Salam semua, semoga pembaca dirahmati oleh Tuhan yang Maha Kuasa. kisah kali ini mengisahkan turunnya Wahyu Purbalaras pada seorang putri bernama Dewi Kuntulwilanten dan wahyu ini menjadi perbutan para raja di Jawadwipa. Dikisahkan pula bagaimana adik-adik Dewi Kuntulwilanten, yaitu para putra Slagahima mengabdi di Amarta (Indraprastha) dan dosa zina sesama saudara antara Prabu Jatahgimbal dengan sang adik, Dewi Jathagini akibat tipu muslihat Arjuna. Kelak anak hasil perzinahan mereka akan muncul pada Perang Bharatayuda. Sumber untuk kisah ini dari blog albumkisahwayang.blogspot.com dan blog caritawayang.blogspot.com yang penulis olah sedemikian rupa dan diubah seperlunya.
Kerajaan
Amarta, Hastinapura, dan beberapa kerajaan di Jawadwipa dilanda berbagai macam
bencana alam. Banjir terjadi dimana-mana. Di pegunungan terjadi longsor yang
menutup aksas jalan. Panen menjadi gagal karena hasil bumi terendam air banjir
dan tanah yang runtuh. Topan badai yang terjadi berhari-hari membuat jalur
perdagangan antarnegara di Jawadwipa terhambat. Topan belum berakhir, para
penduduk dilanda berbagai macam penyakit, mulai dari penyakit kulit, flu berat,
demam tis, hingga hipotermia karena semua selimut terendam banjir. Banyak
anak-anak dan orang lanjut usia yang menderita. Di Amarta sendiri, orang-orang
dari desa sebagian besar pindah ke kotaraja Indraprastha dan membuat kotaraja
menjadi sesak. Para Pandawa mulai kerepotan dengan permasalahan yang dialami
para kawula. Terutama Prabu Yudhistira, sebagai pemimpin negara dia merasa
bertanggung jawab atas para rakyat dan kawula yang dipimpinnya. Karena itu
sejak para penduduk mulai menyesaki kotaraja Indraprastha, dia aktif membantu para warganya. Di sela-sela waktu, dia menyepi di dalam
sanggar dan mulai berpuasa tujuh hari tujuh malam. Di tengah penyepiannya, dia tertidur dan dalam
tidurnya, dia mendapat ilham berupa wangsit dari Ida Sanghyang Widhi yang Maha
Tunggal.”Yudhistira Puntadewa, ketahuilah. Berbagai cobaan dan bencana yang
terjadi beberapa hari ini karena akan turun sebuah wahyu yang agung. Wahyu
Purbalaras namanya. Pergilah ke wilayah Gending Kapitu, ke negeri Slagahima. Ikuti sayembara disana
memeperebutkan putri raja negeri itu. Wahyu itu akan turun pada putri prabu Dewajumanten
dari negara Slagahima. nama putri itu Dewi Kuntulwilanten. Barangsiapa yang
menikahi Dewi Kuntulwilanten, maka ketentraman, kedamaian, dan kesejahteraan
akan mengikuti raja yang menikahi Kuntulwilanten.” Lalu prabu Yudhistira
terbangun dan segera memberitahukan wangsit itu pada adik-adiknya dan sang
permaisuri, Dewi Drupadi. Dewi Drupadi awalnya keberatan. Namun karena ini
semua demi ketentraman negara, Dewi Drupadi luluh dan bahkan merestui sang
suami agar berhasil dalam sayembara..
Sementara
di Hastinapura, Prabu Duryudana dihadap Maharesi Bhisma, Resi Dorna, Adipati
Karna, Patih Arya Sengkuni, Arya Dursasana dan beberapa adik-adiknya para
Kurawa. dia membicarakan mimpinya semalam “kakek Maharesi, semalam aku
mendapatkan wangsit tentang Wahyu Purbalaras. Wahyu itu akan turun pada Dewi Kuntuwilanten,
putri dari Slagahima. Barangsiapa yang menikahi Dewi Kuntulwilanten maka wahyu
Purbalaras akan datang. Kedamaian dan ketentraman akan berlaku di negeri yang
rajanya menikahi Kuntulwilanten. Pikiranku kalut karenanya. Aku menginginkan
wahyu itu tapi aku sudah bersumpah setia pada dinda Banowati dan tidak akan
pernah menikah lagi seumur hidup. Apa kakek Maharesi ada saran untuk masalah
ini?” “cucu prabu, dulu saat aku masih muda, aku pernah ikut sayembara
memperebutkan Dewi Ambika dan Ambalika untuk mewakili adikku Wicitrawirya.
