Hai hai.......Selamat datang kembali.......Sudah lama saya tidak posting..... Setelah fokus ke Mahabharata, sekarang penulis mengisahkan kisah Banjaran. Btw, kisah kali ini mengisahkan kelahiran Prabu Sri Kresna dan saudara-saudaranya. Sumber kisah ini berasal dari pagelaran wayang Ki Purbo Asmoro berjudul Kresna Lahir, kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Serial Kolosal India Mahabharat Starplus, Radha Krishna Starbharat, blog albumkisahwayangblogspot.com dan beberpa blog pewayangan lainnya dipadukan dengan imajinasi penulis.
Kutuk
Pasu Sridhama
Di Kahyangan
Untarasegara yang indah, bagian dari Jonggringsaloka. Bunga-bunga bermekaran
dengan indah. Pepohonan disana sangat indah memanjakan mata laksana berdaun
sepuhan emas dengan batang merah bagai tembaga, dan buah berwarna perak. Para
bidadara dan bidadari menari-nari dengan riang gembira. Kahyangan itu berbentuk
sebuah danau indah yang dikelilingi tembok lengkung dengan gerbang-gerbang
istana emas. Istana berbentuk danau semesta itu dinamai Bentukaloka.Di tengah
danau sana lah bersemayam Hyang Batara Wisnu, sang dewa pengayom dan
pemelihara. Disampingnya sang shakti, yakni Batari Sri Laksmi dan kedua wahana
miliknya. Yang satu ular naga raksasa yakni Batara Nagaraja Adisesha dan burung
elang raksasa, Garudeya Brihawan. Sang Batara melakukan yoga seteah bertemu
berembug dengan Batara Guru soal kesewwnagan dan kekacauan di jaman Duparayuga,
menandakan sebentar lagi era Purwa akan mengalami kemunduran. Sang dewa yang
bersenjatakan Cakra Widaksana dan Cangkok Wijayakusuma itu melihat dalam mata
batinnya keadaan dunia selepas masa Ramayana dilanda banyak kekacauan lalu ia
terbangun dari yoga semadinya. Batari Sri Laksmi ikut terbangun dari semadi
panjangnya. “suamiku, keadaan dunia wayang kacau sekali. Penindasan terjadi
dimana-mana. Moral dan dharma memudar digantikan ketidakadilan. Kakek Semar
yang telah lama turun ke dunia berusaha meredamnya tapi ia nampak kewalahan.
Apa langkahmu selanjutnya, suamiku?” Batara Wisnu pun bangun dari tapa bratanya
lalu berkata “Laksmi, sebentar lagi solusi untuk itu akan datang. Dia sedang
menuju kemari.” Batari Sri Laksmi, Nagaraja Adisesha, dan Garudeya nampak
dengan saksama mencerna apa perkataan sang dewa yang bergelar Narayana itu.
Di tempat lain, yakni di puncak Mahameru yakni istana Iswaraloka datanglah seorang pertapa sakti bernama Resi Sridhama. Ia seorang pemuja Wisnu yang sangat taat dan penuh dharmabakti. Ia ingin bertemu dengan sang dewa pujaanya. Hyang Batara Guru Pramesthi pun mempersilakan Sridhama menemui sang dewanya. Hyang Batara Brahma mengantarnya dengan angsa miliknya. Sepanjang perjalanan, ia melihat kawasan Untarasegara yang indah dengan istana air Bentukaloka yang laksana cermin semesta itu. setelah Batara Brahma mengantarnya, Resi Sridhama pun disambut Hyang Batara Narada yang kebetulan sedang berkeliling Untarasegara. Resi Sridhama menyampaikan tujuannya untuk bertemu Batara Wisnu, Batara Narada pun mengajaknya menuju ke istana Bentukalaoka. Sepanjang jalan, Para Bidadara-bidadari menari dengan riang gembira. Ketika tiba di depan istana, Sridhama menyaksikan pemandangan yang tidak terbayangkannya. Resi Sridhama menyaksikan Batara Wisnu memakai pakaian layaknya gembala sapi namun juga memakai mahkota raja sedang memainkan seruling dan bersama batari Sri Laksmi yang turut memakai pakaian gadis desa namun berperhiasana emas mewah menari bagaikan merak kesimpir. Setelah menari, Batara Wisnu dan Batari Sri duduk di atas ayunan dan menikmati seguci mentega juga susu.
