Sabtu, 24 Agustus 2024

Banjaran Sri Kresna Episode 1 : Kelahiran Sri Kresna

 Hai hai.......Selamat datang kembali.......Sudah lama saya tidak posting..... Setelah fokus ke Mahabharata, sekarang penulis mengisahkan kisah Banjaran. Btw, kisah kali ini mengisahkan kelahiran  Prabu Sri Kresna dan saudara-saudaranya. Sumber kisah ini berasal dari pagelaran wayang Ki Purbo Asmoro berjudul Kresna Lahir, kitab Mahabharata karya Mpu Vyasa, Serial Kolosal India Mahabharat Starplus, Radha Krishna Starbharat, blog albumkisahwayangblogspot.com dan beberpa blog pewayangan lainnya dipadukan dengan imajinasi penulis.

Kutuk Pasu Sridhama

Di Kahyangan Untarasegara yang indah, bagian dari Jonggringsaloka. Bunga-bunga bermekaran dengan indah. Pepohonan disana sangat indah memanjakan mata laksana berdaun sepuhan emas dengan batang merah bagai tembaga, dan buah berwarna perak. Para bidadara dan bidadari menari-nari dengan riang gembira. Kahyangan itu berbentuk sebuah danau indah yang dikelilingi tembok lengkung dengan gerbang-gerbang istana emas. Istana berbentuk danau semesta itu dinamai Bentukaloka.Di tengah danau sana lah bersemayam Hyang Batara Wisnu, sang dewa pengayom dan pemelihara. Disampingnya sang shakti, yakni Batari Sri Laksmi dan kedua wahana miliknya. Yang satu ular naga raksasa yakni Batara Nagaraja Adisesha dan burung elang raksasa, Garudeya Brihawan. Sang Batara melakukan yoga seteah bertemu berembug dengan Batara Guru soal kesewwnagan dan kekacauan di jaman Duparayuga, menandakan sebentar lagi era Purwa akan mengalami kemunduran. Sang dewa yang bersenjatakan Cakra Widaksana dan Cangkok Wijayakusuma itu melihat dalam mata batinnya keadaan dunia selepas masa Ramayana dilanda banyak kekacauan lalu ia terbangun dari yoga semadinya. Batari Sri Laksmi ikut terbangun dari semadi panjangnya. “suamiku, keadaan dunia wayang kacau sekali. Penindasan terjadi dimana-mana. Moral dan dharma memudar digantikan ketidakadilan. Kakek Semar yang telah lama turun ke dunia berusaha meredamnya tapi ia nampak kewalahan. Apa langkahmu selanjutnya, suamiku?” Batara Wisnu pun bangun dari tapa bratanya lalu berkata “Laksmi, sebentar lagi solusi untuk itu akan datang. Dia sedang menuju kemari.” Batari Sri Laksmi, Nagaraja Adisesha, dan Garudeya nampak dengan saksama mencerna apa perkataan sang dewa yang bergelar Narayana itu.

Di tempat lain, yakni di puncak Mahameru yakni istana Iswaraloka datanglah seorang pertapa sakti bernama Resi Sridhama. Ia seorang pemuja Wisnu yang sangat taat dan penuh dharmabakti. Ia ingin bertemu dengan sang dewa pujaanya. Hyang Batara Guru Pramesthi pun mempersilakan Sridhama menemui sang dewanya. Hyang Batara Brahma mengantarnya dengan angsa miliknya. Sepanjang perjalanan, ia melihat kawasan Untarasegara yang indah dengan istana air Bentukaloka yang laksana cermin semesta itu. setelah Batara Brahma mengantarnya, Resi Sridhama pun disambut Hyang Batara Narada yang kebetulan sedang berkeliling Untarasegara. Resi Sridhama menyampaikan tujuannya untuk bertemu Batara Wisnu, Batara Narada pun mengajaknya menuju ke istana Bentukalaoka. Sepanjang jalan, Para Bidadara-bidadari menari dengan riang gembira. Ketika tiba di depan istana, Sridhama menyaksikan pemandangan yang tidak terbayangkannya. Resi Sridhama menyaksikan Batara Wisnu memakai pakaian layaknya gembala sapi namun juga memakai mahkota raja sedang memainkan seruling  dan bersama batari Sri Laksmi yang turut memakai pakaian gadis desa namun berperhiasana emas mewah menari bagaikan merak kesimpir. Setelah menari, Batara Wisnu dan Batari Sri duduk di atas ayunan dan menikmati seguci mentega juga susu.

