadap punakawan Ki Togog dan Bilung Sarawita. Prabu Jathagimbal berkeluh kesah karena adiknya, Dewi Jathagini menghilang tanpa jejak “Ki lurah Togog, pusing aku melihat tingkah Jathagini. Dia macam dimabuk cinta. Sekarang dia menghilang. Aku menduga dia mencari cintanya itu.” ki Togog bertanya “memangnya gusti putri jatuh cinta sama siapa sampai-sampai dia minggat dan menghilang dari keraton?” “aku tidak yakin, tapi dia sempat mengigau kandaa...Arjuna. ya sama kanda Arjuna.” Ki Togog terkejut”gusti jagat dewa batara, gusti putri jatuh cinta dengan Arjuna?” “memangnya kenapa ki Lurah?” Ki Togog menjelaskan bahwa Arjuna adalah salah satu Pandawa lima, putra Prabu Pandu Dewanata dari Hastinapura yang kini mendirikan negara Amarta. Dia juga menjelaskan bahwa Raden Arjuna mempunyai istri permaisuri bernama Dewi Sumbadra dan mereka baru saja menikah. Dewi Sumbadra diceritakan memiliki kecantikan bagai bidadari, setara Dewi Sri Laksmi istri Batara Wisnu. Sedangkan Arjuna disebut-sebut sebagai pria paling tampan di dunia menyamai ketampanan Sri Rama di zaman kuno. “gusti prabu pasti akan terpana pada tampannya Arjuna dan cantiknya Sumbadra. Mereka itu ibarat Batara Kamajaya dan Dewi Kamaratih-nya marcapada.” Prabu Jathagimbal tertarik dan ia pun berencana hendak membuktikannya sendiri, syukur-syukur bisa menemukan keberadaan sang adik tercinta. Demikianlah, Prabu Jathagimbal segera berangkat seorang diri.
Di tempat lain, Dewi Jathagini yang dicari-cari itu telah berada di negeri Amarta dan memasuki puri Madukara. Para abdi di taman Maduganda menjerit-jerit,lari ketakutan. Lalu datanglah Dewi Sumbadra. Dewi Sumbadra mendekati sang raksasi putri Guwa Selamangleng itu dengan tenangnya dan menyambutnya ramah. Dewi Jathagini terkesan dengan sikap berani Dewi Sumbadra. Lalu dia berterus terang “aku akui keberanianmu Sumbadra. Kedatanganku kemari unuk menyatakan cintaku pada kanda Arjuna dan aku akan menikahinya. Kau harus mati karena kau penghalangku.” “aku tak takut mati, hai raksasi. Justru yang aku takutkan kanda Arjuna tidak membalas cintamu bahkan kau bisa mati sia-sia karena dia balas dendam pada kematianku.” Dewi Jathagini menjadi bingung lalu dia duduk dan malah meminta saran pada Dewi Sumbadra, orang yang dianggap saingannya “ehhh...... yang kau bilang ada benarnya juga. Jadi apa yang harus aku lakukan?” Dewi Sumbadra kemudian menengadahkan tangannya sambil menjapa mantra yang pernah diajarkan Prabu Kresna dahulu. Sambil menjapa mantra, tangan sang istri Arjuna itu mengusup sekujur tubuh Dewi Jathagini. Seketika, wujud raksasi Dewi Jathagini berubah, berganti menjadi wujud cantik persis sekali dengan Dewi Sumbadra. Dewi Jathagini terkejut “ kenapa aku harus diubah jadi mirip kau?” “aku ingin menguji kesetiaan suamiku. Sekarang saat ini dia mencari Wahyu Purbalaras. Kau harus merayu dan menggodanya. Kalau suamiku tergoda padamu, aku akan mengalah dan bunuh diri. Tapi jika kanda tidak tergoda, kamu harus mengalah dan tidak lagi mengejar-ngejar suamiku. Sepakat?” “aku sepakat. Kami kaum yaksa tak pernah ingkar janji.” Dewi Jathagini yang telah menjadi Dewi Sumbadra jadian pamit dan segera menyusul Raden Arjuna.
