Salam sejahtera,pembaca yang budiman. Karena banyak kesibukan, penulis sampai belum memposting kisah. Kali ini penulis akan menceritakan pertemuan kembali Raden Permadi (Palguna) dengan Prabu Palgunadi (Bambang Ekalaya) yang berujung pada perselisihan yang memalukan nama Resi Dorna karena sang guru yang bersikap pilih kasih. Kisah di akhiri dengan Dewi Anggraini yang bunuh diri menyusul sang suami yang tewas di tangan Permadi. Di dalam Kitab Mahabharata, tokoh Ekalavya setelah mengorbankan jempolnya, mengabdi pada Prabu Jarasandha namun di kemudian hari, Ekalavya dapat dikalahkan oleh Sri Krishna. Dalam pewayangan jawa, Bambang Ekalaya hanya muncul sekali di saat para Pandawa sudah mendirikan negara Amarta. dalam kisah ini, penulis berusaha menggabungkan kedua versi di samping melanjutkan prolog di kisah sebelumnya. Sumber dari kisah ini dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Kitab Pustakaraja Purwa karya Ngabehi Ranggawarsita, Serial kolosal indonesia Karmapala karya Imam Tantowi, dan kisah Palguna-Palgunadi versi R. A Kosasih yang telah diubah dan dikembangkan seperlunya.
Pada
suatu hari yang cerah, kadipaten Sokalima kedatangan seorang raja berikut
permaisurinya yang cantik bagai sinar bulan purnama. Sang raja nampak tampan
dan gagah dengan wajah berseri itu bernama Prabu Palgunadi alias Bambang
Ekalaya dari Paranggelung yang dahulu pernah datang berguru ke Sokalima dan
sang permaisuri bernama Dewi Anggraini. Bambang Aswatama, pemimpin kadipaten
menyambut mereka dengan sangat ramah. Bambang Aswatama kemudian mempersilakan
Prabu Palgunadi dan Dewi Anggraini untuk masuk ke istana kadipaten. Mereka
saling bertanya kabar lalu Prabu Palgunadi mengutarakan niatnya “kakang
Aswatama, kedatanganku sebenarnya untuk kembali menimba ilmu. Ku dengar guru
belum menurun satu ilmu padaku. Ilmu itu ilmu panah Durwenda Sapta Manunggal.
Kalau bisa mendapatkan ilmu itu, maka tujuh senjata sekalipun bisa ditarik oleh
busur dan berubah jadi ribuan panah. Dan setahuku hanya dinda Palguna* (Permadi; Arjuna) yang sudah
kewarisan ilmu itu.” tak lama, datanglah Resi Dorna. Mereka lalu sembah sungkem
pada sang guru besar itu. Setelah mengutarakan keinginannya untuk kembali
berguru, Resi Dorna mengajak sang murid itu kembali berlatih di perguruan
Sokalima, sementara Dewi Anggraini dipersilakan masuk ke istana kadipaten.
Di
sela-sela waktu, Dewi Anggraini bertanya pada Bambang Aswatama “Kakang
Aswatama! Aku mau bertanya. Bagaimana kanda Palgunadi dulu bisa diterima
sebagai murid guru Dorna sedangkan waktu dulu setahuku, Sokalima belum bisa
menerima murid selain para pangeran Hastinapura?” “ceritanya begini, menurut
penuturan ayah, dahulu saat Pandawa dan Kurawa masih berguru pada ayah, anjing
penjaga milik kakang Prabu Duryudana terkena panah dan dia marah-marah pada
Permadi karena mengira dia yang memanah anjingnya itu dan waktu itu dia yang
paling mahir memanah. Karena namanya telah dicemari, ayah dan Permadi mencari
tahu siapa yang meakukan itu sehingga mereka sampai di sebuah gua. Di dalam gua
itu ada sebuah arca besar berwujud mirip ayah dan seorang ksatria tampan
bernama Ekalaya, suamimu. Ayah sangat terkesan atas kemampuan suamimu tapi
Permadi berubah masam mukanya merasa tersaingi. Ayah mengerti bahwa murid
kesayangannya tersaingi lalu dia kemudian mengatakan bahwa walau hanya belajar
lewat arcanya, tetap sama saja dengan belajar dengannya langsung sehingga ayah
minta persembahan daksina. Ayahku meminta jempol tangan kanan suamimu sebagai
persembahannya. Suamimu mengerti bahwa tujuannya agar kemampuannya jauh
berkurang, tapi suamimu sangat berjiwa besar. Dia memotong jempol tangan
kanannya. Ayah kemudian menerimanya sebagai murid resmi dan Permadi memberikan
nama Palgunadi pada suamimu juga menjadikannya saudara seperguruan. Setelah
itu, entah bagaimana, kemampuan suamimu justru semakin bertambah dan semakin sakti walaupun jempolnya telah
terpotong. Itu yang masih menjadi teka-teki”
Dewi Anggraini terkesan pada kisah masa lalu suaminya dan kini dia tahu
alasan kenapa jari suaminya itu berjumlah sembilan. Kemudian Dewi Anggraini
minta izin untuk jalan-jalan di Sokalima. Bambang Aswatama mempersilakan istri
sahabatnya lalu masuk ke dalam puri.