Cobalah cucu prabu ikut sayembara tapi diwakilkan oleh orang lain seperti yang
sudah pernah cucu lakukan dulu.” Prabu Duryudana menimbang-ninmbang dan
akhirnya dia bersedia. Dia menunjuk Adipati Karna saja yang menikahi Dewi
Kuntulwilanten. Adipati Karna menolak karena dia juga bersumpah setia pada sang
istri tidak akan mengambil istri lagi tapi dia bersedia ikut sayembaranya saja.
Lalu, Prabu Duryudana meminta pertimbangan pada sang istri, Dewi Banowati
“dinda Banowati, aku akan pergi ke Salagahima mengikuti sayembara memperebutkan
Dewi Kuntulwilanten, putri negara itu. Konon barangsiapa raja yang menikahinya,
maka akan turun wahyu yang bisa membuat negaranya aman damai sejahtera.” Dewi
Banowati awalnya merengut namun setelah beberapa kali dibujuk akhirnya dia mau.
Dewi Banowati ingin menguji seberapa besar kesetiaan sang suami ketika mendapat
dilema seperti ini “ya sudah. Kanda Prabu berangkatlah. Ini juga demi negeri
kita tercinta. Aku tak bisa menjanjikan kemenangan buat kanda prabu.” “tidak
apa dinda, doa dinda sudah cukup buat kanda.” .
Sementara
itu, di negeri Slagahima, prabu Dewajumanten dihadap-putra-putranya yaitu Raden
Gagakbaka, Raden Jangetinelon, Raden Podangbinorehan, Raden Dandangminangsi,
Raden Celengdemalung, dan Raden Menjanganketawang. Mereka adalah adik-adik Dewi
Kuntulwilanten. Dewi Kuntulwilanten, sang kakak sulung berwajah cantik berseri.
Kulitnya putih bersih dan lembut bagaikan kapas. Rambut indahnya tergerai
panjang berwarna pirang keemasan namun kini sang dewi menghilang padahal telah
berdatangan para raja dan pangeran untuk melamarnya. Apalagi telah tersiar
kabar turunnya wahyu Purbalaras pada sang putri. Prabu Dewajumanten menjadi
pusing karenanya. “anak-anakku, kakak kalian telah dilamar oleh para raja dan
pangeran, kini dia menghilang katanya menjemput wahyu Purbalaras tapi gak
menyebutkan dimana tempatnya. Sekarang para raja dan pangeran pada gusar
menunggu jawabannnya.” Raden Gagakbaka pun ikut bicara “ayahanda Prabu,
daripada menunggu, izinkan kami berenam mengadakan sayembara tanding saja.
Siapapun yang berhasil mengalahkan kami berenam, dia yang berhak menikahi Yunda
Wilanten.” “betul ayahanda, kami mendukung apa yang kakang Gagakbaka bilang”
sahut Raden Dandangminangsi dan yang lainnya. Akhirya Prabu Dewajumanten
menyetujui dan mempersilahkan melaksanakan sayembara tanding. Demikianlah,
sayembara tanding berlangsung di gelar di alun-alun Slagahima. Para raja dan
pangeran banyak yang kalah dengan keenam putra Prabu Dewajumanten. Di saat yang
sama, para Kurawa datang. Para Kurawa tak ada bedanya dengan para penantang
sebelumnya. Lalu turunlah Adipati Karna. Awalnya Adipati Karna mampu membuat
keenam putra Slagahima terdesak namun karena bersikap angkuh akhirnya dia
lengah dan dapat dikalahkan oleh Raden Dandangminangsi. Kekalahan para Kurawa
dan Adipati Karna membuat Prabu Duryudana berang dan ikut turun ke arena
sayembara. Dengan gada Kyai Inten dia membuat para putra Slagahima kembali
terdesak. Namun matahari sudah terbenam, haripun berangkat senja. Oleh Prabu
Dewajumanten, pertandingan dihentikan sementara sampai besok pagi dan hasilnya
dinyatakan seri.
Di
kerajaan para yaksa di Guwa Selamangeng, Prabu Jathagimbal dihadap punakawan Ki
Togog dan Bilung Sarawita. Prabu Jathagimbal berkeluh kesah karena adiknya,
Dewi Jathagini menghilang tanpa jejak “Ki lurah Togog, pusing aku melihat
tingkah Jathagini. Dia macam dimabuk cinta. Sekarang dia menghilang. Aku
menduga dia mencari cintanya itu.” ki Togog bertanya “memangnya gusti putri
jatuh cinta sama siapa sampai-sampai dia minggat dan menghilang dari keraton?”