Raden Arjuna yang dibicarakan ikut menyusul kakak-kakaknya, Prabu Yudhistira dan Arya Wrekodara ke Slagahima bersama para punakawan namun agak terlambat karena ada serangan para pengganggu di hutan. Ketika berjalan di tengah rimbunnya hutan Gending Kapitu, tanpa disangka-sangka dia bertemu sang istri, Dewi Sumbadra. “kanda Arjuna, aku tiba-tiba kangen kanda. Kita kan masih terhitung pengantin baru tapi kanda justru pergi berkelana. Ayo kita pulang ke Madukara” Raden Arjuna menjadi heran karena tadi sudah berpamitan baik-baik. “Dinda, aku tak bisa pulang sekarang. Aku harus menyusul kakang Prabu dan kakang Bima ke Slagahima. Ini demi kepentingan negara kita.” “aduhh kanda, urusan negera bisa nanti. Lebih baik urus urusan momongan kita nanti. Kita cari pondok asmara saja. Aku akan melayani kanda sepuasnya. Setelah itu baru kanda bisa lanjutkan perjalanan.” Kebiasaan manja sang istri menimbulkan gelagat aneh. Raden Arjuna seketika mencium bau aneh ketika sang istri mencoba memeluknya. Bau keringat sang istri tidak wajar bagaikan bau anyir. Arjuna menyimpulkan bahwa yang sedang mencoba memeluknya itu adalah Dewi Sumbadra jejadian. Lalu dia segera berlari dengan mengerahkan ajian Sepi Angin. Tak disangka sang istri juga dapat mengejarnya dengan langkah cepat.
Raden Arjuna terus berlari menghindari Dewi Sumbadra jejadian itu sampai akhirnya dia bertemu Prabu Jathagimbal yang sedang mencari sang adik, Dewi Jathagini. Prabu Jathagimbal kagum melihat ada lelaki yang sangat tampan berdiri di hadapannya.”hei pria tampan, apa kau Arjuna dari negeri Amarta?” “benar, aku Arjuna. Ada perlu apa gusti bertanya hal itu?” “aku Jathagimbal, raja Guwa Selamangleng. Aku ingin menjodohkanmu dengan adikku, Jathagini dan kau harus ceraikan istrimu Dewi Sumbadra. Jika tidak mau, ku bunuh kau sekarang!” “gusti tidak usah capek-capek membunuhku kalau ingin merebut istriku. Aku kecewa sudah menikahinya. Nafsunya terlalu besar untukku. Padahal aku ingin bebas berkelana, bersenang-senang di luar. Baru saja aku dikejarnya. Kalau gusti menginginkannya, aku beri cuma-cuma.” Prabu Jathagimbal makin kasmaran mendengar Dewi Sumbadra memiliki nafsu birahi yang menggebu-gebu. Dia bersedia menggantikan posisi Raden Arjuna sebagai suami Dewi Sumbadra. Raden Arjuna merasa lega lalu dia segera menjapa mantra lalu wujud Prabu Jathagimbal berubah menjadi persis sekali dengannya. Prabu Jathagimbal bertanya “Arjuna, kenapa wujudku harus diubah sama persis sepertimu?” “begini, gusti. Istriku sedang bernafsu padaku. Jadi kalau gusti ingin berkasih-kasihan dengannya, maka harus memakai wujudku.” Prabu Jathagimbal dapat mengerti hal itu. Prabu Jathagimbal berjanji akan memuaskan Dewi Sumbadra.
Jatahgimbal-Jathagini
Tak lama kemudian, suara Dewi Sumbadra jejadian terdengar. Raden Arjuna yang asli segera berlari menjauh sedangkan Raden Arjuna jejadian keluar menghampiri. Dewi Sumbadra jejadian merengek manja “duhh kanda, kok lari begitu sih. Kan aku jadi capek nih.” “ahh dinda, aku sebenaranya juga kangen. Aku cuma malu dilihatin para punakawan tadi.” Keduanya sama-sama terpana satu sama lain dan tak kuasa menahan diri. Merekapun pergi mencari pondok asmara dan melampiaskan nafsu masing-masing.