Di
saat jalan-jalan, Dewi Anggraini bertemu Raden Permadi dan para Punakawan yang
kebetulan menuju Sokalima untuk mengunjungi Resi Dorna. Raden Permadi yang
masih galau karena cintanya pada Banowati telah pupus, kembali bergairah
melihat rupa ayu Anggraini. Kemudian mereka saling berkenalan “ni sanak,
perkenalkan aku Permadi, murid Guru Dorna. Sepertinya anda bukan orang sini. Ada
keperluan apakah datang ke Sokalima?” “maaf tuan, saya Anggraini, saya istri kanda
Prabu Palgunadi, salah satu murid Guru. Saya hanya berjalan-jalan disini
sembari menunggu suamiku berlatih.” Raden Permadi terkejut saudara
seperguruannya itu datang berkunjung kemudian menawarkan diri untuk mengantar
Anggraini kepada suaminya dan Dewi Anggraini setuju.
Tutur
kata Dewi Anggraini yang lembut dan sopan, wajahnya yang sangat cantik, dan
pipinya yang merona membuat rasa cinta dalam dada Permadi kembali bergejolak. Walaupun
Permadi sudah memiliki beberapa istri, rupanya kecantikan Anggraini tiada
duanya dan sangat khas sehingga dirinya menjadi klepek-klepek. Karena tak mampu
menahan perasaannya Permadi kemudian merayu Anggraini “Dinda, kamu cantik
sekali bahkan lebih cantik daripara para peri yang berada di kahyangan. Andai
saja kamu belum menikahi adhi Prabu Palgunadi, sudah barang tentu aku yang akan
jadi suamimu.” Dewi Anggraini menjadi kalut
tak keruan. Di satu sisi, dia mengakui wajah dan paras Raden Permadi jauh lebih
tampan dari suaminya namun di satu sisi dia sangat mencintai suaminya. Ki Lurah
Semar paham perasaan Dewi Anggraini lalu menasehati Gareng dan adik-adiknya
“anak-anakku, sebagai kaum lelaki, kita harus pandai menjaga norma. Wajar bila
lelaki menyukai perempuan. Tapi jangan sampai menjadi orang ketiga dalam
hubungan yang sudah sah” Gareng kemudian menyambung ucapan sang bapak “benar
itu, romo. Dengerin itu kata-kata romo, Petruk! Bagong! orang yang jadi perebut
kebahagiaan itu tak pantas disebut manusia sejati tapi lebih mirip burung
kedasih. Sudah ngerebut malah mencelakai yang punya hubungan.” “Betul itu” sahut Petruk dan Bagong. merasa
disindir, Raden Permadi menjadi malu sendiri dan meminta maaf pada Dewi
Anggraini “maaf, Anggraini. Aku tak bermaksud......” “sudah tidak apa, kakang
Permadi. Tak usah dipikirkan. Wajar bila kau jatuh cinta.tapi biarkan cintamu
berhenti pada cinta.” Raden Permadi terkesan akan sikaptegas Dewi Anggraini. Tanpa disadari, mereka dibuntuti oleh Patih
Arya Sengkuni. Melihat pemandangan itu, Patih Sengkuni terpikir sebuah ide
untuk mengadu domba Prabu Palgunadi dan Raden Permadi. Patih Arya Sengkuni tahu
bahwa Prabu Palgunadi datang berkunjung ke Sokalima sehingga sekalian saja dia
mengadu domba mereka, syukur-syukur kalau Raden Permadi tewas di tangan saudara
seperguruannya itu.