“aku tidak yakin, tapi dia sempat mengigau kandaa...Arjuna. ya sama kanda
Arjuna.” Ki Togog terkejut”gusti jagat dewa batara, gusti putri jatuh cinta
dengan Arjuna?” “memangnya kenapa ki Lurah?” Ki Togog menjelaskan bahwa Arjuna
adalah salah satu Pandawa lima, putra Prabu Pandu Dewanata dari Hastinapura
yang kini mendirikan negara Amarta. Dia juga menjelaskan bahwa Raden Arjuna
mempunyai istri permaisuri bernama Dewi Sumbadra dan mereka baru saja menikah.
Dewi Sumbadra diceritakan memiliki kecantikan bagai bidadari, setara Dewi Sri
Laksmi istri Batara Wisnu. Sedangkan Arjuna disebut-sebut sebagai pria paling
tampan di dunia menyamai ketampanan Sri Rama di zaman kuno. “gusti prabu pasti
akan terpana pada tampannya Arjuna dan cantiknya Sumbadra. Mereka itu ibarat
Batara Kamajaya dan Dewi Kamaratih-nya marcapada.” Prabu Jathagimbal tertarik
dan ia pun berencana hendak membuktikannya sendiri, syukur-syukur bisa
menemukan keberadaan sang adik tercinta. Demikianlah, Prabu Jathagimbal segera
berangkat seorang diri.
Di
tempat lain, Dewi Jathagini yang dicari-cari itu telah berada di negeri Amarta
dan memasuki puri Madukara. Para abdi di taman Maduganda menjerit-jerit,lari
ketakutan. Lalu datanglah Dewi Sumbadra. Dewi Sumbadra mendekati sang raksasi
putri Guwa Selamangleng itu dengan tenangnya dan menyambutnya ramah. Dewi
Jathagini terkesan dengan sikap berani Dewi Sumbadra. Lalu dia berterus terang
“aku akui keberanianmu Sumbadra. Kedatanganku kemari unuk menyatakan cintaku
pada kanda Arjuna dan aku akan menikahinya. Kau harus mati karena kau
penghalangku.” “aku tak takut mati, hai raksasi. Justru yang aku takutkan kanda
Arjuna tidak membalas cintamu bahkan kau bisa mati sia-sia karena dia balas
dendam pada kematianku.” Dewi Jathagini menjadi bingung lalu dia duduk dan
malah meminta saran pada Dewi Sumbadra, orang yang dianggap saingannya “ehhh......
yang kau bilang ada benarnya juga. Jadi apa yang harus aku lakukan?” Dewi
Sumbadra kemudian menengadahkan tangannya sambil menjapa mantra yang pernah
diajarkan Prabu Kresna dahulu. Sambil menjapa mantra, tangan sang istri Arjuna
itu mengusup sekujur tubuh Dewi Jathagini. Seketika, wujud raksasi Dewi
Jathagini berubah, berganti menjadi wujud cantik persis sekali dengan Dewi
Sumbadra. Dewi Jathagini terkejut “ kenapa aku harus diubah jadi mirip kau?”
“aku ingin menguji kesetiaan suamiku. Sekarang saat ini dia mencari Wahyu
Purbalaras. Kau harus merayu dan menggodanya. Kalau suamiku tergoda padamu, aku
akan mengalah dan bunuh diri. Tapi jika kanda tidak tergoda, kamu harus
mengalah dan tidak lagi mengejar-ngejar suamiku. Sepakat?” “aku sepakat. Kami
kaum yaksa tak pernah ingkar janji.” Dewi Jathagini yang telah menjadi Dewi
Sumbadra jadian pamit dan segera menyusul Raden Arjuna.
Raden
Arjuna yang dibicarakan ikut menyusul kakak-kakaknya, Prabu Yudhistira dan Arya
Wrekodara ke Slagahima bersama para punakawan namun agak terlambat karena ada
serangan para pengganggu di hutan. Ketika berjalan di tengah rimbunnya hutan
Gending Kapitu, tanpa disangka-sangka dia bertemu sang istri, Dewi Sumbadra.