Angin laut berhembus kencang menebarkan hawa garam ke pantai. Samudera bergolak dengan kedahsyatannya. Ombak yang biru tinggi menjulang menelan karang dan cadas lalu memuntahkannya lagi. Di tengah gelombang samudera, duduklah seorang putri raja di sebuah karang. Kulitnya putih bersih bagaikan kapas yang dituang santan. Rambut pirang keemasan tergerai indah. Keindahan itu disembunyikan oleh alam dengan rumput laut dan tanaman ganggang menutubi sekujur tubuh sang putri. Putri itu ternyata Dewi Kuntulwilanten yang sedang dicari-cari itu. Sang putri telah bertapa brata selama berhari-hari tanpa tergoyahkan ganasnya samudera. Atas kemurahan Ida Sanghyang Widhi yang Maha Pemurah, tubuh sang putri terbungkus rumput laut dan tanaman ganggang air tubuhnya tidak tenggelam oleh ganasnya ombak. Kini telah empat puluh hari sejak kepergian sang putri dari Slagahima untuk bertapa, tiba-tiba muncul pelangi turun dari angkasa lalu menyelimuti tubuh sang putri. Cahaya pelangi itu kemudian menitis ke dalam tubuhnya. Tak lama, turunlah batara Narada membangunkan tapa brata Dewi Kuntulwilanten. “Kuntulwilanten, cucuku. Hentikan tapa bratamu. Kau tak perlu bertapa brata lagi. Wahyu Purbalaras yang telah dinantikan sudah menitis padamu dalam wujud seberkas pelangi. Namun, wahyu ini bukan milik Slagahima, tetapi ditakdirkan jadi milik negara lain. Kau harus bersatu jiwa raga dengan raja yang dianggap cocok dengan Wahyu Purbalaras. Apa kamu bersedia, cucuku?” “jika ini sudah kehendak Yang Maha Kuasa, aku rela meski harus kehilangan badan jasmaniku.” Karena sang putri Slagahima telah sepakat, Batara Narada pun memisahkan badan jasmani dan rohani Dewi Kuntulwilanten. Di saat yang sama, Batara Narada mengambil sepercik cahaya rohani Dewi Kuntulwilanten lalu disatukan kembali ke dalam badan jasmani Dewi Kuntulwilanten. Atas seizin Ida Sanghyang Widhi Yang Maha Kuasa, badan jasmani Dewi Kuntulwilanten yang ditutupi rumput laut dan tanaman ganggang itu berubah menjadi seorang laki-laki, yang diberi nama Raden Tambakganggeng. “cucuku, laki-laki yang ada di dekatmu itu adalah wujud jasmanimu. Dia mewarisi kecerdasan dan kebaikan hatimu. Kalian akan selalu bersama sebagai saudara. Adikmu Tambakganggeng akan selalu mengikuti raja yang menjadi wadah penitisanmu.”
Turunnya Wahyu Purbalaras danlahirnya Tambakganggeng
Setelah berkata begitu, Batara Narada terbang kembali ke kahyangan dan Raden Tambakganggeng membuka matanya bagaikan bangan tidur. Raden Tambakganggeng yang membuka mata itu terkejut melihat sosok wanita cantik namun berbadan halus tembus pandang. Dia pun bertanya “ni sanak, siapa kamu? Manusia atau makhluk halus?” “aku Kuntulwilanten, kakak sulungmu. Kau adalah putra ke tujuh ayahanda Dewajumanten. Aku bukan makhluk halus melainkan manusia yang telah mematikan segala keduniaan dan kelak kakakmu ini akan menitis pada seseorang.” Raden Tambakganggeng terharu mendengarnya dan segera mengajak sang kakak naik ke daratan kembali ke Slagahima. Diam-diam, Batara Narada memerintahkan Batara Baruna untuk membantu mereka berdua kembali ke daratan Jawadwipa.
