Halo semua. Baru saja nge-post kemarin ehh ada ide untung melanjutkan yang kemarin. Kali ini saya akan mengisahkan kisah kelahiran ayah para Pandawa dan Kurawa, yaitu Dretarastra, Pandu Dewanata, dan Arya Widura . Disini juga menceritakan kematian Prabu Wicitrawirya, pernikahan Maharesi Abiyasa dengan janda adiknya, Ambika dan Ambalika, dan ditutup dengan dilantiknya Maharesi Abiyasa menjadi raja sementara di Hastinapura. Sumber yang saya pakai adalah kitab Pustaka Raja Purwa yang dipadukan dengan Kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa dengan pengubahan yang seperlunya
Sudah
tujuh tahun Prabu Wicitrawirya menikah dengan Dewi Ambika dan Ambalika, tapi
mereka belum dikaruniai seorang putra satupun. Padahal adik perempuannya, Dewi
Bandonsari baru menikah dengan Raden Kuntiboja dari Mandura sudah mengandung
anak ketiga. Anak pertama mereka adalah Raden Basudewa dan Dewi Sruta sudah
berusia 4 dan 2 tahun. Pada suatu ketika, Prabu Wicitrawirya sakit keras dan
tak lama kemudian meninggal dunia dalam usia muda. Dewi Satyawati yang sudah
semakin sepuh menjadi sedih hingga kurus kering badannya dan merasa ini adalah
karma karena sudah serakah dalam hal tahta. Dalam samadi, dia menyesali hal itu
“ Duh dewata agung, apakah ini karma karena aku telah mengambil hak anakku,
Bhisma. Dulu Citragada kau ambil nyawanya dan sekarang putraku Wictrawirya yang
menyusul. Karena aku, dinasti Baharata akan punah dan Bhisma sudah bersumpah
tak akan menjadi raja apalagi menikah. Hamba memohon petunjuk-Mu untuk masalah
ini”. Didalam sanggar pemujaan yang sunyi, Dewi Satyawati mendengar suara gaib “Satyawati,
ketahuilah. Karma yang kau jalani sekarang anggaplah sebagai penebus
dosa-dosamu di masa lalu. Kau akan menjad ibu suri yang paling beruntung karena
keturunanmu akan menjadi keturunan mulia. Panggillah putra pertamamu, Abiyasa
untuk menikahi janda adiknya itu karena darinya lah keturunan Baharata akan bersambung
dan akan berjaya”.Dewi Satyawati seketika terbangun dari samadinya. Wangsit itu
terngiang-ngiang di telinga sang ibu suri. Lalu ibu suri meminta Bhisma yang
kini sudah menjadi pendita untuk memanggil Abiyasa ke Hastinapura “ Bhisma, ibu
baru mendapat wangsit bahawa putraku Abiyasa lah yang bisa menyelamatkan
dinasti Baharata dari kepunahan. Sekarang panggil lah dia ke sini. Mintalah dia
untuk menikahi Ambika dan Ambalika” “ Baik, Ibunda ratu. Hamba akan memanggil
rayi Abiyasa kesini”
Di
padepokan Saptaharga, Maharesi Abiyasa sedang membaca kitab-kitab Weda dan
Purana ditemani abdi setianya, Semar. Tiba-tiba dia mendapat aji Pameling*0
dari Maharesi Bhisma “ Rayi Abiyasa, baru saja ibu ratu mendapat wangsit bahwa
rayi diperintahkan dewata untuk ke Hastinapura menikahi nini Dewi Ambika dan
Ambalika” Maharesi Abiyasa keberatan “ kakang, bagaimana itu terjadi? Bagaimana
mungkin seorang resi menikah dengan janda raja? Apa itu tidak menyebabkan aib
dan lagi apakah rayi Ambika-Ambalika mau menerimaku?” Bhisma pun menjelaskan
bahwa dulu ibu Ramawijaya, dewi Kusalya yang juga seorang janda sekaligus putri
raja Ayodya menikah dengan begawan Dasarata yang juga seorang pendita dan setelah
perdebatan yang alot, akhirnya Abiyasa mau menikahi dengan Ambika dan Ambalika.
Didalam
kamar, Dewi Ambika merasa kurang sreg dan risau bila menikah dengan resi
Abiyasa. “ Dinda dewi, aku keberatan bila harus menikah dengan Abiyasa. Ku dengar
dia berkulit gelap, tidak terlalu tampan, dan mengeluarkn bau amis dibadannya.
