Kamis, 19 September 2019

Perseteruan Dua Murid (Palguna-Palgunadi)


Salam sejahtera,pembaca yang budiman. Karena banyak kesibukan, penulis sampai belum memposting kisah. Kali ini penulis akan menceritakan pertemuan kembali Raden Permadi (Palguna) dengan Prabu Palgunadi (Bambang Ekalaya) yang berujung pada perselisihan yang memalukan nama Resi Dorna karena sang guru yang bersikap pilih kasih. Kisah di akhiri dengan Dewi Anggraini yang bunuh diri menyusul sang suami yang tewas di tangan Permadi. Di dalam Kitab Mahabharata, tokoh Ekalavya setelah mengorbankan jempolnya, mengabdi pada Prabu Jarasandha namun di kemudian hari, Ekalavya dapat dikalahkan oleh Sri Krishna. Dalam pewayangan jawa, Bambang Ekalaya hanya muncul sekali di saat para Pandawa sudah mendirikan negara Amarta. dalam kisah ini, penulis berusaha menggabungkan kedua versi di samping melanjutkan prolog di kisah sebelumnya. Sumber dari kisah ini dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Kitab Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita, Serial kolosal indonesia Karmapala karya Imam Tantowi, dan kisah Palguna-Palgunadi versi R. A Kosasih yang telah diubah dan dikembangkan seperlunya.
Pada suatu hari yang cerah, kadipaten Sokalima kedatangan seorang raja berikut permaisurinya yang cantik bagai sinar bulan purnama. Sang raja nampak tampan dan gagah dengan wajah berseri itu bernama Prabu Palgunadi alias Bambang Ekalaya dari Paranggelung yang dahulu pernah datang berguru ke Sokalima dan sang permaisuri bernama Dewi Anggraini. Bambang Aswatama, pemimpin kadipaten menyambut mereka dengan sangat ramah. Bambang Aswatama kemudian mempersilakan Prabu Palgunadi dan Dewi Anggraini untuk masuk ke istana kadipaten. Mereka saling bertanya kabar lalu Prabu Palgunadi mengutarakan niatnya “kakang Aswatama, kedatanganku sebenarnya untuk kembali menimba ilmu. Ku dengar guru belum menurun satu ilmu padaku. Ilmu itu ilmu panah Durwenda Sapta Manunggal. Kalau bisa mendapatkan ilmu itu, maka tujuh senjata sekalipun bisa ditarik oleh busur dan berubah jadi ribuan panah. Dan setahuku hanya dinda Palguna* (Permadi; Arjuna) yang sudah kewarisan ilmu itu.” tak lama, datanglah Resi Dorna. Mereka lalu sembah sungkem pada sang guru besar itu. Setelah mengutarakan keinginannya untuk kembali berguru, Resi Dorna mengajak sang murid itu kembali berlatih di perguruan Sokalima, sementara Dewi Anggraini dipersilakan masuk ke istana kadipaten.
Di sela-sela waktu, Dewi Anggraini bertanya pada Bambang Aswatama “Kakang Aswatama! Aku mau bertanya. Bagaimana kanda Palgunadi dulu bisa diterima sebagai murid guru Dorna sedangkan waktu dulu setahuku, Sokalima belum bisa menerima murid selain para pangeran Hastinapura?” “ceritanya begini, menurut penuturan ayah, dahulu saat Pandawa dan Kurawa masih berguru pada ayah, anjing penjaga milik kakang Prabu Duryudana terkena panah dan dia marah-marah pada Permadi karena mengira dia yang memanah anjingnya itu dan waktu itu dia yang paling mahir memanah. Karena namanya telah dicemari, ayah dan Permadi mencari tahu siapa yang meakukan itu sehingga mereka sampai di sebuah gua. Di dalam gua itu ada sebuah arca besar berwujud mirip ayah dan seorang ksatria tampan bernama Ekalaya, suamimu. Ayah sangat terkesan atas kemampuan suamimu tapi Permadi berubah masam mukanya merasa tersaingi. Ayah mengerti bahwa murid kesayangannya tersaingi lalu dia kemudian mengatakan bahwa walau hanya belajar lewat arcanya, tetap sama saja dengan belajar dengannya langsung sehingga ayah minta persembahan daksina. Ayahku meminta jempol tangan kanan suamimu sebagai persembahannya. Suamimu mengerti bahwa tujuannya agar kemampuannya jauh berkurang, tapi suamimu sangat berjiwa besar. Dia memotong jempol tangan kanannya. Ayah kemudian menerimanya sebagai murid resmi dan Permadi memberikan nama Palgunadi pada suamimu juga menjadikannya saudara seperguruan. Setelah itu, entah bagaimana, kemampuan suamimu justru semakin bertambah  dan semakin sakti walaupun jempolnya telah terpotong. Itu yang masih menjadi teka-teki”  Dewi Anggraini terkesan pada kisah masa lalu suaminya dan kini dia tahu alasan kenapa jari suaminya itu berjumlah sembilan. Kemudian Dewi Anggraini minta izin untuk jalan-jalan di Sokalima. Bambang Aswatama mempersilakan istri sahabatnya lalu masuk ke dalam puri.