Patih
Arya Sengkuni datang dan masuk ke dalam puri kadipaten Sokalima. Di sana ditemuinya
Bambang Aswatama dan Prabu Palgunadi yang baru selesai berlatih, sedangkan Resi
Dorna pergi ke sendang di pinggir peguruan untuk mengheningkan pikiran setelah
melatih muridnya. Disana dia memberitahu kabar bahwa Raden Permadi telah
berselingkuh dengan Dewi Anggraini “Syukurlah kalian sudah berkumpul disini.
Aku memberitahu kabar penting.” “kabar apa paman Patih?” tanya Bambang Aswatama
dan Prabu Palgunadi. “Haduduh......ketiwasan Aswatama! gusti Prabu Palgunadi!
Permadi, saudara seperguruan gusti telah bermain selingkuh dengan istri gusti.”
Bambang Aswatama yang sejak dulu membenci Permadi kemudian menjadi gerah begitu
mendengarnya lalu ikut memanasi adik seperguruannya itu “aku dengar Permadi
terkenal suka bermain wanita. Istrinya sudah segudang jadi dia pasti telah
menggaet istri adhi prabu dengan ilmu gendam dan peletnya.” Prabu Palgunadi
menjadi marah mendengarnya. Dia tak habis pikir saudara seperguruannya
melakukan hal hina seperti itu. Prabu Palgunadi kemudian keluar dari dalam puri
dan benar saja dia melihat Permadi sedang bersama istrinya. Lalu dia melabrak
mereka dan mengata-ngatai Permadi ”Kurang ajar kau, Palguna. Dasar hidung
belang. Kita bersaudara tapi ini yang kudapatkan darimu. Susu yang ku beri kau
balas dengan tuba.” Raden Permadi marah namun ditahannya. Dewi Anggraini berusaha
menyabarkan sang suami “kanda Prabu, sudahlah! tenangkan dan jernihkan
pikiranmu. Ini hanya salah paham.” “salah paham kata dinda. Lalu untuk apa
Permadi sampai repot-repot jalan bersamamu kalu bukan untuk merayumu. Dia pasti
telah memeletmu dan menanam gendam di di mata dan hati dinda. Lelanang ing
jagat ini benar memalukan Wangsa Baharata” Raden Permadi menjadi marah tak
tertahan lagi “Cukup, kakang Prabu Palgunadi. Tuduhan kakang tak beralasan. Aku
memang menyukai istri kakang, tapi hanya sebatas kagum. Aku sadar diri dinda
Anggraini adalah istri kakang.” Prabu Palgunadi yang sudah gelap mata tak
percaya apa yang dikatakan Permadi dan Dewi Anggraini. lalu teringatlah dia
kejadian dulu waktu Resi Dorna meminta Palgunadi memotong jempol kanannya
karena sayang dan kasihnya pada Permadi. Karena telah terbakar api kemarahan
dan cemburu, Prabu Palgunadi menantang Raden Permadi ”Palguna, kau masih ingat
waktu guru menyuruhku memotong jempolku sendiri hanya demi kasihnya padamu?
Maka malam ini aku menantangmu. Kita buktikan siapa murid terbaik Sokalima. Aku
atau kau? ” raden Permadi yang sama-sama berjiwa muda menerima tantangan itu.
Malam
itu, semua orang, para cantrik-mentrik, Bambang Aswatama, Dewi Krepi, Mpu
Krepa, dan para punggawa kadipaten berkumpul minus Resi Dorna yang masih
bersemedi di pinggir sendang sementara Patih Sengkuni diam-diam meninggalkan
Sokalima dan pulang ke Hastinapura. Kedua ksatria itu saling bertarung dengan
lihai. Mula-mula mereka bertanding tangan kosong. Keduanya sama-sama kuat dan
jurus-jurus yang mereka patrapkan sangatlah hebat. Meskipun Prabu Palgunadi
hanya berjari sembilan, namun tetap dapat mengimbangi kekuatan Permadi. Lalu mereka
beradu keris, keris mereka saling beradu dengan indah. Percikan api yang keluar
dari keris yang beradu menerangi alun-alun perguruan dan kadipaten Sokalima. Keduanya
tak ada yang kalah atau menang, seimbang sekali. Begitupun ketika mereka beradu
tombak, pedang, gada, kujang, dan semua senjata perang.