“kanda Arjuna, aku tiba-tiba kangen kanda. Kita kan masih terhitung pengantin
baru tapi kanda justru pergi berkelana. Ayo kita pulang ke Madukara” Raden
Arjuna menjadi heran karena tadi sudah berpamitan baik-baik. “Dinda, aku tak
bisa pulang sekarang. Aku harus menyusul kakang Prabu dan kakang Bima ke
Slagahima. Ini demi kepentingan negara kita.” “aduhh kanda, urusan negera bisa
nanti. Lebih baik urus urusan momongan kita nanti. Kita cari pondok asmara
saja. Aku akan melayani kanda sepuasnya. Setelah itu baru kanda bisa lanjutkan
perjalanan.” Kebiasaan manja sang istri menimbulkan gelagat aneh. Raden Arjuna
seketika mencium bau aneh ketika sang istri mencoba memeluknya. Bau keringat
sang istri tidak wajar bagaikan bau anyir. Arjuna menyimpulkan bahwa yang
sedang mencoba memeluknya itu adalah Dewi Sumbadra jejadian. Lalu dia segera
berlari dengan mengerahkan ajian Sepi Angin. Tak disangka sang istri juga dapat
mengejarnya dengan langkah cepat.
Raden
Arjuna terus berlari menghindari Dewi Sumbadra jejadian itu sampai akhirnya dia
bertemu Prabu Jathagimbal yang sedang mencari sang adik, Dewi Jathagini. Prabu
Jathagimbal kagum melihat ada lelaki yang sangat tampan berdiri di
hadapannya.”hei pria tampan, apa kau Arjuna dari negeri Amarta?” “benar, aku
Arjuna. Ada perlu apa gusti bertanya hal itu?” “aku Jathagimbal, raja Guwa
Selamangleng. Aku ingin menjodohkanmu dengan adikku, Jathagini dan kau harus ceraikan
istrimu Dewi Sumbadra. Jika tidak mau, ku bunuh kau sekarang!” “gusti tidak
usah capek-capek membunuhku kalau ingin merebut istriku. Aku kecewa sudah
menikahinya. Nafsunya terlalu besar untukku. Padahal aku ingin bebas berkelana,
bersenang-senang di luar. Baru saja aku dikejarnya. Kalau gusti menginginkannya,
aku beri cuma-cuma.” Prabu Jathagimbal makin kasmaran mendengar Dewi Sumbadra
memiliki nafsu birahi yang menggebu-gebu. Dia bersedia menggantikan posisi
Raden Arjuna sebagai suami Dewi Sumbadra. Raden Arjuna merasa lega lalu dia
segera menjapa mantra lalu wujud Prabu Jathagimbal berubah menjadi persis
sekali dengannya. Prabu Jathagimbal bertanya “Arjuna, kenapa wujudku harus
diubah sama persis sepertimu?” “begini, gusti. Istriku sedang bernafsu padaku.
Jadi kalau gusti ingin berkasih-kasihan dengannya, maka harus memakai wujudku.”
Prabu Jathagimbal dapat mengerti hal itu. Prabu Jathagimbal berjanji akan
memuaskan Dewi Sumbadra.
Tak lama kemudian, suara Dewi Sumbadra jejadian
terdengar. Raden Arjuna yang asli segera berlari menjauh sedangkan Raden Arjuna
jejadian keluar menghampiri. Dewi Sumbadra jejadian merengek manja “duhh kanda,
kok lari begitu sih. Kan aku jadi capek nih.” “ahh dinda, aku sebenaranya juga
kangen. Aku cuma malu dilihatin para punakawan tadi.” Keduanya sama-sama
terpana satu sama lain dan tak kuasa menahan diri. Merekapun pergi mencari
pondok asmara dan melampiaskan nafsu masing-masing.
Jatahgimbal-Jathagini |
Angin
laut berhembus kencang menebarkan hawa garam ke pantai. Samudera bergolak
dengan kedahsyatannya. Ombak yang biru tinggi menjulang menelan karang dan cadas
lalu memuntahkannya lagi. Di tengah gelombang samudera, duduklah seorang putri
raja di sebuah karang. Kulitnya putih bersih bagaikan kapas yang dituang
santan. Rambut pirang keemasan tergerai indah. Keindahan itu disembunyikan oleh
alam dengan rumput laut dan tanaman ganggang menutubi sekujur tubuh sang putri.