Di saat jalan-jalan, Dewi Anggraini bertemu Raden Permadi dan para Punakawan yang kebetulan menuju Sokalima untuk mengunjungi Resi Dorna. Raden Permadi yang masih galau karena cintanya pada Banowati telah pupus, kembali bergairah melihat rupa ayu Anggraini. Kemudian mereka saling berkenalan “ni sanak, perkenalkan aku Permadi, murid Guru Dorna. Sepertinya anda bukan orang sini. Ada keperluan apakah datang ke Sokalima?” “maaf tuan, saya Anggraini, saya istri kanda Prabu Palgunadi, salah satu murid Guru. Saya hanya berjalan-jalan disini sembari menunggu suamiku berlatih.” Raden Permadi terkejut saudara seperguruannya itu datang berkunjung kemudian menawarkan diri untuk mengantar Anggraini kepada suaminya dan Dewi Anggraini setuju.
Tutur kata Dewi Anggraini yang lembut dan sopan, wajahnya yang sangat cantik, dan pipinya yang merona membuat rasa cinta dalam dada Permadi kembali bergejolak. Walaupun Permadi sudah memiliki beberapa istri, rupanya kecantikan Anggraini tiada duanya dan sangat khas sehingga dirinya menjadi klepek-klepek. Karena tak mampu menahan perasaannya Permadi kemudian merayu Anggraini “Dinda, kamu cantik sekali bahkan lebih cantik daripara para peri yang berada di kahyangan. Andai saja kamu belum menikahi adhi Prabu Palgunadi, sudah barang tentu aku yang akan jadi suamimu.”  Dewi Anggraini menjadi kalut tak keruan. Di satu sisi, dia mengakui wajah dan paras Raden Permadi jauh lebih tampan dari suaminya namun di satu sisi dia sangat mencintai suaminya. Ki Lurah Semar paham perasaan Dewi Anggraini lalu menasehati Gareng dan adik-adiknya “anak-anakku, sebagai kaum lelaki, kita harus pandai menjaga norma. Wajar bila lelaki menyukai perempuan. Tapi jangan sampai menjadi orang ketiga dalam hubungan yang sudah sah” Gareng kemudian menyambung ucapan sang bapak “benar itu, romo. Dengerin itu kata-kata romo, Petruk! Bagong! orang yang jadi perebut kebahagiaan itu tak pantas disebut manusia sejati tapi lebih mirip burung kedasih. Sudah ngerebut malah mencelakai yang punya hubungan.”  “Betul itu” sahut Petruk dan Bagong. merasa disindir, Raden Permadi menjadi malu sendiri dan meminta maaf pada Dewi Anggraini “maaf, Anggraini. Aku tak bermaksud......” “sudah tidak apa, kakang Permadi. Tak usah dipikirkan. Wajar bila kau jatuh cinta.tapi biarkan cintamu berhenti pada cinta.” Raden Permadi terkesan akan sikaptegas Dewi Anggraini.  Tanpa disadari, mereka dibuntuti oleh Patih Arya Sengkuni. Melihat pemandangan itu, Patih Sengkuni terpikir sebuah ide untuk mengadu domba Prabu Palgunadi dan Raden Permadi. Patih Arya Sengkuni tahu bahwa Prabu Palgunadi datang berkunjung ke Sokalima sehingga sekalian saja dia mengadu domba mereka, syukur-syukur kalau Raden Permadi tewas di tangan saudara seperguruannya itu.