Resi Sridhama menyaksikan kemesraan Batara Wisnu dan Batari Sri Laksmi |
Batara Wisnu pun
tiba-tiba menghilang dan berada di dalam gerbang Bentukaloka. Sementara Resi
Sridhama berada di luar gerbang. Batara Wisnu lalu berkata di dalam hatinya
“Laksmi....!! Laksmi...!!” Sri Laksmi yang sedang berada di tengah taman bunga mendengarkannya
dan pergi menemuinya, tetapi Sridhama tidak membiarkan Batari Sri Laksmi masuk.
Sri Laksmi bersikeras, tetapi sia-sia. Kemudian, dia masuk mengabaikan
Sridhama, Sridhama berkata dengan nada berang “jika Gusti melangkah maju, Gusti
akan kehilangan suamimu!!” Sri Laksmi berkata “Wisnu ada di hatiku, jiwaku,
Smriti (ingatan) ku, bagaimana aku bisa melupakannya.” Tanpa peduli resikonya,
Batari Sri melangkah maju ke suaminya, kemudian Sridhama mengutuk Sri Laksmi “Gusti
Telah melangkahi Pengabdianku demi Cintamu! Aku Sridhama Mengutukmu!! Semoga
Gusti akan kehilangan ingatanmu!, dan harus hidup di alam bumi mengalami banyak
derita! Jiwanmu akan terpisah menjadi enam wanita berbeda!” Batara Wisnu lalu
muncul di hadapan Sridhama dan mewujudkan wujud dewatanya yang agung. Batari
Sri juga memperlihatkan wujud indahnya yang bertangan empat. Sang Hyang
Narayana pun berkata “berkat kutuk pasumu, aku dan Sri memiliki alasan untuk
mewujudkan tujuan kelahiranku berikutnya. Ketahuilah, aku telah menantikan
ini.” Resi Sridhama pun duduk berlutut meminta maaf karena telah menuruti
nafsunya dan seenaknya mengutuk shakti dari dewanya. Batara Wisnu pun
memaafkannya namun tidak dengan Batari Sri Laksmi. Menurutnya setiap perbuatan
harus memberikan akibat. Maka sang dewi kesuburan itu mengutuk Sridhama “Untuk
memberikan alam semesta ini pelajaran, aku harus memberikan pelajaran kepadamu!
Karena Dikau Mengutuk Dewi Kemakmuran, Maka Di Kehidupanmu sebahgai Manusia
Biasa, Kau akan Jauh dari Kemakmuran. Maka Terjadilah !” Resi Sridhama pun
turun ke bumi menerima takdirnya.
Kabar kutukan Sridhama
di dengar oleh Garudeya dan Batara Nagaraja Adisesha. Kedua hewan suci milik
sang batara menghadap. Garudeya Brihawan berkata “Gusti Batara dan Batari, anda
akan turun lagi ke bumi sebagai manusia. Izinkan hamba ikut sebagai wahana
paduka.” Batara Nagaraja Adisesha yang berwujud ular naga sakti sedih lalu ia
berkata “ jika Gusti Batara dan Batari
turun kembali, aku bersumpah tak akan melewatkan peristiwa turunnya paduak
berdua. Izinkan aku turun ke bumi terlebih dahulu sebagaimana janjiku terdahulu
saat terlahir sebagai Lesmana. Aku ingin turun sebagai abang dari Gusti
Batara.” Batara Wisnu berkata “Garudeya! Sesha! Aku akan turun kembali sebagai
pembasmi kejahatan. Aku menghargai keinginan kalian, maka aku izinkan kalian
ikut denganku. Garudeya kelak kau akan ku panggil dan kau harus menjaga
istanaku. Sesha, aku mengizinkanmu turun terlebih dahulu. Mulai hari ini aku
akan memanggilmu kakang.” Garudeya Brihawan pun berterima kasih lalu ia kembali
ke kediamannya di Kukilaloka, kahyangan para burung dan unggas. Nagaraja
Adisesha pun pamit ia pun menghilang dan menjelma sebagai titik cahaya putih
kemerahan menuju ke sebuah hutan. Batara Wisnu pun memeluk sang isteri sebelum
pergi “Laksmi, aku akan menunggumu.” “Suamiku, aku pun menunggumu dan salah
satu wujudku akan selalu bersamamu dan kakang Sesha.” Batari Sri Laksmi pun
berubah menjadi wujud cahaya beraneka warna, enam macam cahayanya lalu
menghilang. Batara Wisnu pun ikut membelah dirinya menjadi dua cahaya, hitam
kebiruan dan kuning keemasan. Kemudian cahaya itu lenyap jatuh di hutan tempat
naga Adisesha turun.