Resi Sridhama menyaksikan kemesraan Batara Wisnu dan Batari Sri Laksmi 
Resi Sridhama nampak tak suka dengan hal itu lebih-lebih lagi ketika batari Sri menyuapi sang suami dengan tangannya sendiri. Resi Sridhama pun menjadi semakin kesal dan menghentikan keharmonisan pasangan dewa-dewi itu “apa-apaan ini, gusti Batari!? Gusti batari telah memalukan dewa saya!” Sridhama juga berkata bahwa ini adalah penghinaan karena menurutnya tidak pantas lelaki makan makanan yang telah dimakan isterinya. Batari Sri pun berkata dengan penuh kelembutan “Sridhama, ini adalah bentuk cinta, kasih sayang yang murni.” Resi Sridhama berkata kalau pengabdian atau bhakti lebih berharga ketimbang cinta. Sridhama merasa cinta hanyalah ilusi semata. Lalu Batara Wisnu berkata “jika benar demikan, buktikanlah!” Resi Sridhama pun menyanggupinya.

Batara Wisnu pun tiba-tiba menghilang dan berada di dalam gerbang Bentukaloka. Sementara Resi Sridhama berada di luar gerbang. Batara Wisnu lalu berkata di dalam hatinya “Laksmi....!! Laksmi...!!” Sri Laksmi yang sedang berada di tengah taman bunga mendengarkannya dan pergi menemuinya, tetapi Sridhama tidak membiarkan Batari Sri Laksmi masuk. Sri Laksmi bersikeras, tetapi sia-sia. Kemudian, dia masuk mengabaikan Sridhama, Sridhama berkata dengan nada berang “jika Gusti melangkah maju, Gusti akan kehilangan suamimu!!” Sri Laksmi berkata “Wisnu ada di hatiku, jiwaku, Smriti (ingatan) ku, bagaimana aku bisa melupakannya.” Tanpa peduli resikonya, Batari Sri melangkah maju ke suaminya, kemudian Sridhama mengutuk Sri Laksmi “Gusti Telah melangkahi Pengabdianku demi Cintamu! Aku Sridhama Mengutukmu!! Semoga Gusti akan kehilangan ingatanmu!, dan harus hidup di alam bumi mengalami banyak derita! Jiwanmu akan terpisah menjadi enam wanita berbeda!” Batara Wisnu lalu muncul di hadapan Sridhama dan mewujudkan wujud dewatanya yang agung. Batari Sri juga memperlihatkan wujud indahnya yang bertangan empat. Sang Hyang Narayana pun berkata “berkat kutuk pasumu, aku dan Sri memiliki alasan untuk mewujudkan tujuan kelahiranku berikutnya. Ketahuilah, aku telah menantikan ini.” Resi Sridhama pun duduk berlutut meminta maaf karena telah menuruti nafsunya dan seenaknya mengutuk shakti dari dewanya. Batara Wisnu pun memaafkannya namun tidak dengan Batari Sri Laksmi. Menurutnya setiap perbuatan harus memberikan akibat. Maka sang dewi kesuburan itu mengutuk Sridhama “Untuk memberikan alam semesta ini pelajaran, aku harus memberikan pelajaran kepadamu! Karena Dikau Mengutuk Dewi Kemakmuran, Maka Di Kehidupanmu sebahgai Manusia Biasa, Kau akan Jauh dari Kemakmuran. Maka Terjadilah !” Resi Sridhama pun turun ke bumi menerima takdirnya.