Patih Arya Sengkuni datang dan masuk ke dalam puri kadipaten Sokalima. Di sana ditemuinya Bambang Aswatama dan Prabu Palgunadi yang baru selesai berlatih, sedangkan Resi Dorna pergi ke sendang di pinggir peguruan untuk mengheningkan pikiran setelah melatih muridnya. Disana dia memberitahu kabar bahwa Raden Permadi telah berselingkuh dengan Dewi Anggraini “Syukurlah kalian sudah berkumpul disini. Aku memberitahu kabar penting.” “kabar apa paman Patih?” tanya Bambang Aswatama dan Prabu Palgunadi. “Haduduh......ketiwasan Aswatama! gusti Prabu Palgunadi! Permadi, saudara seperguruan gusti telah bermain selingkuh dengan istri gusti.” Bambang Aswatama yang sejak dulu membenci Permadi kemudian menjadi gerah begitu mendengarnya lalu ikut memanasi adik seperguruannya itu “aku dengar Permadi terkenal suka bermain wanita. Istrinya sudah segudang jadi dia pasti telah menggaet istri adhi prabu dengan ilmu gendam dan peletnya.” Prabu Palgunadi menjadi marah mendengarnya. Dia tak habis pikir saudara seperguruannya melakukan hal hina seperti itu. Prabu Palgunadi kemudian keluar dari dalam puri dan benar saja dia melihat Permadi sedang bersama istrinya. Lalu dia melabrak mereka dan mengata-ngatai Permadi ”Kurang ajar kau, Palguna. Dasar hidung belang. Kita bersaudara tapi ini yang kudapatkan darimu. Susu yang ku beri kau balas dengan tuba.” Raden Permadi marah namun ditahannya. Dewi Anggraini berusaha menyabarkan sang suami “kanda Prabu, sudahlah! tenangkan dan jernihkan pikiranmu. Ini hanya salah paham.” “salah paham kata dinda. Lalu untuk apa Permadi sampai repot-repot jalan bersamamu kalu bukan untuk merayumu. Dia pasti telah memeletmu dan menanam gendam di di mata dan hati dinda. Lelanang ing jagat ini benar memalukan Wangsa Baharata” Raden Permadi menjadi marah tak tertahan lagi “Cukup, kakang Prabu Palgunadi. Tuduhan kakang tak beralasan. Aku memang menyukai istri kakang, tapi hanya sebatas kagum. Aku sadar diri dinda Anggraini adalah istri kakang.” Prabu Palgunadi yang sudah gelap mata tak percaya apa yang dikatakan Permadi dan Dewi Anggraini. lalu teringatlah dia kejadian dulu waktu Resi Dorna meminta Palgunadi memotong jempol kanannya karena sayang dan kasihnya pada Permadi. Karena telah terbakar api kemarahan dan cemburu, Prabu Palgunadi menantang Raden Permadi ”Palguna, kau masih ingat waktu guru menyuruhku memotong jempolku sendiri hanya demi kasihnya padamu? Maka malam ini aku menantangmu. Kita buktikan siapa murid terbaik Sokalima. Aku atau kau? ” raden Permadi yang sama-sama berjiwa muda menerima tantangan itu.
Malam itu, semua orang, para cantrik-mentrik, Bambang Aswatama, Dewi Krepi, Mpu Krepa, dan para punggawa kadipaten berkumpul minus Resi Dorna yang masih bersemedi di pinggir sendang sementara Patih Sengkuni diam-diam meninggalkan Sokalima dan pulang ke Hastinapura. Kedua ksatria itu saling bertarung dengan lihai. Mula-mula mereka bertanding tangan kosong. Keduanya sama-sama kuat dan jurus-jurus yang mereka patrapkan sangatlah hebat. Meskipun Prabu Palgunadi hanya berjari sembilan, namun tetap dapat mengimbangi kekuatan Permadi. Lalu mereka beradu keris, keris mereka saling beradu dengan indah. Percikan api yang keluar dari keris yang beradu menerangi alun-alun perguruan dan kadipaten Sokalima. Keduanya tak ada yang kalah atau menang, seimbang sekali. Begitupun ketika mereka beradu tombak, pedang, gada, kujang, dan semua senjata perang.