Kelahiran
Tiga Permata
Sementara itu di Kerajaan Mandura, sedang mempersiapkan upacara empat bulanan tiga isteri sang raja yakni Prabu Basudewa: Dewi Rohini, Dewi Dewaki, dan Dewi Badrahini. Sebenarnya Prabu Basudewa punya isteri terua bernama Dewi Maherah, namun sang isteri tertua telah ia usir karena ketahuan bermain serong dengan seseorang yang mirip dengannya. Pada hari itu juga raja Hastinapura yakni Pandhu Dewanata ditemani kedua isterinya, Dewi Kunthi dan Dewi Madrim. Dewi Kunthi adalah adik dari Prabu Basudewa. Dewi Kunthi saat ini mengandung anak ketiga. Selain itu datang pula adik-adik Basudewa yang lain. Mereka yakni Raden Aryaprabu dan Arya Ugrasena. Keduanya telah diangkat sebagai raja bawahan. Aryaprabu menjadi raja Kumbinapuri bergelar Bhismaka dan Ugrasena menjadi raja Lesanpura bergelar Satyajid. Setelah beramah tamah, Prabu Basudewa mengajak sang adik ipar untuk berburu hewan di hutan Boja “adhi Prabu, sekarang akan diadakan pesta empat bulanan untuk ketiga istriku dan kebetulan Dinda Kunthi juga sama hamil pula. Kita kekurangan makanan untuk pesta jadi kami harus berburu. Apakah adhi prabu mau ikut?” Pandhu Dewanata pun setuju “ Tentu, kakang Prabu. Mari segera berburu mumpung hari belum gelap” Tanpa banyak waktu mereka langsung berangkat. Sampailah mereka di hutan Boja, hutan perburuan negara Mandura. Mereka akhirnya berhasil mendapatkan anyak rusa dan kijang. Prabu Pandhu berkata “kakang prabu, sepertinya hasil buruan kita sudah cukup, kita kembali saja ke istana. Hari dah semakin gelap.” Belum sempat Prabu Basudewa bicara, datanglah sepasang harimau dan seekor ular raksasa. Tiga hewan buas itu menyerang hewan-hewan buruan dua raja tersebut. Karena terkejut, Basudewa dan Pandhu segera memanah harimau dan ular raksasa itu. ajaib, begitu tiga hewan itu tumbang, bangkai mereka hilang lalu bertukar wujud sebagai tiga cahaya. Sepasang harimau berubah menjadi cahaya hitam kebiruan dan kuning keemasan, sedangkan ular raksasa berubah menjadi cahaya putih kemerahan.
Harimau dan ular jelmaan Wisnu dan Adisesha |
Tiga bulan kemudian, terjadi
sebuah keributan besar antara pasukan Goagra dan Mandura. Prabu Basudewa
dibantu Prabu Bhismaka, dan Prabu Satyajid berusaha mengendalikan keributan
itu. Lalu, datanglah seorang anak remaja tinggi besar berusia tiga belas tahun ke
keraton Mandura. Sang pemuda itu mengaku bernama Kangsa, anak Dewi Maherah. Dia
ingin dminta diakui sebagai putra Prabu Basudewa. “Mohon maaf, gusti Prabu.
Maaf bila saya lancang. Perkenalkan, nama hamba Kangsa. aku adalah putra gusti
dengan ibu Dewi Maherah yang pernah gusti prabu usir. Aku meminta hak untuk
diakui sebagai putramu, gusti prabu!” Prabu Basudewa tiba-tiba teringat akan
kata-kata Batara Wisnu tentang sosok putranya yang diramalkan akan membawa
angkara murka. Prabu Basudewa menimbang-nimbang dan akhirnya memutuskan
“Baiklah, aku akan mengakuimu sebagai putraku bila kau berhasil mengalahkan
pasukan Goagra.” Tanpa ba-bi-bu lagi, Kangsa langsung ke medan perang. Seakan
seperti dikode oleh Kangsa dan melihat kekuatan Kangsa yang hebat, pasukan
Goagra berhasil dipukul mundur oleh Kangsa. Prabu Basudewa, Prabu Bhismaka,dan Prabu
Satyajid kaget bukan kepalang. Prabu Bhismaka mengingatkan lagi “Kakang prabu,
kita harus tetap waspada. Awasi anakmu yang satu ini” Prabu basudewa lalu
berkata “baiklah, adhi Bhismaka. Tetap waspada. Kita tidak tahu apa niatnya
selanjutnya.” Pada akhirnya, terpaksalah Prabu Basudewa mengakui Kangsa sebagai
putranya dan diberi kedudukan di kadipaten Sengkapura sebagai adipati. Pada
suatu hari, Kangsa berbincang-bincang pada ayahnya tentang adik-adik tirinya
yang belum lahir “ayahanda, aku ingin mengasuh adik-adikku di Sengkapura. Aku
merasa adik-adikku kelak akan jadi orang hebat. Akan ku perlakukan mereka layaknya
pangeran dan putri dari kahyangan.” Prabu Basudewa berkata “anakku, kau masih
muda. Belum mengerti caranya mengasuh anak. Menikahlah terlebih dahulu barulah
kamu mengerti cara mengasuh anak.” Kangsa berkata dengan nada sedikit meninggi
“Ayahnda, Aku Sudah Menikah. Sudah Menjadi Suami Dan Tak Lama Lagi Isteriku,
Dewi Asti Akan Melahirkan. Jika isteriku tak mampu, masih banyak mbok-emban di
Sengkapura yang bisa menyusui adik-adikku.” Prabu Basudewa berkata “hmm...akan
ayahnda pikirkan lagi.” Ya sebenarnya Basudewa tahu apa niat Kangsa sebenarnya,
ialah ingin menghabisi adik-adik tirinya karena ia mendapat ramalan kelak ia
akan dijatuhkan dan dihabisi oleh keturunan Trah Mandura.