Lalu yang terakhir
adalah panahan. Busur pun ditarik dan jrass, ribuan anak panah meluncur dari
kedua arah. Panah-panah milik Permadi beradu dengan panah-panah milik Palgunadi
di udara. Hanya dalam hitungan detik saja, panah-panah milik Permadi meledak
menciptakan kembang api berwarna-warni yang menerangi langit. Tak puas dengan
itu, Permadi membalas serangan. Kini berbalik, panah-panah milik Palgunadi yang
meledak. Kembang api yang tercipta tak kalah indah. Adu panah itu berlangsung
lama sekali. Langit malam Sokalima yang gelap temaram berubah menjadi terang
benderang layaknya siang karena daya kesaktian milik dua ksatria yang saling
beradu itu. Malam itu juga, ada satu hal yang di sadari oleh Permadi. Permadi
menjadi heran meskipun Prabu Palgunadi hanya berjari sembilan, kemampuan
memanahnya bahkan mampu mengimbangi dan hampir di atas kemampuannya.
Dua murid berseteru |
Cahaya
terang dan bunyi ledakan dari pertarungan itu membuat Resi Dorna yang tengah
mengheningkan pikiran terbangun dari tapanya dan segera menuju ke alun-alun. Di
tengah jalan, Resi Dorna bertemu Prabu Kresna. Prabu Kresna mendapatkan firasat
buruk mengenai Raden Permadi, sepupunya yang paling disayanginya. Benar saja,
di alun-alun yang ramai, mereka melihat Permadi dan Palgunadi sedang beradu
panahan dalam keadaan marah. Panah-panah mereka yang saling beradu dan meledak
menciptakan kembang api yang sangat terang. Sampai di satu kesempatan kedua
belah pihak akhirnya sama-sama terluka namun tak ada satu pun dari mereka yang
mau menghentikan pertarungan harga diri itu. Harga diri sebagai murid terbaik
Sokalima. Di satu kesempatan, Raden Permadi terdesak dan panah-panah Palgunadi
sudah tak mampu dilawannya. Di saat yang genting itu, muncul bayangan hitam di
kelebatan malam menyambar Permadi yang sudah sangat kelelahan. Sementara
Palgunadi yang juga sangat keletihan akhirnya pingsan lalu digotong oleh para
cantrik Sokalima menuju asramanya. Dewi Anggraini segera menyusul sang suami. Resi
Dorna kemudian bertanya pada putranya apa yang terjadi. Bambang Aswatama
menceritakan segalanya namun karena kebenciannya, dia menyudutkan Permadi
secara membabi buta. Resi Dorna kecewa dengan penuturan anaknya yang telah
ketularan wabah kebencian dari Para Kurawa itu”anakku, ketahuilah, walaupun
Permadi punya banyak perempuan disekitarnya, dia tak akan mengambil istri orang
yang sudah sah. Kau sudah dibutakan kebencian yang terlalu. Aku akan cari tahu
sendiri apa duduk permasalahan yang sebenarnya.” Resi Dorna kemudian
meninggalkan putranya itu.