Dua murid berseteru
Lalu yang terakhir adalah panahan. Busur pun ditarik dan jrass, ribuan anak panah meluncur dari kedua arah. Panah-panah milik Permadi beradu dengan panah-panah milik Palgunadi di udara. Hanya dalam hitungan detik saja, panah-panah milik Permadi meledak menciptakan kembang api berwarna-warni yang menerangi langit. Tak puas dengan itu, Permadi membalas serangan. Kini berbalik, panah-panah milik Palgunadi yang meledak. Kembang api yang tercipta tak kalah indah. Adu panah itu berlangsung lama sekali. Langit malam Sokalima yang gelap temaram berubah menjadi terang benderang layaknya siang karena daya kesaktian milik dua ksatria yang saling beradu itu. Malam itu juga, ada satu hal yang di sadari oleh Permadi. Permadi menjadi heran meskipun Prabu Palgunadi hanya berjari sembilan, kemampuan memanahnya bahkan mampu mengimbangi dan hampir di atas kemampuannya.
Cahaya terang dan bunyi ledakan dari pertarungan itu membuat Resi Dorna yang tengah mengheningkan pikiran terbangun dari tapanya dan segera menuju ke alun-alun. Di tengah jalan, Resi Dorna bertemu Prabu Kresna. Prabu Kresna mendapatkan firasat buruk mengenai Raden Permadi, sepupunya yang paling disayanginya. Benar saja, di alun-alun yang ramai, mereka melihat Permadi dan Palgunadi sedang beradu panahan dalam keadaan marah. Panah-panah mereka yang saling beradu dan meledak menciptakan kembang api yang sangat terang. Sampai di satu kesempatan kedua belah pihak akhirnya sama-sama terluka namun tak ada satu pun dari mereka yang mau menghentikan pertarungan harga diri itu. Harga diri sebagai murid terbaik Sokalima. Di satu kesempatan, Raden Permadi terdesak dan panah-panah Palgunadi sudah tak mampu dilawannya. Di saat yang genting itu, muncul bayangan hitam di kelebatan malam menyambar Permadi yang sudah sangat kelelahan. Sementara Palgunadi yang juga sangat keletihan akhirnya pingsan lalu digotong oleh para cantrik Sokalima menuju asramanya. Dewi Anggraini segera menyusul sang suami. Resi Dorna kemudian bertanya pada putranya apa yang terjadi. Bambang Aswatama menceritakan segalanya namun karena kebenciannya, dia menyudutkan Permadi secara membabi buta. Resi Dorna kecewa dengan penuturan anaknya yang telah ketularan wabah kebencian dari Para Kurawa itu”anakku, ketahuilah, walaupun Permadi punya banyak perempuan disekitarnya, dia tak akan mengambil istri orang yang sudah sah. Kau sudah dibutakan kebencian yang terlalu. Aku akan cari tahu sendiri apa duduk permasalahan yang sebenarnya.” Resi Dorna kemudian meninggalkan putranya itu.
Bayangan hitam yang menyambar Permadi tadi adalah Prabu Kresna. Keduanya untu sementara bersembunyi. Prabu Kresna segera mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma dan mengobati luka-luka Permadi. Raden Permadi pun berterima kasih pada Prabu Kresna “Kakang Madawa, terima kasih atas pertolonganmu, tapi aku lebih suka gugur sebagai ksatria melawan saudara seperguruanku daripada lari sebagai seorang pengecut.” “Parta, kalau kau sampai mati karena melawan adhi Prabu Palgunadi, kau bukan gugur sebagi ksatria tapi modar sebagai korban fitnah patih Sengkuni. coba lihatlah ini ” Prabu Kresna segera mengeluarkan Kaca Lopian. Ketika melihat dari situ, terlihatlah sewaktu Permadi mengantar Dewi Anggraini ada Patih Sengkuni menguntit dari balik pohon lalu terlihat pula Patih Sengkuni mengadu domba Bambang Aswatama dan Prabu Palgunadi. Raden Permadi tertegun melihat pemandangan itu dari kaca Lopian dan tak menyangka bahwa Patih Sengkuni berada dibalik semua ini “lalu untuk saat ini, apa yang harus aku lakukan?” “Tabahkanlah hatimu dan bersikaplah sportif pada anak prabu atau malapetaka akan menaungi kita, muridku.” Raden Permadi dan Prabu Kresna terkejut ketika Resi Dorna tiba-tiba datang. Resi Dorna yang telah melihat semuanya menjelaskan ingin bersikap adil pada kedua murid kinasihnya itu. Dia akan berbicara dengan Prabu Palgunadi bila dia telah siuman. Untuk sementara, Resi Dorna menawari Raden Permadi dan Prabu Kresna menginap saja di Sokalima. Namun mereka menolak secara halus, terutama Permadi yang masih menjaga perasaan dengan Prabu Palgunadi dan Dewi Anggraini. Permadi merasa semua kejadian ini terjadi karena dirinya tak bisa menahan perasaan cintanya pada Dewi Anggraini. Untuk itu dia akan bersemedi dan menjernihkan pikirannya di sebuah gua yang tak jauh dari alun-alun Sokalima.