Kabar kutukan Sridhama di dengar oleh Garudeya dan Batara Nagaraja Adisesha. Kedua hewan suci milik sang batara menghadap. Garudeya Brihawan berkata “Gusti Batara dan Batari, anda akan turun lagi ke bumi sebagai manusia. Izinkan hamba ikut sebagai wahana paduka.” Batara Nagaraja Adisesha yang berwujud ular naga sakti sedih lalu ia berkata “ jika  Gusti Batara dan Batari turun kembali, aku bersumpah tak akan melewatkan peristiwa turunnya paduak berdua. Izinkan aku turun ke bumi terlebih dahulu sebagaimana janjiku terdahulu saat terlahir sebagai Lesmana. Aku ingin turun sebagai abang dari Gusti Batara.” Batara Wisnu berkata “Garudeya! Sesha! Aku akan turun kembali sebagai pembasmi kejahatan. Aku menghargai keinginan kalian, maka aku izinkan kalian ikut denganku. Garudeya kelak kau akan ku panggil dan kau harus menjaga istanaku. Sesha, aku mengizinkanmu turun terlebih dahulu. Mulai hari ini aku akan memanggilmu kakang.” Garudeya Brihawan pun berterima kasih lalu ia kembali ke kediamannya di Kukilaloka, kahyangan para burung dan unggas. Nagaraja Adisesha pun pamit ia pun menghilang dan menjelma sebagai titik cahaya putih kemerahan menuju ke sebuah hutan. Batara Wisnu pun memeluk sang isteri sebelum pergi “Laksmi, aku akan menunggumu.” “Suamiku, aku pun menunggumu dan salah satu wujudku akan selalu bersamamu dan kakang Sesha.” Batari Sri Laksmi pun berubah menjadi wujud cahaya beraneka warna, enam macam cahayanya lalu menghilang. Batara Wisnu pun ikut membelah dirinya menjadi dua cahaya, hitam kebiruan dan kuning keemasan. Kemudian cahaya itu lenyap jatuh di hutan tempat naga Adisesha turun.

Kelahiran Tiga Permata

Sementara itu di Kerajaan Mandura, sedang mempersiapkan upacara empat bulanan tiga isteri sang raja yakni Prabu Basudewa: Dewi Rohini, Dewi Dewaki, dan Dewi Badrahini. Sebenarnya Prabu Basudewa punya isteri terua bernama Dewi Maherah, namun sang isteri tertua telah ia usir karena ketahuan bermain serong dengan seseorang yang mirip dengannya.  Pada hari itu juga raja Hastinapura yakni Pandhu Dewanata ditemani kedua isterinya, Dewi Kunthi dan Dewi Madrim. Dewi Kunthi adalah adik dari Prabu Basudewa. Dewi Kunthi saat ini mengandung anak ketiga. Selain itu datang pula adik-adik Basudewa yang lain. Mereka yakni Raden Aryaprabu dan Arya Ugrasena. Keduanya telah diangkat sebagai raja bawahan. Aryaprabu menjadi raja Kumbinapuri bergelar Bhismaka dan Ugrasena menjadi raja Lesanpura bergelar Satyajid. Setelah beramah tamah, Prabu Basudewa mengajak sang adik ipar untuk berburu hewan di hutan Boja “adhi Prabu, sekarang akan diadakan pesta empat bulanan untuk ketiga istriku dan kebetulan Dinda Kunthi juga sama hamil pula. Kita kekurangan makanan untuk pesta jadi kami harus berburu. Apakah adhi prabu mau ikut?” Pandhu Dewanata pun setuju “ Tentu, kakang Prabu. Mari segera berburu mumpung hari belum gelap” Tanpa banyak waktu mereka langsung berangkat. Sampailah mereka di hutan Boja, hutan perburuan negara Mandura. Mereka akhirnya berhasil mendapatkan anyak rusa dan kijang. Prabu Pandhu berkata “kakang prabu, sepertinya hasil buruan kita sudah cukup, kita kembali saja ke istana. Hari dah semakin gelap.” Belum sempat Prabu Basudewa bicara, datanglah sepasang harimau dan seekor ular raksasa. Tiga hewan buas itu menyerang hewan-hewan buruan dua raja tersebut. Karena terkejut, Basudewa dan Pandhu segera memanah harimau dan ular raksasa itu. ajaib, begitu tiga hewan itu tumbang, bangkai mereka hilang lalu bertukar wujud sebagai tiga cahaya. Sepasang harimau berubah menjadi cahaya hitam kebiruan dan kuning keemasan, sedangkan ular raksasa berubah menjadi cahaya putih kemerahan.