Bayangan
hitam yang menyambar Permadi tadi adalah Prabu Kresna. Keduanya untu sementara
bersembunyi. Prabu Kresna segera mengeluarkan Cangkok Wijayakusuma dan
mengobati luka-luka Permadi. Raden Permadi pun berterima kasih pada Prabu
Kresna “Kakang Madawa, terima kasih atas pertolonganmu, tapi aku lebih suka
gugur sebagai ksatria melawan saudara seperguruanku daripada lari sebagai
seorang pengecut.” “Parta, kalau kau sampai mati karena melawan adhi Prabu
Palgunadi, kau bukan gugur sebagi ksatria tapi modar sebagai korban fitnah
patih Sengkuni. coba lihatlah ini ” Prabu Kresna segera mengeluarkan Kaca
Lopian. Ketika melihat dari situ, terlihatlah sewaktu Permadi mengantar Dewi
Anggraini ada Patih Sengkuni menguntit dari balik pohon lalu terlihat pula
Patih Sengkuni mengadu domba Bambang Aswatama dan Prabu Palgunadi. Raden Permadi
tertegun melihat pemandangan itu dari kaca Lopian dan tak menyangka bahwa Patih
Sengkuni berada dibalik semua ini “lalu untuk saat ini, apa yang harus aku
lakukan?” “Tabahkanlah hatimu dan bersikaplah sportif pada anak prabu atau
malapetaka akan menaungi kita, muridku.” Raden Permadi dan Prabu Kresna
terkejut ketika Resi Dorna tiba-tiba datang. Resi Dorna yang telah melihat
semuanya menjelaskan ingin bersikap adil pada kedua murid kinasihnya itu. Dia
akan berbicara dengan Prabu Palgunadi bila dia telah siuman. Untuk sementara,
Resi Dorna menawari Raden Permadi dan Prabu Kresna menginap saja di Sokalima.
Namun mereka menolak secara halus, terutama Permadi yang masih menjaga perasaan
dengan Prabu Palgunadi dan Dewi Anggraini. Permadi merasa semua kejadian ini terjadi
karena dirinya tak bisa menahan perasaan cintanya pada Dewi Anggraini. Untuk
itu dia akan bersemedi dan menjernihkan pikirannya di sebuah gua yang tak jauh
dari alun-alun Sokalima.
Malam
merampat perlahan menuju subuh. Bunyi kentungan yang dipukul dua kali
sayup-sayup terdengar menandakan sudah jam dua pagi. Para cantrik-mentrik
Sokalima telah tertidur pulas. Namun tidak bagi Resi Dorna dan Dewi Anggraini.
Mereka masih menunggui Prabu Palgunadi yang masih terbaring pingsan. Sejenak
kemudian, Prabu Palgunadi terbangun dan dia melihat telah ditunggui istri dan
gurunya. Mereka bersyukur Prabu Palgunadi tidak kenapa-napa. Resi Dorna
kemudian bertanya apa duduk permasalahannya. Lalu Prabu Palgunadi
menceritakannya secara keseluruhan. Resi Dorna mengerti lalu dia bertanya
kembali “anak prabu, maaf bila gurumu ini lancang bertanya. Sejak kejadian
pemotongan jempol itu, segalanya berubah tapi tidak pada dirimu. Walaupun kau
kehilangan jempol kananmu, ilmu memanahmu tak berkurang sedikitpun bahkan
semakin mahir. Apa rahasianya, anakku?” “Prabu Palgunadi terkesiap
mendengarnya. Dia telah sadar bahwa pertanyaan ini cepat atau lambat pasti akan
datang. Rahasia yang telah disembunyikannya rapat-rapat selama bertahun-tahun
sejak peristiwa Guru Daksina itu akan
terbuka. Dengan dada lapang, Prabu Palgunadi bercerita” Guruku, akan ku
ceritakan segalanya. Tidak ada lagi rahasia diantara kita. Setelah aku
mengorbankan jempol tangan kananku pada guru, terjadi sebuah keajaiban. Jempol
itu menghilang dan muncul kembali sebagai cincin. Sang Batara Guru sendiri yang
mengubah jempol itu menjadi cincin. Oleh sang Batara, cincin itu dinamai Cincin
Mustika Ampal yang saat ini aku pakai di telunjuk kananku. Namun karena daya
kesaktiannya, cincin Mustika Ampal ini seakan menyatu dengan jari telunjukku dan
tak bisa dilepaskan lagi setelah aku mengenakannya.” Setelah mengetahui apa
yang menjadi rahasia Palgunadi, Resi Dorna menyarankannya untuk berdamai
saja”Anak prabu, menurut saran gurumu ini berdamailah dengan Permadi. Jangan
menyebarkan bibit permusuhan lagi. Kalian saudara seperguruan. Jangan gegabah
dan cepat mengambil kesimpulan.” namun Prabu Palgunadi menolak “Tidak, guru, aku tak akan berhenti dengan kakang Palguna. Ini
bukan hanya sekadar masalah siapa murid Sokalima yang terbaik, tapi ini masalah
harga diri. Harga diri saya sebagai suami yang istrinya diganggu pria lain.”