Malam merampat perlahan menuju subuh. Bunyi kentungan yang dipukul dua kali sayup-sayup terdengar menandakan sudah jam dua pagi. Para cantrik-mentrik Sokalima telah tertidur pulas. Namun tidak bagi Resi Dorna dan Dewi Anggraini. Mereka masih menunggui Prabu Palgunadi yang masih terbaring pingsan. Sejenak kemudian, Prabu Palgunadi terbangun dan dia melihat telah ditunggui istri dan gurunya. Mereka bersyukur Prabu Palgunadi tidak kenapa-napa. Resi Dorna kemudian bertanya apa duduk permasalahannya. Lalu Prabu Palgunadi menceritakannya secara keseluruhan. Resi Dorna mengerti lalu dia bertanya kembali “anak prabu, maaf bila gurumu ini lancang bertanya. Sejak kejadian pemotongan jempol itu, segalanya berubah tapi tidak pada dirimu. Walaupun kau kehilangan jempol kananmu, ilmu memanahmu tak berkurang sedikitpun bahkan semakin mahir. Apa rahasianya, anakku?” “Prabu Palgunadi terkesiap mendengarnya. Dia telah sadar bahwa pertanyaan ini cepat atau lambat pasti akan datang. Rahasia yang telah disembunyikannya rapat-rapat selama bertahun-tahun sejak peristiwa Guru Daksina itu akan terbuka. Dengan dada lapang, Prabu Palgunadi bercerita” Guruku, akan ku ceritakan segalanya. Tidak ada lagi rahasia diantara kita. Setelah aku mengorbankan jempol tangan kananku pada guru, terjadi sebuah keajaiban. Jempol itu menghilang dan muncul kembali sebagai cincin. Sang Batara Guru sendiri yang mengubah jempol itu menjadi cincin. Oleh sang Batara, cincin itu dinamai Cincin Mustika Ampal yang saat ini aku pakai di telunjuk kananku. Namun karena daya kesaktiannya, cincin Mustika Ampal ini seakan menyatu dengan jari telunjukku dan tak bisa dilepaskan lagi setelah aku mengenakannya.” Setelah mengetahui apa yang menjadi rahasia Palgunadi, Resi Dorna menyarankannya untuk berdamai saja”Anak prabu, menurut saran gurumu ini berdamailah dengan Permadi. Jangan menyebarkan bibit permusuhan lagi. Kalian saudara seperguruan. Jangan gegabah dan cepat mengambil kesimpulan.” namun Prabu Palgunadi menolak “Tidak, guru,  aku tak akan berhenti dengan kakang Palguna. Ini bukan hanya sekadar masalah siapa murid Sokalima yang terbaik, tapi ini masalah harga diri. Harga diri saya sebagai suami yang istrinya diganggu pria lain.” Resi Dorna merasa Palgunadi sudah mengambil jalan yang diambilnya, jalan yang diaangapnya sebagai ksatria sejati. “baik anak Prabu, aku tak akan menghalangimu. Aku sudah mewanti-wanti Permadi untuk bersikap sportif bila kau tetap di jalanmu.” Resi Dorna kemudian keluar kamar asrama menuju puri Sokalima. Resi Dorna tak sadar bahwa di punggungnya ada seekor klanceng (lebah putih) hinggap di punggungnya. Bambang Aswatama yang menyadari hal itu berusaha menepuk klanceng itu. Lalu klanceng itu terbang dan berubah menjadi bayangan hitam. Bayangan hitam itu rupanya lagi-lagi adalah Prabu Kresna. Dia sadar bahwa Prabu Palgunadi adalah orang baik tapi mudah terhasut. Orang semacam itu kelak akan menyusahkan para Pandawa kelak sehingga menurutnya lebih baik segera dimusnahkan saja. Lalu sukmanya yang berupa bayangan hitam memasuki alam mimpi.