Putri itu ternyata Dewi Kuntulwilanten yang sedang dicari-cari itu. Sang putri telah
bertapa brata selama berhari-hari tanpa tergoyahkan ganasnya samudera. Atas
kemurahan Ida Sanghyang Widhi yang Maha Pemurah, tubuh sang putri terbungkus
rumput laut dan tanaman ganggang air tubuhnya tidak tenggelam oleh ganasnya
ombak. Kini telah empat puluh hari sejak kepergian sang putri dari Slagahima
untuk bertapa, tiba-tiba muncul pelangi turun dari angkasa lalu menyelimuti
tubuh sang putri. Cahaya pelangi itu kemudian menitis ke dalam tubuhnya. Tak
lama, turunlah batara Narada membangunkan tapa brata Dewi Kuntulwilanten.
“Kuntulwilanten, cucuku. Hentikan tapa bratamu. Kau tak perlu bertapa brata lagi.
Wahyu Purbalaras yang telah dinantikan sudah menitis padamu dalam wujud
seberkas pelangi. Namun, wahyu ini bukan milik Slagahima, tetapi ditakdirkan jadi
milik negara lain. Kau harus bersatu jiwa raga dengan raja yang dianggap cocok
dengan Wahyu Purbalaras. Apa kamu bersedia, cucuku?” “jika ini sudah kehendak Yang
Maha Kuasa, aku rela meski harus kehilangan badan jasmaniku.” Karena sang putri
Slagahima telah sepakat, Batara Narada pun memisahkan badan jasmani dan rohani
Dewi Kuntulwilanten. Di saat yang sama, Batara Narada mengambil sepercik cahaya
rohani Dewi Kuntulwilanten lalu disatukan kembali ke dalam badan jasmani Dewi
Kuntulwilanten. Atas seizin Ida Sanghyang Widhi Yang Maha Kuasa, badan jasmani
Dewi Kuntulwilanten yang ditutupi rumput laut dan tanaman ganggang itu berubah menjadi
seorang laki-laki, yang diberi nama Raden Tambakganggeng. “cucuku, laki-laki
yang ada di dekatmu itu adalah wujud jasmanimu. Dia mewarisi kecerdasan dan
kebaikan hatimu. Kalian akan selalu bersama sebagai saudara. Adikmu Tambakganggeng
akan selalu mengikuti raja yang menjadi wadah penitisanmu.”
Setelah berkata
begitu, Batara Narada terbang kembali ke kahyangan dan Raden Tambakganggeng
membuka matanya bagaikan bangan tidur. Raden Tambakganggeng yang membuka mata
itu terkejut melihat sosok wanita cantik namun berbadan halus tembus pandang.
Dia pun bertanya “ni sanak, siapa kamu? Manusia atau makhluk halus?” “aku
Kuntulwilanten, kakak sulungmu. Kau adalah putra ke tujuh ayahanda
Dewajumanten. Aku bukan makhluk halus melainkan manusia yang telah mematikan
segala keduniaan dan kelak kakakmu ini akan menitis pada seseorang.” Raden
Tambakganggeng terharu mendengarnya dan segera mengajak sang kakak naik ke
daratan kembali ke Slagahima. Diam-diam, Batara Narada memerintahkan Batara Baruna
untuk membantu mereka berdua kembali ke daratan Jawadwipa.
Turunnya Wahyu Purbalaras danlahirnya Tambakganggeng |
Raden
Arjuna dan para punakawan yang berhasil melarikan diri dari Dewi Sumbadra
jejadian akhirnya sampai di pantai wilayah Gending Kapitu. Di sana dilihtnya
ada seorang wanita cantik dan seorang pemuda gagah menaiki ombak lalu turun ke
pantai. Arjuna merasa heran melihat wujud sang wanita yang bercahaya dan tembus
pandang. Arjuna kemudian mendekati mereka dan berkenalan “salam ni sanak dan ki
sanak. Maaf bila aku lancang. Perkenalkan, aku Arjuna, pangeran dari negeri
Amarta. Siapakah kalian? Tujuan kalian kemana?” sang wanita menjawab “ aku
Kuntulwilanten dan ini adikku, Tambakganggeng. Kami berasal dari negeri
Slagahima di tengah pegunungan Gending Kapitu.” Raden Arjuna merasa kebetulan
lalu berterus terang “kebetulan sekali, aku juga ingin melamar tuan putri dan
akan ku boyong ke Amarta.” “hmm aku paham. Nampaknya kabar tentangku dan Wahyu
Purbalaras sudah sampai hingga ke Amarta. Aku bersedia diboyong bila kamu
adalah orang yang pantas menjadi wadah penitisanku.” Arjuna kemudian berdiam
diri mengheningkan cipta, sedangkan Dewi Kuntulwilanten mencoba masuk, menitis
pada diri Arjuna. Arjuna merasa panas dan kegerahan ketika sang putri mencoba
menitis padanya. Begitupun juga dengan Dewi Kuntulwilanten. Tubuh halusnya
sudah tak kuat karena gerah dengan aura yang dipancarkan Arjuna. Sekejap saja,
Dewi Kuntulwilanten keluar dari dalam tubuh Arjuna. “pangeran Arjuna, kamu
bukan orang yang cocok menjadi suami penitisanku. Watakmu masih mudah marah dan
tak pernah segan menipu orang lain.” Arjuna merasa malu karena terperanjat
menyadari bahwa dia baru saja menipu Prabu Jathagimbal. “baiklah, tuan putri
aku harusnya sadar diri. Wahyu yang kau emban bukan wahyu sembarangan. Tapi
sebagai gantinya boleh aku ikut menyertai kepulanganmu ke Slagahima?” Dewi
Kuntulwilanten mengijinkannya menyertai kepulangannya ke Slagahima.
