Salam semua, semoga pembaca dirahmati olah Yang Maha Kuasa. sudah lama penulis vakum sementara. Kisah yang kali ini penulis bagikan ialah kisah Arjuna mendapatkan Niken Larasati dan Dewi Srikandhi. Kelak salah satu dari dua wanita ini yaitu Srikandhi adalah senopati wanita Pandawa di perang akbar Baratayudha. Sumber yang diambil berasal dari blog albumkisahwayang.blogspot.com, blog caritawayang.blogspot.com dan beberapa blog pewayangan lainnya dengan beberapa perubahan dan penyesuaian dari penulis.
Udawa ingin Membuat Sayembara
Pagi
menyapa di desa Widarakandang. Angin pagi yang sejuk membawa dedaunan menari.
Burung-burung prenjak dan murai berkicauan. Lembu-lembu dan kambing-kambing
yang digembalakan menikmati sarapan rumput segar dibasahi embun. Semunya terasa
indah demikian pula di rumah Demang Nanda Antagopa. Lebih dari dua pekan sudah
Patih Udawa berada di Widarakandang. Patih Udawa dihadap sang ibu dan adiknya,
Niken Sagopi dan Niken Larasati mengutarakan keinginannya untuk mencarikan
jodohnya adik perempuannya itu “Ibu, dinda Larasati sudah dewasa tapi yang
kulihat belum ada satu lelaki yang mendekat untuk melamarnya. Niken Larasati merasa rendah diri dan berkata
“lalu apa yang bisa kita lakukan, kakang? Kita cuma orang desa biasa, kakang”
Patih Udawa tidak setuju “tidak benar, dinda. Kita bukan orang desa biasa. Ayah
adalah sahabat dekat sekaligus orang kepercayaan Prabu Basudewa. Lagipula, Dinda.
Kamu bukan sembarang anak gadis. Dinda, kamu itu anak raja Kumbinapuri, Prabu
Bismaka. Sekarang ayah Nanda sudah meninggal, prabu Bismaka mungkin juga telah
lupa maka sudah sepatutnya sebagai wali, aku harus mencarikan jodoh untuk adikku
tercinta. Aku akan membuat sayembara tanding.” Kakang, apa tidak terlalu
berlebihan? Walau aku putri raja tapi....” Niken Sagopi kemudian menaikkan hati
putrinya itu “putriku, yang dilakukan kakangmu ada benaranya. Kamu sudah cukup
umur. sudah waktunya kamu berumah tangga.” “Hhmmm .... benar juga sih. Aku sih
setuju saja kakang.......” perkataan Larasati itu terpotong dengan datangnya
seorng tamu. Tamu yang tidak asing. Mereka adalah Prabu Kresna dan Arya
Setyaki. Mereka datang melawat patih Udawa di Widarakandang. Lalu Prabu Kresna
menegur pada sang Patih Udawa “kakang patih, sudah lama sekali kau meninggalkan
Dwarawati. Tugas negara di Dwarawati menjadi terbengkalai. Kalau terus begini,
aku tak akan segan menghukum kakang patih” “ampun adhi Prabu, aku masih
kepikiran tentang nasib dinda Larasati. Diantara kita para putra ayah Nanda,
hanya dinda Larasati yang belum dapat derajat layak, baru jadi kepala pelayan
di Madukara. Maka aku beranikan untuk buatkan sayembara untuknya.” Prabu Kresna
memuji niat baik sang patih. Prabu Kresna kemudian mengijinkan sang patih untuk
menggelar sayembara dengan syarat harus diseleggarakan dua hari saja. Apabila besok
di saat matahari terbenam tidak ada jodoh yang cocok, Patih Udawa harus
merelakan sang adik jadi perawan tua.
Sayembara
bermula
Dengan
gerak cepat, undangan sayembara mulai disebar Patih Udawa ke penjuru Jawadwipa.