 Di tempat lain, di sebuah gua yang tak jauh dari alun-alun Sokalima. Permadi sedang bersemedi memohon penyelesaian terbaik atas atas masalah perselisihannya dengan Prabu Palgunadi. Tanpa disadari, dia justru tertidur. Di saat demikian, dia bermimpi. Di dalam mimpinya dia melihat sebuah patung seorang pria yang tangan kanannya retak lalu retakan nya membuat jari telunjuk kanan patung itu jatuh. Tak berapa lama kemudian, patung itu roboh tak bersisa. Lalu terdengar suara sayup-sayup. Permadi mengenali suara itu. itu suara Resi Dorna.”anakku Arjuna sang Permadi, Kalau ingin mengalahkan anak prabu Palgunadi, patahkan penunjuknya.” Tak lama kemudian, Permadi terbangun dengan wajah bercucuran keringat. Di lihatnya Prabu Kresna dari tadi bersemedi tidak bangun sejak semalam. Kemudian sang raja Dwarawati itu bangun dari semedinya. Wajahnya yang tenang mengisyaratkan bahwa dia telah tahu apa yang ada di hati Permadi. Prabu Kresna memberikan semangat pada adik sepupunya itu “adhi Parta, jangan susah hati pada mimpimu itu. mungkin ini lah jalan yang harus dilewati saudara seperguruanmu.”
Pagi itu, Prabu Palgunadi dan Raden Permadi kembali bertarung di tengah lapangan alun-alun lagi. Kali ini keduanya sudah sama-sama segar bugar. Perang tanding kemarin memang hebat namun perang tanding pagi ini jauh lebih hebat. Adu panah diantara Permadi dan Palgunadi kini membuat langit pagi itu sangat terang benderang. Kecepatan mereka bagaikan kilat menyambar. Panah-panah beradu mengeluarkan suara gemuruh bagaikan suara halilintar. Angin menderu kencang. Prabu Palgunadi terus menyerang saudara seperguruannya itu seakan ingin Permadi segera mati. Sampai petang hari,pertarungan itu terus berlanjut. Tak ada satupun dari mereka yang kalah ataupun menang. Namun Permadi semakin terdesak. Akhirnya dia teringat mimpi tentang jari telunjuk patung yang jatuh itu. segera saja, Permadi merentangkan Busur Gandiwa dan merapal ajian Panah Sangkali.  Begitu panah di lepas dan jrass, panah berdesing, meluncur dengan kencang ke arah tangan kanan Palgunadi.
Prabu Palgunadi tak menyangka, jari telunjuknya yang memakai Cincin Mustika Ampal menjadi sasarannya. Karena tak sempat menghindar, panah Sangkali memotong jari telunjuk sang Prabu yang memakai Cincin Mustika Ampal. Jari telunjuk pun jatuh dan Prabu Palgunadi mengerang kesakitan lalu badannya lemas dan jatuh ke tanah karena dulu dia pernah bersumpah akan menjaga Cincin Mustika Ampal layaknya nyawa sendiri. Karena kini telah terlepas, jiwanya terguncang, kesaktiannya menghilang, dan jantungnya berhenti berdegup. Akhirnya Prabu Palgunadi meninggal dunia. Raden Permadi terkejut melihatnya. Begitupun Bambang Aswatama, dan semua yang hadir di situ. Dewi Anggraini  sangat syok dan menangis di hadapan jenazah suaminya. Resi Dorna lalu datang karena perasaannya tidak enak dan rupanya ini yang menjadi sumber tidak enak hatinya. Resi Dorna bertanya bagaimana caranya dia mengalahkan Prabu Palgunadi. Raden Permadi mengatakan bahwa dia mendapat mimpi dan ada suara resi Dorna yang membocorkan rahasia Palgunadi. Resi Dorna tertegun mendengarnya. Rahasia yang ditutup rapat-rapat Resi Dorna dapat terkuak oleh Permadi. Dia tak habis pikir bagaimana bisa rahasianya terbongkar begitu saja. Kini Prabu Palgunadi telah tewas. Tanpa banyak bicara, dia memungut jari telunjuk milik Palgunadi lalu menempelkannya ke tangan kanan Raden Permadi. Lalu muncullah sebuah keajaiban. Dengan seizin Sanghyang Widhi,  jari telunjuk itu menyatu di tangan kanan Raden Permadi bersama jari-jari lainnya. Menyatunya jari telunjuk itu juga menyebabkan Cincin Mustika Ampal juga ikut manjing di dalam tangan Permadi. Kini Raden Permadi memiliki sebelas jari dan sejak saat itu, Permadi dijuluki sang Siwil.