Bagaimana ini, dinda dewi? Apakah dinda mau dengannya saja” Dewi Ambalika
menenangkan hati kakaknya itu “ Kanda dewi, seperti yang telah dijelaskan
kanjeng ibu ratu, ini adalah suratan dewata untuk kita. Dewata sudah
menjanjikan bahawa keturunan kita akan menjadi keturunan mulia. Kita akan
menjalankan pernikahan ini dengan hati lapang” Lalu tak berapa lama, Maharesi
Abiyasa sudah datang ke Hastinapura. Setelah selesai masa berkabung, Maharesi
Abiyasa pun menikahi Dewi Ambika dan Ambalika.
Setahun
setelah pernikahan itu hamillah Dewi Ambika dan Ambalika lalu setelah sembilan
bulan, merekapun melahirkan. Kelahiran anak mereka bersamaan dengan lahirnya
putra ketiga dewi Bandonsari di Mandura yang ternyata seorang perempuan. Dari dewi
Ambika lahirlah putra yang tunanetra dan dari dewi Ambalika lahir seorang putra
yang berleher tengleng*1 dan berkulit putih. Bhisma pun memberi nama
mereka, putra dewi Ambika diberi nama Raden Kuru alias Dretarastra. Lalu putra
dewi Ambalika diberi nama Pandu Dewayana dan Dewi Bandonsari memberi nama putri
kecilnya itu Dewi Kunthi Nalibrata. Karena cucunya cacat, Dewi Satyawati
bertanya bagaimana mereka melayani suami mereka. Dewi Ambika menjelaskan ketika
malam pertama, dirinya takut melihat wajah suaminya yang dahsyat sehingga
memejamkan mata sedangkan Dewi Ambalika menjelaskan karena melihat suaminya
yang berkulit gelap dan baru pulang dari bersamadi, dirinya ketakutan hingga
wajahnya menjadi pucat dan berusha memalingkan muka. Lalu sehari kemudian
seorang dayang dewi Ambalika, Niken Darti melahirkan seorang putra yang berkaki
pincang sebelah. Resi Bhisma heran bagaimana bisa Niken Darti bisa melahirkan
padahal belum kawin. Niken Darti menjelaskan bahwa dia juga ikut melayani resi Abiyasa
saat malam pertama karena dewi Ambalika memintanya untuk menggantikan dirinya
di kamar. Dirinya pun hendak lari dari kamar saat Maharesi Abiyasa tidur dan dia
sendiri baru sadar ketika keluar kamar. Akhirnya Bhisma pun memutuskan
membesarkan anak Niken Darti bersama para pangeran Hastina pura dan diberi nama
Arya Widura. Ibu ratu awalnya kurang stuju untuk membesarkan Arya Widura, tapi
setelah meminta pertimbangan dari Abiyasa, dia pun setuju.
Untuk
merayakan kelahiran mereka, diselenggarakan lah pesta selapanan*2 di
istana, tiba-tiba inu ratu berteriak karena ketiga bayi pangeran menghilang. Menurut
saksi mata, ketiga bayi di bawa terbang ke langit. Ki Lurah Semar berpendapat”
Sebaiknya Raden berdua segera menghadap ke Kahyangan Jonggring Saloka. Sepertinya
adikku, Batara Guru hendak menjadikan mereka jagoning dewa"*9
Para putra Hastina mengalahkan Prabu Nagapaya |
Di
kahyangan, para dewa kewalahan untuk mengalahkan Prabu Nagapaya dari Guobarong
yang hendak menikahi salah satu bidadari kahyangan, Dewi Warsiki. Karena permintaannya
ditolak, Prabu Nagapaya berubah menjadi naga dan menyerang kahyangan. Para dewa
ketiwasan dan segera menutup lawang Selomatangkep*3. Tiba-tiba
Batara Indra, Batara Bayu, dan Batara Dharma membawa keluar tiga bayi menuju
lapangan Repat Kepanasan*4. Tiga bayi itu adalah Raden Kuru, Raden
Pandu, dan Raden Arya Widura. Prabu Nagapaya pun mengejek “hahahaha. Para dewa
sudah hilang akal. Tiga bayi kecil ini jagoning dewa? Hahahaha duh jagat makin
edan” tanpa sadar bayi Raden kuru memegang ekor Prabu Nagapaya dan
melemparkannya. Lalu bayi raden Pandu dan Arya Widura melemparinya dengan batu batuan
dan api di Repat Kepanasan. Prabu Nagapaya mengerang kesakitan dan menumpahkan
bisa panas ke tubuh tiga bayi itu. Bukannya mati, ketiga bayi itu malah berubah
menjadi anak-anak berusia 10 tahun yang sudah bisa berjalan dan berlari. Raden
Kuru alias Dretrarastra terus mengayun-ayun kan ekor Nagapaya dan Raden Pandu
diberi sebuah panah sakti bernama panah Mustikajamus oleh Batara Mpu Ramayadi.