Di puri Cindekembang di Mandaraka, Arya Burisrawa kedatangan Prabu Baladewa,
Patih Arya Sengkuni dan para Kurawa dari Hastinapura membawa kabar sayembara
itu. Arya Burisrawa yang ingin melupakan dewi Sumbadra tertarik dan ingin
mencoba ikut sayembara ini. Namun Prabu Baladewa menawarkan diri agar dia saja
yang ikut sayembara mewakilkannya. Arya Burisrawa merasa senang dan mereka pun
berangkat ke Widarakandang. Sesampainya di sana, Prabu Baladewa mengutarakan
maksud kedatangannya “Kakang, aku kemari untuk melamarkan dinda Larasati untuk
adhi Burisrawa.” Patih Udawa menerima kedatangannya dan langsung menuju arena
sayembara. Patih Udawa kemudian bertarung keris. Walaupun kesaktiaannya tidak
banyak namun dengan berbekal Keris Gandawisa dan keinginan untuk menyelamatkan
adiknya dari lamaran pangeran gandrung itu, Patih Udawa mampu mengalahkan Prabu
Baladewa dengan menyayat kain kampuh celana yang dipakainya hingga robek
sehingga paha sang prabu terlihat dan membuat Prabu Baladewa malu untuk
melanjutkan adu sayembara. Patih Sengkuni yang sejak tadi ikut Prabu Baladewa
segera memerintahkan para keponakannya untuk menyerang Patih Udawa. Segera saja
Arya Dursasana, Arya Citraksa-Arya Citraksi, Arya Kartamarma, Raden Durmuka,
Arya Durmagati, dan para Kurawa yang lain naik ke arena dan mengeroyok Patih
Udawa. Arya Setyaki kemudian membantu sang sepupu dan bersama-sama, mereka berhasil
mengalahkan para Kurawa. Lalu patih Udawa melesat keluar arena dan menangkap
Patih Sengkuni. Para kurawa berusaha menyerang patih Udawa lagi lalu dihalau
oleh Setyaki. Patih Sengkuni yang masih dicengkram Udawa memberikan isyarat agar
para Kurawa pulang saja ke Hastinapura. setelah para Kurawa pergi sekalipun,
patih Hastinapura itu masih belum dilepaskan Udawa. Tubuhnya mulai kesakitan. Tak
disangkanya patih Dwarawati yang berwajah apa adanya itu memiliki kesaktian
yang lumayan tinggi. Patih Udawa pada hari itu ingin memberi pelajaran sang
Harya Suman“paman patih, kalau jago paman kalah, yang nriman jangan ambil
paksa.” “aduuhhh lepaskan aku, Udawa. Aku janji kalau kau lepaskan aku, aku akan
berikan putriku, Antiwati kepadamu.” “huh, aku tak sudi. Aku membuat acara
sayembara untuk jodoh adikku, bukan jodohku.” Patih Sengkuni kemudian membalik
perkataan patih Udawa “kau bilang mau mencarikan jodoh adikmu, tapi kau sendiri
masih membujang dan belum juga menikah. Apa kamu tidak malu dengan dirimu
sendiri? Apa gunanya seorang kakak mencari jodoh untuk adiknya, kalau kakaknya
sendiri belum menikah?” Patih Udawa merasa apa yang diucapkan patih Sengkuni
ada benarnya. Maka ia melepaskan Patih Sengkuni. Patih Sengkuni merasa
berterima kasih dan pamit pulang ke Gandaradesa menjemput sang putri. Dalam
hati, Patih Sengkuni berharap “hmmm. Kalau aku nikahkan Udawa dengan putriku,
pasti Basudewa Kresna itu akan menjadi sekutu Hastinapura. hihihi...”
Arjuna
dilanda Angau
Di
dalam puri Madukara, Raden Arjuna sedang terbaring sakit di kamarnya. Panas dan
lenu badannya. Makan tak mau, tidur juga tak lena. Para Pandawa, para punakawan
bahkan sang istri tercinta telah mengusahakan dalam segala usaha dan minumkan
segala obat namun sakit sang penengah Pandawa tak kunjung sembuh. Setiap kali
tidur, Raden Arjuna senantiasa mengigau nama Larasati. Dia juga tak lahap makan
masakan buatannya dan selalu mengatakan lebih suka masakan Larasati. Dewi
Sumbadra menduga sang suami sakit angau karena jatuh hati pada adiknya sesama
putra asuhan Nanda dan Sagopi. Suatu hari Dewi Sumbadra seperti biasa merawat
suaminya. Lalu dia memberitahukan sesuatu pada Arjuna “Kanda kulup, aku baru
saja mendengar bahwa kakang Udawa membuat sayembara untuk dinda Larasati.