Sementara
itu, Raden Arjuna dan Dewi Sumbadra jejadian sedang berasyik-masyuk
melampiaskan nafsu birahi di pondok asmara. Ketika sampai pada puncak birahi,
Dewi Sumbadra jejadian mencium bau yang sangat anyir, mirip bau badan bangsa
yaksa. Begitupun Raden Arjuna jejadian,
Dewi Sumbadra yang di dalam pelukannya juga memiliki bau badan yang
sama. Lalu datanglah Raden Arjuna yang asli bersama para punakawan, Dewi
Kuntulwilanten, dan Raden Tambakganggeng yang kebetulan lewat. Dewi Sumbadra
jejadian menjadi terkejut kenapa bisa ada dua Arjuna. Raden Arjuna jejadian
kemudian menyuruh Dewi Sumbadra jejadian untuk bersembunyi, lalu dia menyerang
Raden Arjuna yang asli untuk membuktikan keaslian dirinya. Raden Arjuna
jejadian menyerang secara membabi buta menjadi lengah dan keris Arjuna yang
asli berhasil merobek perutnya. Seketika Raden Arjuna jejadian kembali badar
menjadi Prabu Jathagimbal. Dewi Sumbadra jejadian yang bersembunyi menjadi
terkejut dan menjerit lalu badar kembali menjadi Dewi Jathagini. Secara nekat,
Dewi Jathagini masuk di tengah pertarungan. Dengan penuh duka mendalam, Dewi
Jathagini menggunakan ilmu menghilang lalu menyelamatkan sang kakak dan
membawanya ke tengah hutan. “kakang Jathagimbal, maafkan aku. Karena aku, kita
jadi terlibat dosa zina yang memalukan ini. Aku lebih baik mati daripada harus
menanggung dosa ini.” “tidak adikku. Ini semua salah Arjuna. Dia telah
menipuku. Mengungsilah ke Pageralun, ke negeri kakang Jathasura. Lanjutkanlah
hidupmu. Besarkan anak kita sebagai pelunas dendam kita pada Arjuna.” Tak lama
setelah berkata begitu, Prabu Jathagimbal tewas karena luka-lukanya. Dewi
Jathagini menangis sedih. Setelah menguburkan jasad sang kakak, Dewi Jathagini
bersumpah akan membesarkan anak hasil perzinahan mereka agar bisa membalaskan
dendam mereka pada Arjuna.
Fajar
mulai menyingsing, matahari menengok malu-malu dari peraduannya. Prabu
Dewajumanten menerima kedatangan tiga orang raja, yaitu Prabu Kresna Basudewa
dari Dwarawati, Prabu Baladewa dari Mandura, dan Prabu Yudhistira dari Amarta.