Raden Arjuna dan para punakawan yang berhasil melarikan diri dari Dewi Sumbadra jejadian akhirnya sampai di pantai wilayah Gending Kapitu. Di sana dilihtnya ada seorang wanita cantik dan seorang pemuda gagah menaiki ombak lalu turun ke pantai. Arjuna merasa heran melihat wujud sang wanita yang bercahaya dan tembus pandang. Arjuna kemudian mendekati mereka dan berkenalan “salam ni sanak dan ki sanak. Maaf bila aku lancang. Perkenalkan, aku Arjuna, pangeran dari negeri Amarta. Siapakah kalian? Tujuan kalian kemana?” sang wanita menjawab “ aku Kuntulwilanten dan ini adikku, Tambakganggeng. Kami berasal dari negeri Slagahima di tengah pegunungan Gending Kapitu.” Raden Arjuna merasa kebetulan lalu berterus terang “kebetulan sekali, aku juga ingin melamar tuan putri dan akan ku boyong ke Amarta.” “hmm aku paham. Nampaknya kabar tentangku dan Wahyu Purbalaras sudah sampai hingga ke Amarta. Aku bersedia diboyong bila kamu adalah orang yang pantas menjadi wadah penitisanku.” Arjuna kemudian berdiam diri mengheningkan cipta, sedangkan Dewi Kuntulwilanten mencoba masuk, menitis pada diri Arjuna. Arjuna merasa panas dan kegerahan ketika sang putri mencoba menitis padanya. Begitupun juga dengan Dewi Kuntulwilanten. Tubuh halusnya sudah tak kuat karena gerah dengan aura yang dipancarkan Arjuna. Sekejap saja, Dewi Kuntulwilanten keluar dari dalam tubuh Arjuna. “pangeran Arjuna, kamu bukan orang yang cocok menjadi suami penitisanku. Watakmu masih mudah marah dan tak pernah segan menipu orang lain.” Arjuna merasa malu karena terperanjat menyadari bahwa dia baru saja menipu Prabu Jathagimbal. “baiklah, tuan putri aku harusnya sadar diri. Wahyu yang kau emban bukan wahyu sembarangan. Tapi sebagai gantinya boleh aku ikut menyertai kepulanganmu ke Slagahima?” Dewi Kuntulwilanten mengijinkannya menyertai kepulangannya ke Slagahima.
Sementara itu, Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra jejadian sedang berasyik-masyuk melampiaskan nafsu birahi di pondok asmara. Ketika sampai pada puncak birahi, Dewi Sumbadra jejadian mencium bau yang sangat anyir, mirip bau badan bangsa yaksa. Begitupun Raden Arjuna jejadian,  Dewi Sumbadra yang di dalam pelukannya juga memiliki bau badan yang sama. Lalu datanglah Raden Arjuna yang asli bersama para punakawan, Dewi Kuntulwilanten, dan Raden Tambakganggeng yang kebetulan lewat. Dewi Sumbadra jejadian menjadi terkejut kenapa bisa ada dua Arjuna. Raden Arjuna jejadian kemudian menyuruh Dewi Sumbadra jejadian untuk bersembunyi, lalu dia menyerang Raden Arjuna yang asli untuk membuktikan keaslian dirinya. Raden Arjuna jejadian menyerang secara membabi buta menjadi lengah dan keris Arjuna yang asli berhasil merobek perutnya. Seketika Raden Arjuna jejadian kembali badar menjadi Prabu Jathagimbal. Dewi Sumbadra jejadian yang bersembunyi menjadi terkejut dan menjerit lalu badar kembali menjadi Dewi Jathagini. Secara nekat, Dewi Jathagini masuk di tengah pertarungan. Dengan penuh duka mendalam, Dewi Jathagini menggunakan ilmu menghilang lalu menyelamatkan sang kakak dan membawanya ke tengah hutan. “kakang Jathagimbal, maafkan aku. Karena aku, kita jadi terlibat dosa zina yang memalukan ini. Aku lebih baik mati daripada harus menanggung dosa ini.” “tidak adikku. Ini semua salah Arjuna. Dia telah menipuku. Mengungsilah ke Pageralun, ke negeri kakang Jathasura. Lanjutkanlah hidupmu. Besarkan anak kita sebagai pelunas dendam kita pada Arjuna.” Tak lama setelah berkata begitu, Prabu Jathagimbal tewas karena luka-lukanya. Dewi Jathagini menangis sedih. Setelah menguburkan jasad sang kakak, Dewi Jathagini bersumpah akan membesarkan anak hasil perzinahan mereka agar bisa membalaskan dendam mereka pada Arjuna.