Kudengar sudah banyak orang coba mengalahkan kakang Udawa namun banyak yang
gagal. Bahkan dengar˗dengar kakang Balarama yang mewakilkan kakang Burisrawa
juga kalah.”perlahan Raden Arjuna bangun dan bertanya “apa sayembara itu sudah
selesai, dinda?”. Dewi Sumbadra mengatakan “belum kanda. Kalau kanda mau ikut
sayembara, aku izinkan.” Seketika Raden Arjuna kembali bersemangat dan
mengatakan yang sebenarnya bahwa dia jatuh cinta pada Niken Larasati. Dewi
Sumbadra tertawa kecil seraya berkata “aduh kanda.... tak perlu dipendam bila
suka. Lagipula Larasati itu sudah seperti adik bagiku. Kanda lupa ya kalau aku
dan Larasati pernah diasuh ibu Sagopi waktu kecil dulu?” Raden Arjuna menjadi tersipu malu.
Kemenangan
Sumbadra
Singkat cerita, Raden Arjuna segera berangkat menuju Widarakandang. Sasampainya di sana, dia mengutarakan nitnya untuk menyunting Niken Larasati. Sayembara dilanjutkan. Perang tanding antara Udawa dan Arjuna berlangsung sengit. Keris beradu keris, panah beradu panah, pedang beradu pedang hingga pertarungan kosong pun diladeni. Keduanya sama-sama sakti saling mengimbangi, tak ada satupun yang jatuh terjungkal dan menyerah kalah. Hingga hari berangkat petang namun tak ada yang kalah maupun menang. Arjuna menjadi kewalahan dan lelah menghadapi Udawa. Arjuna rupanya belum tahu bahwa kesaktian ini ia dapatkan dari berguru pada begawan Padmanaba, guru Prabu Kresna dahulu. Lalu tanpa diduga dari bawah gelanggang, seorang perempuan berteriak “kakang Udawa, coba kau lawan aku saja.” Padangan Udawa teralihkan dan terkejutlah itu Dewi Sumbadra. Dia datang diam-diam karena menurut firasatnya sang suami bakal kesulitan menyelesaikan sayembara. Dewi Sumbadra segera naik ke gelanggang dan menyuruh suaminya duduk saja. Jelas saja sang suami menolak namun Dewi Sumbadra meyakinkannya “tenang saja kakang. aku sudah hidup bersama kakang Udawa jadi aku tau apa kelemahannya.” Arjuna agak ragu tapi dia yakin dengan kemampuan istrinya itu tak dapat diremehkan. Sayembara kembali berlanjut. Dewi Sumbadra dan Arya Udawa bertarung seperti sepasang ayam bersabung.
Sumbadra mengikuti sayembara demi sang suami |
Srikandhi
Minggat
Sementara
itu, Di kaputren Maherakaca di Pancalaradya, Dewi Srikandhi dilanda sepi. Ilmu
memanahnya belum cukup untuk bisa melindungi negerinya. Sejak pernikahan
kakaknya, Drupadi dengan prabu Yudhistira, Raden Arjuna belum datang lagi untuk
kembali mengajarinya ilmu memanah. Ditambah kini ada seorang raja sombong
bernama Jungkung Mardeya dari Paranggobarja ingin memperluas kekuasaannya
dengan pernikahan politik. Ayahnya diancam akan dibunuh dan negerinya
diporak-porandakan bila lamarannya pada Srikandhi ditolak. Karena pikirannya
kalut, Dewi Srikandhi kabur dari keputren
dan negeri Pancalaradya secara diam-diam. Gara-gara kepergian Srikandhi, seisi
negeri Pancalaradya kalang kabut dibuatnya. Prabu Jungkung Mardeya menggempur
habis-habisan Pancalaradya. Keadaan semakin gawat, Arya Drestajumena
diperintahkan ayahnya untuk mencari keberadaan saudarinya itu.
Bambang
Cempaladewa, murid Arjuna
Syahdan, di kerajaan Amarta tepanya di puri Madukara, siang itu Raden Arjuna kedatangan seorang tamu bernama Bambang Cempaladewa ingin berguru padanya ilmu memanah dan ilmu kanuragan lainnya. “sampurasun, Raden. Maaf bila kedatangan hamba lancang. Saya Bambang Cempaladewa dari tanah seberang. Kedatangan hamba kesini ingin berguru pada guru. Tolong ajari aku segala ilmu yang kau punya.!?” Arjuna setengah tak percaya ada orang dari luar Jawadwipa ingin berguru padanya. Segitu terkenalnya dalam pikirnya. Setelah meminta izin pada sang permaisuri, Dewi Sumbadra, akhirnya ia diizinkan untuk menerima murid dan mengajarkan segala ilmu kanuragan pada Bambang Cempaladewa. Singkat cerita tiga bulan telah berlalu, Bambang Cempaladewa menguasai segala macam ilmu kanuragan terutama ilmu memanah.