Resi Dorna merasa Palgunadi sudah mengambil jalan yang diambilnya, jalan yang
diaangapnya sebagai ksatria sejati. “baik anak Prabu, aku tak akan
menghalangimu. Aku sudah mewanti-wanti Permadi untuk bersikap sportif bila kau
tetap di jalanmu.” Resi Dorna kemudian keluar kamar asrama menuju puri
Sokalima. Resi Dorna tak sadar bahwa di punggungnya ada seekor klanceng (lebah putih) hinggap di
punggungnya. Bambang Aswatama yang menyadari hal itu berusaha menepuk klanceng
itu. Lalu klanceng itu terbang dan berubah menjadi bayangan hitam. Bayangan
hitam itu rupanya lagi-lagi adalah Prabu Kresna. Dia sadar bahwa Prabu
Palgunadi adalah orang baik tapi mudah terhasut. Orang semacam itu kelak akan
menyusahkan para Pandawa kelak sehingga menurutnya lebih baik segera
dimusnahkan saja. Lalu sukmanya yang berupa bayangan hitam memasuki alam mimpi.
Di tempat lain, di sebuah gua yang tak jauh
dari alun-alun Sokalima. Permadi sedang bersemedi memohon penyelesaian terbaik atas
atas masalah perselisihannya dengan Prabu Palgunadi. Tanpa disadari, dia justru
tertidur. Di saat demikian, dia bermimpi. Di dalam mimpinya dia melihat sebuah
patung seorang pria yang tangan kanannya retak lalu retakan nya membuat jari
telunjuk kanan patung itu jatuh. Tak berapa lama kemudian, patung itu roboh tak
bersisa. Lalu terdengar suara sayup-sayup. Permadi mengenali suara itu. itu
suara Resi Dorna.”anakku Arjuna sang Permadi, Kalau ingin mengalahkan anak prabu
Palgunadi, patahkan penunjuknya.” Tak lama kemudian, Permadi terbangun dengan
wajah bercucuran keringat. Di lihatnya Prabu Kresna dari tadi bersemedi tidak
bangun sejak semalam. Kemudian sang raja Dwarawati itu bangun dari semedinya. Wajahnya
yang tenang mengisyaratkan bahwa dia telah tahu apa yang ada di hati Permadi.
Prabu Kresna memberikan semangat pada adik sepupunya itu “adhi Parta, jangan
susah hati pada mimpimu itu. mungkin ini lah jalan yang harus dilewati saudara
seperguruanmu.”
Pagi
itu, Prabu Palgunadi dan Raden Permadi kembali bertarung di tengah lapangan
alun-alun lagi. Kali ini keduanya sudah sama-sama segar bugar. Perang tanding
kemarin memang hebat namun perang tanding pagi ini jauh lebih hebat. Adu panah
diantara Permadi dan Palgunadi kini membuat langit pagi itu sangat terang
benderang. Kecepatan mereka bagaikan kilat menyambar. Panah-panah beradu
mengeluarkan suara gemuruh bagaikan suara halilintar. Angin menderu kencang. Prabu
Palgunadi terus menyerang saudara seperguruannya itu seakan ingin Permadi
segera mati. Sampai petang hari,pertarungan itu terus berlanjut. Tak ada
satupun dari mereka yang kalah ataupun menang. Namun Permadi semakin terdesak.
Akhirnya dia teringat mimpi tentang jari telunjuk patung yang jatuh itu. segera
saja, Permadi merentangkan Busur Gandiwa dan merapal ajian Panah Sangkali. Begitu panah di lepas dan jrass, panah berdesing,
meluncur dengan kencang ke arah tangan kanan Palgunadi.