Karmapala untuk Guru Dorna
Sang siwil yang menjadi lelanang ing jagat dan ksatria pemanah terhebat di dunia. Bambang Aswatama kecewa dengan hasil adu tanding itu lalu dia menyumpahi Prabu Kresna karena tahu bahwa dia telah tahu Kresna lah yang membocorkan rahasia Palgunadi semalam “Kresna kau bangsat, kau sungguh curang. Kau titisan Wisnu tapi kau licik, kesaktianmu hanya digunakan untuk nasib Permadi saja. Aku bersumpah kelak kerajaanmu yang telah kau perintah akan menerima nasib kehancuran karena ulah buruk putramu.” Petir menggelegar, pertanda sumpah itu didengar dewata. Resi Dorna kemudian memarahi putranya itu karena memarahi dan mengutuki Prabu Kresna. Resi Dorna kemudian mendengar suara Palgunadi bergema di angkasa “Guru, rahasia yang kau tutup rapat telah bocor pada musuhku. Ketulusanku telah kau curangi. Kau pilih kasih, guru! Guru lebih menyayangi kakang Palguna. Guru, ingatlah tentang karmapalamu. Kelak saat ada perang besar dimana guru akan menjadi salah satu maha senapatinya, aku akan datang menjemput guru melalui perantara muridmu yang lahir dari api kebencian orang tuanya!” Resi Dorna merasa ngeri namun pasrah menerima apapun karma yang akan didapatkannya kelak.
Dewi Anggraini melakukan labuh geni
Singkat cerita, jenazah Prabu Palgunadi segera dibawa ke Paranggelung. Resi Dorna dan Raden Permadi ikut mengantarkan kepergian sang Prabu. Para punggawa dan putri-putri sang Prabu menangis sedih. Terlebih lagi Dewi Anggraini, dia sangat terguncang. Raden Permadi berusaha menghibur hati sang ratu Paranggelung “dinda Anggraini, jangan lah bersedih lagi. Ikut lah denganku ke Amarta. Meskipun tak ku jadikan istriku, aku akan selalu membuatmu bahagia.” “tidak perlu, kakang Permadi. Aku tak bersedia. Aku tahu kakang prabu kasar padaku sebelumnya, tapi dia hanya korban. Korban fitnah Sengkuni. Walau seperti apapun kakang Prabu memperlakukan aku, cinta dan kesetiaanku hanya untuk kakang Prabu. Kita sudahi kisah cinta ini. Biarkan cinta kakang padaku berhenti pada cinta saja. Jangan siksa perasaanku dan perasaan kakang, relakan aku. Aku akan ikut menyusul kakang Prabu ke Swarga Maniloka. Terima kasih, kakang Permadi. Kakang yang telah mencintaiku setulus hati.” Upacara ngaben pun telah siap. Begitu api pancaka telah berkobar, Dewi Anggraini naik ke puncak menara lalu menusuk perutnya sendiri dengan patrem. Dewi Anggraini roboh dan jatuh ke dalam api pancaka. Dewi Anggraini telah melakukan sati, labuh geni menyusul sang suami. Raden Permadi menangis melihat cintanya kini tewas menyusul suaminya. Saking sedihnya, dia tak mau lagi kembali ke Amarta dan memilih hidup menyepi di hutan menjalani tapa ngrame sebagai bentuk penebusan dosanya pada Prabu Palgunadi dan Dewi Anggraini.

*Arjuna memiliki banyak nama julukan, diantaranya Permadi (kasih sayang), Parta (putra Dewi Prita/Kunthi), Palguna (dia yang lahir di sasih Palguna), Dananjaya (dia yang bersenjata utama dhanu/busur panah), Gudakesha (penakluk kantuk), Jishnu (kemarahan yang hebat), Kumbalwali, Janaka, Jlamprong (bulu merak), Indraputra (putra Dewa Indra), Indratanaya (putra Batara Indra), Wibatsuh, Wrehanala/Brihanala (penari ulung), Pandusiwi (Putra Pandu), Danasmara (dia yang tak pernah menolak panah cinta), Bharatasatama (keturunan Baharata yang utama) dll

Tidak ada komentar:

Posting Komentar