Harimau dan ular jelmaan Wisnu dan Adisesha
Ketiga cahaya itu melesat menuju keraton Mandura.” adhi prabu, cahaya itu mengarah ke keraton. Ayo kita ikuti” “mari kakang prabu Basudewa. Aku khawatir bila cahaya itu pertanda bahaya”. Ketika sampai, Prabu Basudewa dan Prabu Pandhu Dewanata melihat tiga cahaya itu masuk ke dalam perut isteri-isteri mereka yang tengah tertidur di keputren. Cahaya putih kemerahan masuk ke kandungan Dewi Rohini, sedangkan cahaya hitam kebiruan dan kuning keemasan masuk ke kandungan Dewi Dewaki dan Dewi Kunthi. Mereka merasa lega bahwa cahaya-cahaya itu tidak menyakiti isteri-isteri mereka. Upacara empat bulanan pun digelar dengan hikmat dan syahdu. Malam harinya, Prabu Basudewa mendapat mimpi dari Batara Wisnu “Basudewa, aku dan kakangku Nagaraja Adisesha telah datang kepada isterimu dan adikmu, Kunthi dalam wujud cahaya. Salah seorang anakmu dan anak Kunthi akan menjadi titisan-titisanku. Jika kelak anak-anakmu lahir, bawalah anak-anakmu ke dukuh Gokula karena kelak akan datang huru-hara yang ditimbulkan salah seorang putramu yang angkara.” Setelah mendapat mimpi itu, Prabu Basudewa pun tersentak bangun dengan keringat bercucuran. Ketiga isterinya ikut terbangun “kakanda, ada apa kakanda?” tanya Dewi Rohini “apa kakanda bermimpi buruk? Dinda Badrahini cepat tolong ambilkan air.” Ucap Dewi Dewaki. Dewi Badrahini pun segera mengambilkan air di kendi di dekatnya “ini kakanda, minumlah agar kakanda tenang.” sodor Badrahini yang membawa segelas air putih. Prabu Basudewa pun menceritakan mimpinya tadi. Isteri-isteri Basudewa pun kaget mendengarnya. Prabu Basudewa meminta para isterinya untuk merahasiakan mimpinya dari siapapun, termasuk dari Pandhu dan Kunthi. Setelah pesta empat bulanan selesai, Pandhu, Kunthi dan Madrim pun pulang ke Hastinapura.