Prabu
Palgunadi tak menyangka, jari telunjuknya yang memakai Cincin Mustika Ampal
menjadi sasarannya. Karena tak sempat menghindar, panah Sangkali memotong jari
telunjuk sang Prabu yang memakai Cincin Mustika Ampal. Jari telunjuk pun jatuh
dan Prabu Palgunadi mengerang kesakitan lalu badannya lemas dan jatuh ke tanah
karena dulu dia pernah bersumpah akan menjaga Cincin Mustika Ampal layaknya
nyawa sendiri. Karena kini telah terlepas, jiwanya terguncang, kesaktiannya
menghilang, dan jantungnya berhenti berdegup. Akhirnya Prabu Palgunadi
meninggal dunia. Raden Permadi terkejut melihatnya. Begitupun Bambang Aswatama,
dan semua yang hadir di situ. Dewi Anggraini
sangat syok dan menangis di hadapan jenazah suaminya. Resi Dorna lalu
datang karena perasaannya tidak enak dan rupanya ini yang menjadi sumber tidak
enak hatinya. Resi Dorna bertanya bagaimana caranya dia mengalahkan Prabu
Palgunadi. Raden Permadi mengatakan bahwa dia mendapat mimpi dan ada suara resi
Dorna yang membocorkan rahasia Palgunadi. Resi Dorna tertegun mendengarnya. Rahasia
yang ditutup rapat-rapat Resi Dorna dapat terkuak oleh Permadi. Dia tak habis
pikir bagaimana bisa rahasianya terbongkar begitu saja. Kini Prabu Palgunadi
telah tewas. Tanpa banyak bicara, dia memungut jari telunjuk milik Palgunadi
lalu menempelkannya ke tangan kanan Raden Permadi. Lalu muncullah sebuah
keajaiban. Dengan seizin Sanghyang Widhi, jari telunjuk itu menyatu di tangan kanan
Raden Permadi bersama jari-jari lainnya. Menyatunya jari telunjuk itu juga
menyebabkan Cincin Mustika Ampal juga ikut manjing di dalam tangan Permadi.
Kini Raden Permadi memiliki sebelas jari dan sejak saat itu, Permadi dijuluki
sang Siwil.
Sang siwil yang menjadi lelanang ing jagat dan ksatria pemanah
terhebat di dunia. Bambang Aswatama kecewa dengan hasil adu tanding itu lalu
dia menyumpahi Prabu Kresna karena tahu bahwa dia telah tahu Kresna lah yang
membocorkan rahasia Palgunadi semalam “Kresna kau bangsat, kau sungguh curang.
Kau titisan Wisnu tapi kau licik, kesaktianmu hanya digunakan untuk nasib
Permadi saja. Aku bersumpah kelak kerajaanmu yang telah kau perintah akan menerima
nasib kehancuran karena ulah buruk putramu.” Petir menggelegar, pertanda sumpah
itu didengar dewata. Resi Dorna kemudian memarahi putranya itu karena memarahi
dan mengutuki Prabu Kresna. Resi Dorna kemudian mendengar suara Palgunadi
bergema di angkasa “Guru, rahasia yang kau tutup rapat telah bocor pada
musuhku. Ketulusanku telah kau curangi. Kau pilih kasih, guru! Guru lebih
menyayangi kakang Palguna. Guru, ingatlah tentang karmapalamu. Kelak saat ada
perang besar dimana guru akan menjadi salah satu maha senapatinya, aku akan
datang menjemput guru melalui perantara muridmu yang lahir dari api kebencian
orang tuanya!” Resi Dorna merasa ngeri namun pasrah menerima apapun karma yang
akan didapatkannya kelak.
Karmapala untuk Guru Dorna |
Dewi Anggraini melakukan labuh geni |
*Arjuna
memiliki banyak nama julukan, diantaranya Permadi (kasih sayang), Parta (putra
Dewi Prita/Kunthi), Palguna (dia yang lahir di sasih Palguna), Dananjaya (dia
yang bersenjata utama dhanu/busur panah), Gudakesha (penakluk kantuk), Jishnu
(kemarahan yang hebat), Kumbalwali, Janaka, Jlamprong (bulu merak), Indraputra
(putra Dewa Indra), Indratanaya (putra Batara Indra), Wibatsuh,
Wrehanala/Brihanala (penari ulung), Pandusiwi (Putra Pandu), Danasmara (dia
yang tak pernah menolak panah cinta), Bharatasatama (keturunan Baharata yang
utama) dll