Fajar mulai menyingsing, matahari menengok malu-malu dari peraduannya. Prabu Dewajumanten menerima kedatangan tiga orang raja, yaitu Prabu Kresna Basudewa dari Dwarawati, Prabu Baladewa dari Mandura, dan Prabu Yudhistira dari Amarta. Ketiga raja tersebut juga ingin mengajukan ikut sayembara memperebutkan Dewi Kuntulwilanten. Prabu Dewajumanten menjelaskan “ mohon ampun beribu ampun, saat ini putriku Kuntulwilanten belum pulang dari bertapa brata. Tapi aku sudah menyiapkan sayembara tanding, barangsiapa yang mampu mengalahkan keenam putraku, maka orang itu adalah yang akan mendapatkan putriku. Kira-kira dari gusti prabu bertiga siapa yang mau akan terjun lebih dulu?” Arya Wrekodara angkat bicara “gusti prabu, biar aku saja. Aku akan mewakili kakang Bule, kakang Cemani, dan kakang Punta. Kalau aku menang, tuan putri boleh memilih salah satu dari mereka.” Arya Wrekodara segera masuk gelanggang. Sebelum mereka memulai, tiba-tiba Prabu Duryudana marah-marah “apa-apaan ini? Kok malah Pandawa yang datang belakangan malah disilahkan sayembara. Seharusnya gusti Prabu Dewajumanten mendahulukan saya. Aku dan adik-adik para Kurawa datang lebih dulu dan pertandinganku kemarin berakhir karena senja. Aku minta tanding ulang!” Prabu Yudhistira menyabarkan sepupunya itu “sudahlah kanda Prabu. Sayembara hanya masalah permainan. Aku akan coba meminta izin pada gusti prabu Dewajumanten.” Prabu Duryudana luluh hatinya. Prabu Yudhistira kemudian bernegosiasi dengan Prabu Dewajumanten. Negosiasi pun berjalan lancar dan Prabu Dewajumanten mengijinkan Prabu Duryudana bertanding ulang bersama Arya Wrekodara. Raden Gagakbaka, Raden Dandangminangsi, dan adik-adiknya segera naik ke gelanggang. Pertandingan pun dimulai. Keenam putra Slagahima berusaha menjatuhkan Arya Wrekodara dan Prabu Duryudana namun tak satupun dari keenam putra Slagahima itu mampu menjatuhkan mereka. Prabu Duryudana melayangkan pukulan ke arah gada-gada yang dibawa para putra Slagahima. Setelah gada-gada itu terlepas, Arya Wrekodara kemudian menghantam gada Rujakpala pada keenam putra Slagahima. Ajaibnya, keenam putra Slagahima itu tidak mati tapi tubuh mereka menyusut menjadi sedikit lebih kecil dari ukuran semula. Sebaliknya, Gada Rujakpala dan Gada Kyai Inten menjadi membesar. Menyadari kehebatan lawan, Raden Gagakbaka, Raden Dandangminangsi, Raden Jangetinelon, Raden Celengdemalung, Raden Podangbinorehan, dan Raden Menjanganketawang menyerah kalah. Dengan demikian, Prabu Duryudana dan Arya Wrekodara memenangkan sayembara tanding.
Bersamaan dengan itu, Dewi Kuntulwilanten tiba di keraton Slagahima bersama raden Arjuna, para punakawan, dan Raden Tambakganggeng. Dia kemudian menghadap sang ayah, prabu Dewajumanten “salam, ayahanda. aku telah pulang. Wahyu Purbalaras telah ku dapatkan” Prabu Dewajumanten merasa senang namun juga terkejut “Kuntulwilanten, itukah dirimu? Aku bahagia kau sudah pulang dan mendapat wahyu itu tapi apa yang sudah terjadi? Kenapa aku tak bisa memegangmu dan tubuhmu bercahaya seperti ini, putriku? “ayahanda, ini adalah bentuk pengorbananku demi Wahyu Purbalaras. Aku rela kehilangan wujud jasmaniku dan berganti wujud rohani demi menjadi wadah penitisan Wahyu Purbalaras. Badan jasmaniku telah berubah wujud menjadi laki-laki di sampingku ini. Dia adalah adikku, Tambakganggeng. Akuilah dia sebagai putra ayahanda juga.” Prabu Dewajumanten terharu dan berusaha memeluk putrinya yang kini tubuhnya bercahaya tak mampu diraba. Tak lupa dia memeluk Tambakganggeng, sang putra ke tujuh. Sang prabu Dewajumanten menceritakan segalanya dari awal hingga akhir kepada sang putri. Saat ini, kerajaan Amarta, Dwarawati, Mandura, dan Hastinapura dinyatakan sebagai pemenang sayembara tanding. “putriku, keempat raja ini adalah pemenang sayembara. Pilihlah