Tiga bulan kemudian, terjadi sebuah keributan besar antara pasukan Goagra dan Mandura. Prabu Basudewa dibantu Prabu Bhismaka, dan Prabu Satyajid berusaha mengendalikan keributan itu. Lalu, datanglah seorang anak remaja tinggi besar berusia tiga belas tahun ke keraton Mandura. Sang pemuda itu mengaku bernama Kangsa, anak Dewi Maherah. Dia ingin dminta diakui sebagai putra Prabu Basudewa. “Mohon maaf, gusti Prabu. Maaf bila saya lancang. Perkenalkan, nama hamba Kangsa. aku adalah putra gusti dengan ibu Dewi Maherah yang pernah gusti prabu usir. Aku meminta hak untuk diakui sebagai putramu, gusti prabu!” Prabu Basudewa tiba-tiba teringat akan kata-kata Batara Wisnu tentang sosok putranya yang diramalkan akan membawa angkara murka. Prabu Basudewa menimbang-nimbang dan akhirnya memutuskan “Baiklah, aku akan mengakuimu sebagai putraku bila kau berhasil mengalahkan pasukan Goagra.” Tanpa ba-bi-bu lagi, Kangsa langsung ke medan perang. Seakan seperti dikode oleh Kangsa dan melihat kekuatan Kangsa yang hebat, pasukan Goagra berhasil dipukul mundur oleh Kangsa. Prabu Basudewa, Prabu Bhismaka,dan Prabu Satyajid kaget bukan kepalang. Prabu Bhismaka mengingatkan lagi “Kakang prabu, kita harus tetap waspada. Awasi anakmu yang satu ini” Prabu basudewa lalu berkata “baiklah, adhi Bhismaka. Tetap waspada. Kita tidak tahu apa niatnya selanjutnya.” Pada akhirnya, terpaksalah Prabu Basudewa mengakui Kangsa sebagai putranya dan diberi kedudukan di kadipaten Sengkapura sebagai adipati. Pada suatu hari, Kangsa berbincang-bincang pada ayahnya tentang adik-adik tirinya yang belum lahir “ayahanda, aku ingin mengasuh adik-adikku di Sengkapura. Aku merasa adik-adikku kelak akan jadi orang hebat. Akan ku perlakukan mereka layaknya pangeran dan putri dari kahyangan.” Prabu Basudewa berkata “anakku, kau masih muda. Belum mengerti caranya mengasuh anak. Menikahlah terlebih dahulu barulah kamu mengerti cara mengasuh anak.” Kangsa berkata dengan nada sedikit meninggi “Ayahnda, Aku Sudah Menikah. Sudah Menjadi Suami Dan Tak Lama Lagi Isteriku, Dewi Asti Akan Melahirkan. Jika isteriku tak mampu, masih banyak mbok-emban di Sengkapura yang bisa menyusui adik-adikku.” Prabu Basudewa berkata “hmm...akan ayahnda pikirkan lagi.” Ya sebenarnya Basudewa tahu apa niat Kangsa sebenarnya, ialah ingin menghabisi adik-adik tirinya karena ia mendapat ramalan kelak ia akan dijatuhkan dan dihabisi oleh keturunan Trah Mandura.

Singkat cerita, datanglah hari persalinan bagi Dewi Rohini. Prabu Basudewa khawatir dengan nasib anak dan isterinya. Untungnya Kangsa sedang berkunjung ke Giribajra. Para mbok emban segera mengungsikan Dewi Rohini ke dukuh Gokula. Dengan cepat, mereka menarik perahu tambang menyebrangi Bengawan Yamuna sebelum Kangsa dan pasukannya menyadari hal tersebut. Lalu dengan siasat salah seorang abdi istana kepercayaan sang prabu datang meminta bantuan “gusti prabu, bantulah hamba. Saudari hamba baru saja meninggal saat melahirkan bersama bayinya. Bantulah hamba membiayai upacara ngaben untuknya.” Prabu Basudewa mendapat akal. Kangsa pun diperdaya dengan kabar bahwa Dewi Rohini meninggal saat melahirkan bersama bayinya. Kangsa yang terpedaya percaya saja malah memimpin upacara ngaben sang ibu tiri. Di saat yang sama dengan upacara ngaben itu, Dewi Rohini yang telah sampai di hutan Gokula ditolong oleh Nanda Antagopa dan penduduk Gokula. melahirkan seorang anak yang tampan. Oleh sang ibu, anaknya itu dinamai Balarama. Namun kerna sang ibu melahirkan saat pindah tempat di pengungsian ia juga dikenal sebagai sang Kakrasana.

Lalu beberapa hari kemudian ketika Kangsa sedang berada di Mandura, Dewi Dewaki dan Dewi Badrahini akan segera melahirkan. Angin dan hujan badai turun dengan derasnya. Petir menyambar-nyambar. Tanpa disadari siapapun, secercah cahaya merasuk ke dalam kandungan Dewi Badrahini. Bersamaaan dengan hal itu, terjadi keajaiban. Kangsa dan pasukannya bahkan hampir semua dayang dan emban mendadak dilanda kantuk yang hebat malam itu lalu mereka semua jatuh tertidur. Dewi Dewaki melahirkan seorang putra yang tampan berkulit gelap kehitaman.

Basudewa mengungsikan Narayana
Prabu Basudewa menamai putranya Raden Kresna karena kulitnya yang gelap kehitaman, namun karena juga teringat bahwa putranya adalah titisan Batara Wisnu, maka ia juga memanggilnya sebagai Bambang Narayana. Namun, ia tiba-tiba teringat kata-kata Batara Wisnu harus mengungsikan putranya ke Gokula. Dewi Dewaki memohon untuk memeluk putranya untuk terakhir kali sebelum berpisah. Dewi Badrahini yang masih pembukaan pertama segera menyuruh sang suami mengungsikan bayi Kresna “kakanda, cepat bawa Kresna ke Gokula. Biar Yunda Dewaki yang menjagaku.” . Dengan berat hati Basudewa segera menuju ke Gokula.

Singkat cerita, segeralah Prabu berangkat ke Gokula membawa putranya sendirian. Perjalanan Prabu Basudewa amat panjang dan melelahkan, Ketika sampai di pinggir Bengawan Yamuna, terjadi badai dahsyat. Air bengawan banjir dan mengalir sangat deras. Ombak bengawan menggeliat seakan saling sabung menyabung laksana diaduk-aduk. Prabu Basudewa yang kebingungan berdoa agar bisa menyebrang. Atas pertolongan dewata agung, munculah seekor ular naga penjaga bengawan Yamuna bernama Kaliya menolong Prabu Basudewa menyebrang. Seekor burung merak turut menyertai mereka dengan terbang sebagai penunjuk arah. Setelah tiba di desa Gokula, badai berhenti, hujan pun mereda. Ular Naga kaliya kembali ke Bengawan Yamuna. Burung merak juga kembali ke hutan. Tak lupa, merak itu memberikan sehelai bulu ekornya dan meletakkan bulu itu di kepala bayi Kresna. Setelah berjalan hampir separuh malam, sampailah Prabu Basudewa di rumah Nanda Antagopa dan Niken Yasoda yang juga dipanggil Niken Sagopi oleh penduduk desa. Setelah membukakan pintu, Nanda Antagopa bertanya sambil berbasa-basi “Gusti Prabu Basudewa, ada keperluankah datang kesini malam begini? Dan inikah putramu gusti prabu? Sungguh tampan” Prabu basudewa menerima sanjungan Nanda “Terimakasih, Nanda. Tak usahlah kau panggil aku Gusti Prabu, panggil saja kakang. Kita sudah bersahabat sejak lama. Aku kesini untuk meminta bantuanmu dan Yasoda untuk mengasuh putraku. Bagaimana isteriku Rohini dan anaknku darinya?” Nanda Antagopa bertanya lagi “isterimu baik-baik saja. Bahkan anakmu dari dinda Rohini telah lahir sehat.” Prabu basudewa bersyukur sekali. Lalu ia mendekati Niken Yasoda “Yasoda, bagaimana kabar anak kita, Udawa?” Niken Yasoda yang sedari tadi melamun terkejut dan lalu berkata dengan canggung “Udawa baik-baik saja bahkan sekarang ia mengasuh Balarama, anak tuanku dari dinda Rohini.” Sebenarnya sebelum menikahi keempat isterinya, Basudewa muda pernah terlibat skandal dengan Yasoda sehingga melahirkan seorang anak bernama Udawa. Bahkan bukan hanya dengan Basudewa, kedua adiknya yakni Bhismaka dan Setyajid pernah juga membuat hal yang sama sehingga juga melahirkan anak-anak yakni Larasati dari Bhismaka dan si kembar Pragota dan Hadimanggala dari Setyajid beberapa hari yang lalu. Nanda Antagopa lalu kembali membuyarkan perasaan canggung itu dengan menanyakan maksud Basudewa “lalu, Apa gerangan yang terjadi sehingga gusti ehh kakang mau menyerahkan tugas ini pada kami?”. Prabu Basudewa menghela nafas lalu menceritakan segalanya, mulai dari garis nasib anak keturunannya hingga ancaman Kangsa, putra haram Dewi Maherah. Nanda Antagopa dan Niken Yasoda merasa tidak keberatan malah merasa ini menjadi suatu kehormatan besar bisa mengasuh para putra Mandura. Setelah menyerahkan putra-putrinya, Prabu Basudewa kembali ke keraton Mandura. Mulai hari itu, para putra Prabu Basudewa diasuh oleh Nanda Antagopa dan Niken Yasoda diantara para petani dan penggembala di Gokula.