Ketiga raja tersebut juga ingin mengajukan ikut sayembara memperebutkan Dewi
Kuntulwilanten. Prabu Dewajumanten menjelaskan “ mohon ampun beribu ampun, saat
ini putriku Kuntulwilanten belum pulang dari bertapa brata. Tapi aku sudah menyiapkan
sayembara tanding, barangsiapa yang mampu mengalahkan keenam putraku, maka
orang itu adalah yang akan mendapatkan putriku. Kira-kira dari gusti prabu
bertiga siapa yang mau akan terjun lebih dulu?” Arya Wrekodara angkat bicara
“gusti prabu, biar aku saja. Aku akan mewakili kakang Bule, kakang Cemani, dan
kakang Punta. Kalau aku menang, tuan putri boleh memilih salah satu dari
mereka.” Arya Wrekodara segera masuk gelanggang. Sebelum mereka memulai,
tiba-tiba Prabu Duryudana marah-marah “apa-apaan ini? Kok malah Pandawa yang
datang belakangan malah disilahkan sayembara. Seharusnya gusti Prabu
Dewajumanten mendahulukan saya. Aku dan adik-adik para Kurawa datang lebih dulu
dan pertandinganku kemarin berakhir karena senja. Aku minta tanding ulang!”
Prabu Yudhistira menyabarkan sepupunya itu “sudahlah kanda Prabu. Sayembara
hanya masalah permainan. Aku akan coba meminta izin pada gusti prabu Dewajumanten.”
Prabu Duryudana luluh hatinya. Prabu Yudhistira kemudian bernegosiasi dengan
Prabu Dewajumanten. Negosiasi pun berjalan lancar dan Prabu Dewajumanten
mengijinkan Prabu Duryudana bertanding ulang bersama Arya Wrekodara. Raden
Gagakbaka, Raden Dandangminangsi, dan adik-adiknya segera naik ke gelanggang.
Pertandingan pun dimulai. Keenam putra Slagahima berusaha menjatuhkan Arya
Wrekodara dan Prabu Duryudana namun tak satupun dari keenam putra Slagahima itu
mampu menjatuhkan mereka. Prabu Duryudana melayangkan pukulan ke arah gada-gada
yang dibawa para putra Slagahima. Setelah gada-gada itu terlepas, Arya
Wrekodara kemudian menghantam gada Rujakpala pada keenam putra Slagahima.
Ajaibnya, keenam putra Slagahima itu tidak mati tapi tubuh mereka menyusut menjadi
sedikit lebih kecil dari ukuran semula. Sebaliknya, Gada Rujakpala dan Gada
Kyai Inten menjadi membesar. Menyadari kehebatan lawan, Raden Gagakbaka, Raden
Dandangminangsi, Raden Jangetinelon, Raden Celengdemalung, Raden
Podangbinorehan, dan Raden Menjanganketawang menyerah kalah. Dengan demikian,
Prabu Duryudana dan Arya Wrekodara memenangkan sayembara tanding.
Bersamaan
dengan itu, Dewi Kuntulwilanten tiba di keraton Slagahima bersama raden Arjuna,
para punakawan, dan Raden Tambakganggeng. Dia kemudian menghadap sang ayah,
prabu Dewajumanten “salam, ayahanda. aku telah pulang. Wahyu Purbalaras telah
ku dapatkan” Prabu Dewajumanten merasa senang namun juga terkejut
“Kuntulwilanten, itukah dirimu? Aku bahagia kau sudah pulang dan mendapat wahyu
itu tapi apa yang sudah terjadi? Kenapa aku tak bisa memegangmu dan tubuhmu
bercahaya seperti ini, putriku? “ayahanda, ini adalah bentuk pengorbananku demi
Wahyu Purbalaras. Aku rela kehilangan wujud jasmaniku dan berganti wujud rohani
demi menjadi wadah penitisan Wahyu Purbalaras. Badan jasmaniku telah berubah
wujud menjadi laki-laki di sampingku ini. Dia adalah adikku, Tambakganggeng.
Akuilah dia sebagai putra ayahanda juga.” Prabu Dewajumanten terharu dan
berusaha memeluk putrinya yang kini tubuhnya bercahaya tak mampu diraba. Tak
lupa dia memeluk Tambakganggeng, sang putra ke tujuh. Sang prabu Dewajumanten
menceritakan segalanya dari awal hingga akhir kepada sang putri. Saat ini,
kerajaan Amarta, Dwarawati, Mandura, dan Hastinapura dinyatakan sebagai
pemenang sayembara tanding. “putriku, keempat raja ini adalah pemenang
sayembara. Pilihlah salah satu dari mereka yang pantas menjadi suamimu.”