salah satu dari mereka yang pantas menjadi suamimu.” “baiklah, ayahanda. Para raja yang budiman, izinkan saya mencoba masuk ke dalam diri gusti sekalian.” Keempat raja itu mengiyakan. Dimulai dari Prabu Duryudana. Begitu Dewi Kuntulwilanten memasuki tubuhnya, sekejap saja hawa sepanas neraka menyeruak. Prabu Duryudana menjadi kegerahan, begitu juga dengan Dewi Kuntulwilanten. Karena tak kuat menahannya, prabu Duryudana rubuh dan jatuh kelelahan begitu Dewi Kuntulwilanten keluar dari tubuhnya “gusti prabu Duryudana, aku tak bisa menerimamu sebagai suami penitisan. Jiwamu terlalu panas. Hatimu memang dermawan tapi juga dipenuhi sifat iri dengki, serakah juga mau menang sendiri.” Setelah itu Prabu Duryudana pingsan.  Adipati Karna segera membawa tubuh sang ipar lalu pamitan dan kembali ke Hastinapura. Dewi Kuntulwilanten kemudian masuk ke dalam diri Prabu Baladewa. Sama seperti Prabu Duryudana, Dewi Kuntulwilanten tak bisa menerima Prabu Baladewa sebagai suami karena hatinya mudah terombang-ambing. Prabu Baladewa wataknya mudah kasihan tapi juga mudah marah. Sifatnya lembut namun bersikap kasar. Sifat semacam itu membuat siapapun akan mudah dihasut dan dimanfaatkan oleh orang lain untuk tujuan tidak benar. Lalu Dewi Kuntulwilanten masuk ke dalam diri Prabu Kresna. Begitu sang dewi masuk, tubuh Prabu Kresna mengalami panas dingin lalu Dewi Kuntulwilanten segera keluar dari tubuh Prabu Kresna “gusti prabu memang titisan Batara Wisnu. Gusti memang berbudi luhur, cerdas, dan arif namun anda juga kurang jujur dan licik. Anda tak segan-segan menghalalkan segala cara bahkan menipu dan berbohong bila itu ada faedahnya. Aku tak bisa menerima gusti sebagai suamiku.” Prabu Kresna mengerti dan menerima dengan lapang dada.
Dewi Kuntulwilanten memilih Prabu Yudhistira
Begitu tiba giliran Prabu Yudhistira, belum masuk saja, Dewi Kuntulwilanten merasa sejuk berada di dekat Prabu Yudhistira. Aura yang dipancarkan Prabu Yudhistira membuat Dewi Kuntulwilanten merasa nyaman. Dewi Kuntulwilanten kemudian berkata “auramu sangat sejuk menenangkan. Jiwamu suci bersih. Jujur dan adil adalah sifat gusti. Jiwa besar adalah jiwa gusti, rela berkorban demi kepentingan orang banyak adalah landasan hidup gusti. Aku telah memilih gusti sebagai suami sekaligus wadah penitisanku. Aku tak akan keluar lagi dari tubuhmu untuk selamanya, suamiku.” Seketika Dewi Kuntulwilanten bertukar wujud menjadi cahaya pelangi lalu masuk menitis pada Prabu Yudhistira. Prabu Kresna dan Prabu Baladewa  memberikan selamat atas terpilihnya sang sepupu.
Demikianlah, Dewi Kuntulwilanten, perwujudan Wahyu Purbalaras yang berkulit putih telah memilih Prabu Yudhistira sebagai suaminya sekaligus menitis pada sang ksatria berdarah putih itu. Raden Tambakganggeng, Raden Gagakbaka, Raden Dandangminangsi dan adik-adik mereka tak ingin berpisah dari sang kakak ingin ikut mengabdi pada Prabu Yudhistira. Prabu Dewajumanten mengijinkan mereka mengabdi namun diantara mereka harus ada yang  tetap tinggal di Slagahima untuk menjaga negara. Dan begitulah, Raden Tambakganggeng, Raden Podangbinorehan, Raden Gagakbaka, Raden Dandangminangsi, dan Raden Jangetinelon ikut para Pandawa mengabdi di Amarta. Raden Tambakganggeng dilantik menjadi perdana menteri/patih Amarta berkedudukan di Keraton Indraprastha membantu Prabu Yudhistira. Raden Gagakbaka dilantik menjadi wazir Arya Wrekodara. Raden Dandangminangsi berkedudukan sebagai menteri luar negeri. Raden Podangbinorehan menjadi menteri dalam negeri, dan Raden Jangetinelon menjadi kepala bhayangkara kerajaan Amarta. Keempatnya berkedudukan di puri Jodhipati. Sedangkan Raden Menjanganketawang dan Raden Celengdemalung tetap tinggal di kerajaan Slagahima bersama ayah mereka.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar