Hai semua pembaca dan penikmat kisah pewayangan! Kisah kali ini mengisahkan kedatangan seorang pendita aneh yakni Begawan Pegatrasa ke Hastinapura setelah negeri itu dilanda pagebluk. Kisah ini juga menceritakan kemunculan tiga keturunan Arya Wrekodara yakni Bimawan, Bimawati, dan Brajasena. Kisah ditutup dengan terbukanya jatidiri antara Bimawan, Bimawati, dan Brajasena serta terkuaknya kedok Begawan Pegatrasa. Kisah ini mengambil sumber hasil chatting dengan teman-teman di grup pewayangan di Whatsapp. Terima kasih buat mas mzk130307, mas afka._.dfs05 dan mas dendykrisnaa untuk saran-saran dan suntingan-suntingannya.
Di sebuah hutan yang jauh, gelap dan sunyi. Angin berhembus lirih menggelitik dedaunan dan ranting pepohonan, tiada suara hewan lantang terdengar. Kicau burung pun seakan hilang di tengah belantara ini. Suara yang tercipta karenannya menyiratkan kengerian dan kehampaan yang mencekam. Gelapnya hutan membayang-bayang, bahkan saat itu siang sangat terik. Tersebutlah di dalam hutan yang diberi nama Alas Ratrijanggala itu, hidup seorang petapa dengan segala keanehannya. Tak pernah sekalipun ia meminta sumbangan atau derma. Tapi ia selalu berpakaian seperti pendita kerajaan.
Begawan Pegatrasa datang ke Hastinapura |
Sementara itu, di
Hastinapura, Prabu Parikesit dihadap oleh Patih Harya Dwara, Bambang Wiratmaka,
Bambang Wisangkara, Prabuanom Srengganamurti, dan Arya Jayasumpena. Mereka
membicarakan permasalahan di hastinapura dimana rakyat mendadak jatuh sakit dan
dilanda wabah besar “Ampun kakang prabu, wabah ini semakin menggila. Rakyat
banyak jatuh sakit, harga melambung tinggi, korban jiwa tak tertolong juga
makin banyak.” Lapor Patih Harya Dwara. Lalu Bambang Wiratmaka melapor juga
“Ampun kakang prabu, keamanan negara akhir-akhir ini terusik lagi. Pencurian
dan pembunuhan terjadi dimana-mana. Balai kesehatan membeludakj karena kasus
ini juga.” Prabu parikesit merasa berdberduka mendengar nasib negeri yang
dibangun oleh para leluhur dan diperjuangkan kakek nenek mereka seakan diujung
tanduk “ini tidak masuk akal, kakang prabu” ucap Bambang Wisangkara. “tidak
masuk akal bagaimana, adhi?”tanya Prabu Parikesit. “tidak masuk akal kerena
segala hal telah kita kerahkan. Kualitas sarana dan prasarana sudah kita
maksimalkan. Gizi rakyat juga kita perhatikan. Harga barang dan ekspor impor
sudah kita periksa dan teliti.”ucap Bambang Wisangkara lagi “benar apa kata
adhi Wisangkara “ ucap Prabuanom Srengganamurti “ada sesuatu yang membuat jalannya
pemerintahan kacau dan itu bukan karena faktor fisik. Ini disebabkan kekuatan
jahat entah dari mana.”. tak berapa lama, datang seorang pendeta bernama Bagawan
Pegatrasa. “salam paduka prabu...perkenalkan hamba Pegatrasa, pertapa dari Alas
ratrijanggala.” Prabu Parikesit dan para saudaranya menyambut sang pendeta itu.
Prabu Parikesit lalu bertanya apa keperluannya datang kemari. Begawan Pegatrasa
lalu memberitahukan cara mengakhiri pageblug dan rajapati di hastinapura “nanda
prabu kalau ingin bisa mengakhiri pagebluk di Hastinapura hanya ada satu cara.”
“apa caranya, bapak begawan?” Begawan Pegatrasa lalu berkata “ananda prabu
harus mengorbankan kepala Lengkung Kusuma, anak pamanmu Petruk.” Entah terkena
sihir apa atau terpesona dengan kata-kata sang begawan, Prabu Parikesit dan Harya Dwara manggut-manggut
saja, tepengaruh ucapan Pegatrasa yang mengandung sihir itu. Bambang Wisangkara sebagai tangan kiri sang
prabu berusaha menjernihkan pikiran adik sepupunya itu namun ia dihalang oleh
kekuatan aneh. Akhirnya sang prabu Parikesit memerintahkan Wiratmaka, Jayasumpena,
dan Srengganamurti mencari Lengkung Kusuma. Singkat kata, pasukan hastinapura
datang dan berkata “Lengkung Kusuma! Serahkan dirimu...kau harus bersedia ikut
kami ke Hastinapura!” “Lengkung Kusuma lalu berkata “Emoh...lebih baik aku mati
daripada ditumbalkan sama orang tidak jelas seperti si Pegatrasa!” mendengar
nama Begawan pegatrasa dihina, para pasukan yang dipimpin Wiratmaka,
jayasumpena, dan Srengganamurti marah dan lalu mengobrak-abrik Karang
Tumaritis. Kelauraga Lengkung Kusuma segera mengungsi ke Widarakandang kampung
halaman Prantawati, isteri Lengkung Kusuma. Namun tak berapa lama, desa kembali
diobrak-obrik. Lengkung Kusuma pun berhasil melarikan diri ke hutan lewat jalur
rahasia tapi keluarganya ditahan dan tak bisa keluar desa.
Ditempat lain, tersebutlah di sebuah desa bernama Sonosekar hiduplah keluarga Dewi Sumekar. Dewi Sumekar adalah pendeta perempuan yang kondang di desa itu. Ia adalah salah seorang isetri Arya Wrekodara selain Endang Sri Giyanti yang dulu menikah dengan cara lewat mimpi sehingga lahirlah raden Bimawan dan Dewi Bimawati. Lalu beberapa tahun kemudian saat Bimawan dan Bimawati masih berusia 7 tahun datang pula seorang pendeta anak-anak, seumuran dengan dua anaknya.
Jatidiri Bimawan dan Bimawati |
Di Hastinapura, Begawan
Pegatrasa bermain sihir sehingga aura kerajaan menjadi gelap lalu datang lah
jin qorin Dursasana dan Aswatama membuat pagebluk menghilang tapi hanya
sementara. Begawan Pegatrasa lalu mencambuki dua jin qorin itu. Putra mahkota Parikesit yakni Raden Janamejaya
diam-diam memergoki sang begawan aneh itu. ia merasa ini tidak benar “ini
tidfak benar...masa iya begawan mainnya beginian...aku harus bertindak...”
gumam Janamejaya dalam hati. Namun sebelum melaksanakan niatnya, Janamejaya
kepergok oleh Begawan Pegatrasa. Karena merasa tidak ada yang perlu
disembunyikan lagi dihadapannya, janamejaya berkata dengan tegas “hei begawan
aneh...sejak kedatanganmu kemari, susanan di kerajaaan jadi makin aneh. Aku
memerintahkanmu untuk segera per...”baru saja Raden Janamejaya berkata pergi sang
begawan, datang pasukan jin dan setan dari Setra Gandamayu. Begawan Pegatrasa
lalu berkata “usirlah aku kalau berani.” Raden Janamejaya hendak melarikan diri
pun diseret ke alam jin. Portal alam jin terbuka dan raden Janamejaya pun masuk
ke dalamnya. Begawan Pegatrasa pun berpura-pura panik “paduka prabu.... paduka
prabu...kabar buruk paduka...” Prabu parikesit yang tengah duduk di atas takhtanya
berkata “:ada apa bapa begawan? Kau terlihgat kalut sekali.” Begawan pegatrasa
lalu menceritakan bahawa raden janamejaya telah dibawa ke alam jin. Parikesit
kalut mendengar kabar itu. begawan Pegatrasa berkata kalau penyebab anaknya
hilang karena kemarahan Dewasrani yang kini dibakar di neraka. Satu-satunya
cara agar Dewasrani tidak marah lagi ialah dengan menghabisi anak keturunan
Wisanggeni yakni Wisangkara. Parikesit terhasut lagi dan merencanakan
pembunuhan itu dengan tangan sendiri. Bambang Wisangkara mendengar secara
diam-diam dan berkata “tidak bisa begini..sejak begawan aneh itu datang,
kelakuan dinda prabu makin menjadi-jadi gilanya. Baik aku pergi dari sini...
aku harus menyusun rencana agar bisa mengusir si begawan aneh.” Pada malam hari
yang berkabut, Bambang Wisangkara mengerahkan ajian Pedut Wisa. Berkat jurus
itu, seisi istana tertidur karena selimut kabut penenang itu. setelah dirasa
penjagaan sudah cukup lemah, ia pun pergi dan menghilang di tengah kelamnya
malam.
Ketika bangun keesokan paginya, Parikesitu terkejut melihat semua orang disana lengah dan tidak menemukan kemana perginya Wisangkara. Dengan penuh kemurkaan, Parikesit pun menetapkan Wisangkara sebagai pengkhianat negara. Lalu datanglah tiga orang pemuda-pemudi yakni Brajasena, Bimawan dan Bimawati. Mereka menghadap kepada Prabu Parikesit untuk diakui sebagai keturunan Pandawa. Prabu Parikesit mendatangi Bimawan dan Bimawati.
Adu Domba Pegatrasa |
Di hutan persembunyian,
Wisangkara bertemu dengan ayahnya, Wisanggeni yang sudah menjadi makhluk
kahyangan. Wisanggeni menerangkan “anakku, yang membuat kejadian aneh di
Hastinapura itu begawan Pegatrasa yang dibantu anak Dewasrani, Sranikumara. Kau
harus berhasil menghentikan mereka.” Maka Wisanggeni memberikan pakaian
pendita. Mulai hari itu, Wisangkara menyamar sebagai brahmana bergelar Begawan
Agnisuci. Selama menjadi brahmana, ia melindungi semua orang dan menyembuhkan orang-orang
dari pagebluk. Ketika melewati sebuah hutan, Wisangkara menemukan Lengkung
Kusuma bersama Brajasena yang sejak kemarin masih dalam keadaan tak sadarkan
diri. Agnisuci segera menerawang apa yang terjadi. Dalam penglihatan, Begawan
Agnisuci melihat kondisi Brajasena saat ini mati suri. Sukmanya masih nglembara
sedangkan badannya dalam keadaan pingsan seperti tertidur. “Paman, baik kau
minggir sebentar. Aku akan bangunkan ki sanak ini.” Dengan menggunakan Ajian
Widyagni (api pengetahuan), Sukma Brajasena bisa dikembalikan lagi ke raganya.
Sekilas, Begawan Agnisuci melihat jati diri yang tersembunyi dalam diri
Brajasena. Ketika masuk kembali pikiran alam bawah sadar, terlihatlah memori
kelahiran Brajasena. Setelah keduanya sadar, Agnisuci menanyai Brajasena “ki
sanak ini siapa? aku melihat darah kakekku Bratasena alias Bhima Wrekodara
dalam darahmu.” Brajasena tidak tahu, yang ia ingat adalah ia mendadak bangun
di sebuah hutan dan mendatangai Dewi Sumekar saat berusia tujuh tahun. Agnisuci
lalu menceritakan soal penerawangannya bahwa
Brajasena adalah juga keturunan Pandawa. Menurut penerawangan Agnisuci, Brajasena
lahir dari kama Wrekodara yang jatuh ke bumi saat pernikahan Wrekodara dan dewi
Sumekar. Dahulu ketika pelaksanaan penobatan Parikesit selesai, Arya Wrekodara
mencoba sekali lagi keampuhan ajian Rabi Batin miliknya dan rupanya berhasil.
Ia bertemu dengam Dewi Sumekar dari desa Sonosekar. Kemudian mereka berdua
saling bertemu dan kemudian menikah di alam nyata. Ketika berbulan madu, air
kama (benih sperma) Arya Wrekodara muncrat dan tumpah meresap ke tanah yang
kemudian diruwat dan menjadi seorang pria dewasa oleh Batara Naga Adisesa, ular
suci Sri Batara Wisnu. Setelah cukup dewasa, Brajasena ingin pergi mencari jati
dirinya. Batara Naga Adisesa mengizinkannya namun ketika naik ke permukaan
bumi, ingatannya itu dihapus dan tubuhnya pun kembali ke usia asalnya yakni
tujuh tahun. Itulah sebabnya, Brajasena tidak ingat apa-apa soal kelahirannya. Brajasena
pun terharu mendengar bahwa ia bukan sekadar saudara angkat Bimawan dan
Bimawati semata tapi saudara seayah. Maka dengan tekat yang kuat, Brajasena pun
menjadi pendita di bawah pengajaran Agnisuci demi membebaskan keuda saudaranya
dari belenggu sihir Begawan Pegatrasa.
Perlahan tapi pasti, padepokan Agnisuci mulai besar dan membuat pamor Begawan Pegatrasa semakin redup maka sang begawan meminta Parikesit dan saudara-saudaranya agar mengobrak-abrik padepokan itu. Singkat cerita, pasukan sekota Hastinapura datang mengobrak-abrik desa sekitar padepokan namun keajaiban terjadi. Ketika hendak menerobos masuk, para prajurit malah jatuh tertidur di depan pagar padepokan sementara Wiratmaka, Srengganamurti, Jayasumpena, dan lain-lain mendengar suara seruling yang sangat indah mengalun dihembus angin “dinda Wiratmaka, siapa yang bisa meniup seruling seindah ini? suara yang begitu sejuk...” ujar Srengganamurti “benar, kakang Srenggana. Suara ini mengingatkanku pada seruling eyang prabu Sri Kresna.” kata Wiratmaka sambil mengingat-ingat memori masa lalu “Bimawan ikut berkata “suara ini...pernah kami dengar beberapa hari yang lalu...” Bimawati ikut pula bicara “kau benar kakang, aku juga pernah mendengar suara ini.... tapi dimana ya kakang...aku tidak ingat...” Jayasumpena lalu menangis terharu “duh gusti jagat dewa batara.....mengingat suara ini aku jadi ingat dinda Lengkung , paman Petruk, dan eyang Prabu Sri Kresna.” Seluruh saudara Parikesit pun memasuki padepokan yang menjadi asal suara itu. di dalam padepokan yang sederhana itu, mereka semua melihat Lengkung Kusuma memainkan seruling indah dan Begawan Agnisuci juga Begawan Brajasena sedang bermeditasi. Entah karena kekuatan sihir atau memang aura padepokan itu sangat positif, kesemua saudara-saudara Parikesit begitu pula Bimawan dan Bimawati ikut bermeditasi.dalam meditasi yang begitu hening itu, aura negatif yang memenuhi pikiran dan seluruh tubuh mereka pun perlahan sirna.
Janamejaya berhasil dibawa balik |
Lalu datanglah Prabu Parikesit sendiri bersama Begawan Pegatrasa ke padepokan Agnisuci. Prabu Parikesit menggunakan Ajian Lebur Sakethi miliknya untuk meruntuhkan padepokan itu. Padepokan pun bergoncang dahsyat. “tidak bisa dibiarkan, kakang Parikesit harus segera disadarkan.” Begawan Agnisuci mengeluarkan ajian Waringin putih untuk mengimbangi kekuatan jahat yang bersemayam di tubuh Parikesit. Akhirnya Parikesit kalah “apa-apan ini? Aku kalah...sejauh ini tidak ada yang bisa mengalahkan Lebur Sakethi milikku..kecuali dinda Wisangkara...baik aku masuk ke sana” Prabu Parikesit pun penasaran lalu memasuki padepokan Agnisuci. Di dalam padepokan itu, Prabu Parikesit berhasil disadarkan kembali. Namun ia bersedih hati karena putranya Raden Janamejaya masih menghilang. Lengkung Kusuma pun membacakan ajian Lawang Pitu dengan menyebut nama-nama Pandawa, Kurawa, dan keluarga besar Yadawa. Tak lama kemudian, dengan keajaiban, sukma para Pandawa, para Kurawa yang sudah diangkat ke Swargamaniloka berkat bantuan Yudhistira, dan juga Sri Kresna yang sudah menjadi makhluk kahyangan membawa Raden Janamejaya keluar dari alam jin. “cucuku...ini anakmu telah kami bawa pulang...berkat bantuan Lengkung Kusuma membaca ajian Lawang Pitu, kami bisa mengeluarkan Janamejaya dari alam jin.” ujar sukma prabu Yudhistira.” Sukma prabu Sri Kresna yang tak lain adalah Batara Wisnu itu sendiri pun membersihkan seisi padepokan itu itu dari segala ilmu sihir gelap dan negatif. Arya Wrekodara lalu mendekati ketiga putra-putrinya yakni Arya Bimawan, Bimawati dan Brajasena. Mereka pun melepas rindu dengan ayah mereka meskipun hanya badan halus saja. Begawan Pegatrasa kesal maka ia menyerang begawan Agnisuci dengan main belakang. Akibatnya Begawan Agnisuci terlempar ke sebuah pohon dan badar ke wujud aslinya yakni Bambang Wisangkara. Sukma Wisanggeni berusaha menyembuhkan putranya. Ketika itu, Brajasena pun maju dan menyerang Pegatrasa dengan berbagai kekuatan dan ajian. Sukma ayahnya yakni Arya Wrekodara ikut membantu. Akhirnya badar pula penyamaran begawan Pegatrasa ke wujud semula yakni Danyang Suwela, anak Aswatama yang selama ini dicari-cari Parikesit. “rupanaya kau Danyang Suwela.....aku perintahkan kau menyerah atau kami habisi...” “Dengan sombangnya, Danya Suwela pun berkata “hah...jangan harap!.... kalian semua terutama kau Parikesit! Keberadaanmu Membuat Ayahku Tidak Bisa Mati Dengan Tenang....Sekarang Saatnya Kau Yang Akan Mati!” Danyang Suwela merapal matra dan seketika terbukalah portal alam jin. Pasukan jin itu bersama Sranikumara datang. Danyang Suwela memerintahkan Sranikumara, jin qorin Dursasana, dan jin qorin Aswatama menyerang Brajasena. Lalu sukma/pancer dari Arya Dursasana pun datang membela Brajasena sehingga badarlah jin qorin itu ke wujud aslinya, yakni bangsa setan penghuni Setra Gandamayu. Sranikumara pun bertarung dengan Wisangkara dan sukma Wisanggeni. Dengan ajian Agniwarna, muncullah api berwarna-warni yang menghanguskan tubuh Sranikumara dan berbagain bangsa jin lainnya. Begawan Brajasena pun kembali bertarung dengan Danyang Suwela. Brajasena menyerang Danyang Suwela secara kilat dengan Ajian Sepi Angin. Tapak dan langkah kakinya bergerak sekencang angin. serangannya pun cepat dan beruintun. Danyang Suwela tak mau kalah.
Brajasena melawan Danyang Suwela |