“baiklah, ayahanda. Para raja yang budiman, izinkan saya mencoba masuk ke dalam
diri gusti sekalian.” Keempat raja itu mengiyakan. Dimulai dari Prabu
Duryudana. Begitu Dewi Kuntulwilanten memasuki tubuhnya, sekejap saja hawa
sepanas neraka menyeruak. Prabu Duryudana menjadi kegerahan, begitu juga dengan
Dewi Kuntulwilanten. Karena tak kuat menahannya, prabu Duryudana rubuh dan
jatuh kelelahan begitu Dewi Kuntulwilanten keluar dari tubuhnya “gusti prabu
Duryudana, aku tak bisa menerimamu sebagai suami penitisan. Jiwamu terlalu
panas. Hatimu memang dermawan tapi juga dipenuhi sifat iri dengki, serakah juga
mau menang sendiri.” Setelah itu Prabu Duryudana pingsan. Adipati Karna segera membawa tubuh sang ipar
lalu pamitan dan kembali ke Hastinapura. Dewi Kuntulwilanten kemudian masuk ke
dalam diri Prabu Baladewa. Sama seperti Prabu Duryudana, Dewi Kuntulwilanten
tak bisa menerima Prabu Baladewa sebagai suami karena hatinya mudah
terombang-ambing. Prabu Baladewa wataknya mudah kasihan tapi juga mudah marah. Sifatnya
lembut namun bersikap kasar. Sifat semacam itu membuat siapapun akan mudah
dihasut dan dimanfaatkan oleh orang lain untuk tujuan tidak benar. Lalu Dewi
Kuntulwilanten masuk ke dalam diri Prabu Kresna. Begitu sang dewi masuk, tubuh
Prabu Kresna mengalami panas dingin lalu Dewi Kuntulwilanten segera keluar dari
tubuh Prabu Kresna “gusti prabu memang titisan Batara Wisnu. Gusti memang
berbudi luhur, cerdas, dan arif namun anda juga kurang jujur dan licik. Anda
tak segan-segan menghalalkan segala cara bahkan menipu dan berbohong bila itu
ada faedahnya. Aku tak bisa menerima gusti sebagai suamiku.” Prabu Kresna
mengerti dan menerima dengan lapang dada.
Begitu tiba giliran Prabu Yudhistira,
belum masuk saja, Dewi Kuntulwilanten merasa sejuk berada di dekat Prabu
Yudhistira. Aura yang dipancarkan Prabu Yudhistira membuat Dewi Kuntulwilanten
merasa nyaman. Dewi Kuntulwilanten kemudian berkata “auramu sangat sejuk
menenangkan. Jiwamu suci bersih. Jujur dan adil adalah sifat gusti. Jiwa besar
adalah jiwa gusti, rela berkorban demi kepentingan orang banyak adalah landasan
hidup gusti. Aku telah memilih gusti sebagai suami sekaligus wadah penitisanku.
Aku tak akan keluar lagi dari tubuhmu untuk selamanya, suamiku.” Seketika Dewi
Kuntulwilanten bertukar wujud menjadi cahaya pelangi lalu masuk menitis pada
Prabu Yudhistira. Prabu Kresna dan Prabu Baladewa memberikan selamat atas terpilihnya sang sepupu.
Dewi Kuntulwilanten memilih Prabu Yudhistira |
Demikianlah,
Dewi Kuntulwilanten, perwujudan Wahyu Purbalaras yang berkulit putih telah
memilih Prabu Yudhistira sebagai suaminya sekaligus menitis pada sang ksatria berdarah
putih itu. Raden Tambakganggeng, Raden Gagakbaka, Raden Dandangminangsi dan
adik-adik mereka tak ingin berpisah dari sang kakak ingin ikut mengabdi pada
Prabu Yudhistira. Prabu Dewajumanten mengijinkan mereka mengabdi namun diantara
mereka harus ada yang tetap tinggal di
Slagahima untuk menjaga negara. Dan begitulah, Raden Tambakganggeng, Raden
Podangbinorehan, Raden Gagakbaka, Raden Dandangminangsi, dan Raden Jangetinelon
ikut para Pandawa mengabdi di Amarta. Raden Tambakganggeng dilantik menjadi perdana
menteri/patih Amarta berkedudukan di Keraton Indraprastha membantu Prabu
Yudhistira. Raden Gagakbaka dilantik menjadi wazir Arya Wrekodara. Raden
Dandangminangsi berkedudukan sebagai menteri luar negeri. Raden Podangbinorehan
menjadi menteri dalam negeri, dan Raden Jangetinelon menjadi kepala bhayangkara
kerajaan Amarta. Keempatnya berkedudukan di puri Jodhipati. Sedangkan Raden
Menjanganketawang dan Raden Celengdemalung tetap tinggal di kerajaan Slagahima bersama
ayah mereka.