Singkat cerita,
datanglah hari persalinan bagi Dewi Rohini. Prabu Basudewa khawatir dengan
nasib anak dan isterinya. Untungnya Kangsa sedang berkunjung ke Giribajra. Para
mbok emban segera mengungsikan Dewi Rohini ke dukuh Gokula. Dengan cepat,
mereka menarik perahu tambang menyebrangi Bengawan Yamuna sebelum Kangsa dan
pasukannya menyadari hal tersebut. Lalu dengan siasat salah seorang abdi istana
kepercayaan sang prabu datang meminta bantuan “gusti prabu, bantulah hamba.
Saudari hamba baru saja meninggal saat melahirkan bersama bayinya. Bantulah
hamba membiayai upacara ngaben untuknya.” Prabu Basudewa mendapat akal. Kangsa
pun diperdaya dengan kabar bahwa Dewi Rohini meninggal saat melahirkan bersama
bayinya. Kangsa yang terpedaya percaya saja malah memimpin upacara ngaben sang
ibu tiri. Di saat yang sama dengan upacara ngaben itu, Dewi Rohini yang telah
sampai di hutan Gokula ditolong oleh Nanda Antagopa dan penduduk Gokula.
melahirkan seorang anak yang tampan. Oleh sang ibu, anaknya itu dinamai
Balarama. Namun kerna sang ibu melahirkan saat pindah tempat di pengungsian ia
juga dikenal sebagai sang Kakrasana.
Lalu beberapa hari kemudian ketika Kangsa sedang berada di Mandura, Dewi Dewaki dan Dewi Badrahini akan segera melahirkan. Angin dan hujan badai turun dengan derasnya. Petir menyambar-nyambar. Tanpa disadari siapapun, secercah cahaya merasuk ke dalam kandungan Dewi Badrahini. Bersamaaan dengan hal itu, terjadi keajaiban. Kangsa dan pasukannya bahkan hampir semua dayang dan emban mendadak dilanda kantuk yang hebat malam itu lalu mereka semua jatuh tertidur. Dewi Dewaki melahirkan seorang putra yang tampan berkulit gelap kehitaman.