Setelah mengantarkan bayi Kresna, ia segera menemui Dewi Badrahini. Tepat waktu, dengan berjalan tertatih-tatih, Dewi Dewaki mengabarkan pada suaminya jika anak Dewi Badrahini barus saja lahir. Dewi Badrahini melahirkan putri yang cantik berkulit gelap manis seperti gula jawa. namun di saat bersamaan Kangsa datang merebut sang adik dari tangan Dewi Badrahini “akhirnya, adikku telah lahir..akan aku rawat dia.” Prabu Basudewa meminta Kangsa untuk mengembalikan jabang bayi Dewi Badrahini, tapi Kangsa menolak malah mendorong ayahnya itu hingga jatuh. Dewi Dewaki dan Dewi Badrahini pun menangis melihat sang jabang bayi dibawa pergi begitu saja. Di depan mata ayah dan dua ibu tirinya, Kangsa melemparkan si jabang bayi itu tinggi-tinggi, lalu dengan tanpa rasa bersalah Kangsa  berkata “ramalan dewa akan aku patahkan! Sekarang anak ini akan mati di tanganku!” Kangsa pun melemparkan si orok yang masih merah ke dinding. Mendadak terjadi keajaiban, si jabang bayi lalu bertukar wujud menjadi sesosok dewi bertangan banyak, wajah yang mengerikan. Semua orang segera memberi hormat, kecuali Kangsa yang merasa ketakutan. Sang Dewi itu dikenal sebagai Batari Yogamaya, bentuk welas asih dari batari Durga Mahakali lalu berkata dengan penuh kemarahan “Hei Orang Berdosa! Dosamu Sudah Terlalu Banyak dan Tak Terampuni! Jangan Kira Para Dewa Akan Tutup Mata? Keangkaramurkaanmu Akan Segera Tumbang! Anak–Anak Yang Akan Menjadi Sebab Kematianmu Sudah Berada Di Tempat Yang Aman!”

Penampakan Dewi Yogamaya 
Kangsa merasa ngeri kemudian ia jatuh pingsan. Secara ajaib, Batari Yogamaya berubah kembali sebagai cahaya lalu mendekati Basudewa dan membawa anak bayi yang dilahirkan Badrahini lalu berpesan “Basudewa, anakmu baik-baik saja. Sekarang segera bawa anakmu ini juga ke Gokula! Kau tak perlu khawatir tentang keselamatanmu dan para isterimu. Aku akan melindungimu dan mereka.” Dengan kekuatan perlindungan dewi, Basudewa berhasil menyebarangi Bengawan Yamuna yang masih banjir dan kembali menemui Nanda Antagopa meminta menjaga putrinya itu. Nanada Antagopa dengan senang hati menerimanya. Sebelum kembali ke Mandura, Prabu Basudewa berpesan agar sang anak gadis anak Dewi Badrahini itu diberi nama Sumbadra alias Bratajaya. Sejak saat itu Sumbadra diasuh bersama kedua kakaknya. Karena kulitnya yang hitam manis, Niken Yasoda memanggil Sumbadra sebagai Rara Ireng.