Raden Pandu melemparkan panah itu dan tepat menembus jantung Nagapaya. Dia pun
tewas dan berubah menjadi sebuah cupu berisi minyak. Maharesi Bhisma dan
Maharesi Abiyasa yang baru datang bersyukur karena ketiga pangeran itu selamat
bahkan tumbuh besar dengan cepat. Batara Guru merasa berterima kasih karena
mereka terbebas dari Prabu Nagapaya. Sebagai hadiah, Batara Indra memberi cupu Lenga
Tala*5 jelmaan Prabu Nagapaya dan Ajian Brajadenta-Brajamusti*6.
Selain itu Raden Pandu diberi gelar “Dewanata” yang artinya sama dengan nama gelar
Batara Indra “Suranata”. Batari Durga, istri Batara Guru memberikan Aji
Leburgeni*7 pada Raden Kuru. Batari Durga juga menyarankan Maharesi
Bhisma untuk mengganti nama Raden Kuru dan menggunakan nama lahirnya yaitu “Dretarastra”
dan untuk Raden Arya Widura diberi ajian Kawidagdan Purnamasidi*8 oleh
Batara Narada sehingga Arya Widura menjadi manusia yang bijaksana. Setelah dirasa cukup, Maharesi Bhisma dan
Abiyasa mohon diri untuk kembali ke Hastinapura
untuk mendidik para pangeran tersebut.
Setelah
kembali ke Hastinapura, ibu suri bersyukur melihat cucu-cucunya tumbuh dengan
cepat. Sebagai ungkapan syukur, pesta selapanan itu pun kembali dirayakan. Setelah
tujuh hari, Maharesi Bhisma mohon diri untuk membawa Raden Dretarastra, Raden
Pandu, dan Arya Widura ke padepokan Saptaharga untuk memulai pendidikan dan
belajar berbagai macam ilmu.
Sementara pemerintahan dipegang Maharesi Abiyasa.
Awalnya Abiyasa menolak dan setelah perdebatan yang cukup alot akhirnya
Maharesi Abiyasa dilantik menjadi raja semantara sampai para putranya cukup dewasa bergelar Prabu Kresna
Dipayana.
Para putra Hastina memulai pendidikan di Gunung Saptaharga |
*0
Aji Pameling adalah ajian untuk memanggil orang hanya dengan menyebut namanya
saja. Seperti sebuah telepati.
*1 Tengleng maksudnya leher
yang miring dan selalu terlihat menoleh
*2
Selapanan adalah hitungan 35 harian. Misalnya hari Anggara Kasih akan terulang
lagi setelah 35 hari lagi. Biasanya selapanan digunakan sebagai pesta kenduri
bagi bayi yang baru lahir
*3
Lawang Selomatangkep adalah pintu gerbang kahyangan. Dijaga oleh dua dewa
berujud yaksa, Cingkarabala-Balaupata. Dua dewa berwujud yaksa ini akan menjaga pintu
kahyangan dan mencegah siapapun yang hendak masuk ke kahyangan dengan raga kasarnya.
*4
Repat Kepanasan adalah alun-alun di depan kahyangan. Biasanya menjadi arena
perang antara dewa dan para musuh kahyangan.
*5
Lenga tala adalah minyak ajaib. Bila dilumurkan ke senjata, senjata itu menjadi
semakin bertuah da bila dilumurkan ke tubuh, maka bagian tubuh yang terkena
akan menjadi kebal senjata apapun
*6
Ajian Brajadenta-Brajamusti adalah ajian kesaktian. Siapapun yang memilikinya,
kekuatannya akan menjadi setara dengan kekuatan dua raksasa dewasa
*7
Aji Leburgeni adalah ajian pertahanan diri. Siapapun atau apapun yang terkena
ajian ini, akan menjadi remuk bahkan hancur berkeping-keping bagai terbakar
*8
Aji Kawidagdan Purnamasidi adalah ajian kecerdasan dan kewaskitaan. Hanya orang
tertentu yang memilikinya. Siapupun yang memilikinya, akan menjadi seorang yang
selalu waspada, bijaksana, dan bisa menganalisa apapun tanpa melenceng.
*9 Jagoning dewa maksudnya menjadi orang yang membantu para dewa menumpas para musuh kahyangan