Basudewa mengungsikan Narayana |
Singkat cerita, segeralah
Prabu berangkat ke Gokula membawa putranya sendirian. Perjalanan Prabu Basudewa
amat panjang dan melelahkan, Ketika sampai di pinggir Bengawan Yamuna, terjadi
badai dahsyat. Air bengawan banjir dan mengalir sangat deras. Ombak bengawan
menggeliat seakan saling sabung menyabung laksana diaduk-aduk. Prabu Basudewa
yang kebingungan berdoa agar bisa menyebrang. Atas pertolongan dewata agung,
munculah seekor ular naga penjaga bengawan Yamuna bernama Kaliya menolong Prabu
Basudewa menyebrang. Seekor burung merak turut menyertai mereka dengan terbang
sebagai penunjuk arah. Setelah tiba di desa Gokula, badai berhenti, hujan pun
mereda. Ular Naga kaliya kembali ke Bengawan Yamuna. Burung merak juga kembali
ke hutan. Tak lupa, merak itu memberikan sehelai bulu ekornya dan meletakkan
bulu itu di kepala bayi Kresna. Setelah berjalan hampir separuh malam,
sampailah Prabu Basudewa di rumah Nanda Antagopa dan Niken Yasoda yang juga
dipanggil Niken Sagopi oleh penduduk desa. Setelah membukakan pintu, Nanda
Antagopa bertanya sambil berbasa-basi “Gusti Prabu Basudewa, ada keperluankah
datang kesini malam begini? Dan inikah putramu gusti prabu? Sungguh tampan” Prabu
basudewa menerima sanjungan Nanda “Terimakasih, Nanda. Tak usahlah kau panggil
aku Gusti Prabu, panggil saja kakang. Kita sudah bersahabat sejak lama. Aku
kesini untuk meminta bantuanmu dan Yasoda untuk mengasuh putraku. Bagaimana
isteriku Rohini dan anaknku darinya?” Nanda Antagopa bertanya lagi “isterimu
baik-baik saja. Bahkan anakmu dari dinda Rohini telah lahir sehat.” Prabu
basudewa bersyukur sekali. Lalu ia mendekati Niken Yasoda “Yasoda, bagaimana
kabar anak kita, Udawa?” Niken Yasoda yang sedari tadi melamun terkejut dan
lalu berkata dengan canggung “Udawa baik-baik saja bahkan sekarang ia mengasuh
Balarama, anak tuanku dari dinda Rohini.” Sebenarnya sebelum menikahi keempat
isterinya, Basudewa muda pernah terlibat skandal dengan Yasoda sehingga
melahirkan seorang anak bernama Udawa. Bahkan bukan hanya dengan Basudewa,
kedua adiknya yakni Bhismaka dan Setyajid pernah juga membuat hal yang sama
sehingga juga melahirkan anak-anak yakni Larasati dari Bhismaka dan si kembar
Pragota dan Hadimanggala dari Setyajid beberapa hari yang lalu. Nanda Antagopa
lalu kembali membuyarkan perasaan canggung itu dengan menanyakan maksud
Basudewa “lalu, Apa gerangan yang terjadi sehingga gusti ehh kakang mau
menyerahkan tugas ini pada kami?”. Prabu Basudewa menghela nafas lalu
menceritakan segalanya, mulai dari garis nasib anak keturunannya hingga ancaman
Kangsa, putra haram Dewi Maherah. Nanda Antagopa dan Niken Yasoda merasa tidak
keberatan malah merasa ini menjadi suatu kehormatan besar bisa mengasuh para putra
Mandura. Setelah menyerahkan putra-putrinya, Prabu Basudewa kembali ke keraton
Mandura. Mulai hari itu, para putra Prabu Basudewa diasuh oleh Nanda Antagopa
dan Niken Yasoda diantara para petani dan penggembala di Gokula.
Setelah mengantarkan bayi Kresna, ia segera menemui Dewi Badrahini. Tepat waktu, dengan berjalan tertatih-tatih, Dewi Dewaki mengabarkan pada suaminya jika anak Dewi Badrahini barus saja lahir. Dewi Badrahini melahirkan putri yang cantik berkulit gelap manis seperti gula jawa. namun di saat bersamaan Kangsa datang merebut sang adik dari tangan Dewi Badrahini “akhirnya, adikku telah lahir..akan aku rawat dia.” Prabu Basudewa meminta Kangsa untuk mengembalikan jabang bayi Dewi Badrahini, tapi Kangsa menolak malah mendorong ayahnya itu hingga jatuh. Dewi Dewaki dan Dewi Badrahini pun menangis melihat sang jabang bayi dibawa pergi begitu saja. Di depan mata ayah dan dua ibu tirinya, Kangsa melemparkan si jabang bayi itu tinggi-tinggi, lalu dengan tanpa rasa bersalah Kangsa berkata “ramalan dewa akan aku patahkan! Sekarang anak ini akan mati di tanganku!” Kangsa pun melemparkan si orok yang masih merah ke dinding. Mendadak terjadi keajaiban, si jabang bayi lalu bertukar wujud menjadi sesosok dewi bertangan banyak, wajah yang mengerikan. Semua orang segera memberi hormat, kecuali Kangsa yang merasa ketakutan. Sang Dewi itu dikenal sebagai Batari Yogamaya, bentuk welas asih dari batari Durga Mahakali lalu berkata dengan penuh kemarahan “Hei Orang Berdosa! Dosamu Sudah Terlalu Banyak dan Tak Terampuni! Jangan Kira Para Dewa Akan Tutup Mata? Keangkaramurkaanmu Akan Segera Tumbang! Anak–Anak Yang Akan Menjadi Sebab Kematianmu Sudah Berada Di Tempat Yang Aman!”
Penampakan Dewi Yogamaya |