Bambang Cempaladewa |
Dia bisa memanah dengan sangat tepat dan menembakkan anak panah dengan ukuran sasaran kecil, mulai dari telur ayam, telur puyuh, buah ranti, mata boneka burung, bahkan sehelai rambut bisa ia panah. Dengan sabar Arjuna mengajarinya sampai membuat Bambang Cempaladewa terkesan padanaya. Namun Raden Arjuna merasa ada yang pelik. Selama mengajari Bambang Cempaladewa, dia jarang melihatnya mandi di puri malahan lebih sering menemukannya selesai mandi di pinggir Bengawan Yamuna. Dia juga memilih kamar tidur dekat pada tempat tidur para dayang-dayang, bukannya kamar tamu laki-laki dan selama ini, Bambang Cempaladewa sering pergi dan sangat akrab dengan kedua istrinya, Dewi Sumbadra dan Niken Larasati seakan-akan mereka sudah saling kenal sejak lama. Satu hal lagi yang selama ini ia perhatikan adalah kulit tangan dan kaki Bambang Cempaladewa terlalu halus untuk seorang pria tapi juga agak kasar untuk seorang wanita. Wajahnya juga tampan tapi bersemu cantik. dan setiap kali tangan mereka bersentuhan, Bambang Cempaladewa dan Arjuna sendiri sama-sama tersipu malu merasakan ada getaran aneh di dada. Hingga pada suatu hari, seperti biasa, Bambang Cempaladewa pergi ke Bengawan Yamuna beralasan ingin berburu sekaligus berlatih. Diam-diam Arjuna mengikutinya.
Rahasia
Bambang Cempaladewa
Sesampainya
di pinggir bengawan, ia mengintip dari balik pepohonan. Di saat itu pula,
Bambang Cempaladewa membuka bajunya dan terlihatlah dia memiliki payudara yang
montok dan begitu penutup kepalanya dibuka, rambut panjang tergerai indah dan
kelihatan begitu halus. Kulitnya indah bersih dan tampak kenyal. Arjuna
terkejut tak percaya ternyata Bambang Cempaladewa adalah wanita cantik. Getaran
hati Arjuna semakin bergelora dan merah padamlah mukanya. Arjuna ingin menanyakan
siapa dirinya yang sebenarnya dan memintanya berterus terang. Sejak
kedatangannya,Arjuna merasakan getaran cinta di dadanya namun ia tak berani
bercerita sebab bisa-bisa Amarta bahkan seluruh dunia bisa geger kalau seorang
Arjuna, ksatria hebat dan tampan telah jatuh cinta dengan sesama laki-laki.
Keinginan itu dipendamnya sampai di Madukara. Ketika melewati kamar Bambang
Cempaladewa, Arjuna tak tahan lagi maka ia bersiasat agar muridnya itu berterus
terang saja siapa jati dirinya dan mau menerima cintanya.
Jatidiri
Bambang Cempaladewa
Senja
yang indah mulai melambaikan lembayung di langit petang. Semburat lembayung
berwarna merah menandakan cinta yang membara. Itu pula yang dirasakan Bambang
Cempaladewa semenjak berguru pada Arjuna. Ketika Bambang Cempaladewa pulang dan
masuk ke kamarnya, didapati di dalam kamar Raden Arjuna sedang duduk menantinya
di atas ranjang indah. Terkejutlah Bambang Cempaladewa mendapati gurunya ada di
kamarnya namun ia berusaha bersikap biasa dan betanya pada sang guru “Guru, apa
yang guru lakukan di kamar saya?” Arjuna menjawab dengan enteng sambil setengah
basa-basi “aku hanya menunggumu. Ngomong-ngomong seleramu bagus juga untuk
kamar laki-laki. Kamar penuh bunga dan rapi seperti ini.” “ahh saya memang
pencinta tata ruang. Kamar yang dipenuhi bunga dan rapi akan membuat siapa yang
tidur di dalamnya menjadi betah.” Umpan telah dipasang dan ikan sudah terjerat,
Arjuna lalu berkata dengan lembut “Cempaladewa, bunga mawar ini cantik.
Setahuku, di Madukara tidak ada bunga mawar semerah ini. apa kau mengambil ini
di hutan?” “ya, guru. Sepertinya guru suka pada bunga ini. aku berikan padamu.”
Arjuna menerimanya lalu tanpa canggung menyelipkan bunga mawar merah itu ke
sela kuping Bambang Cempaladewa. Merah padamlah pipi Bambang Cempaladewa.
Dadanya berdebar kencang namun dia berusaha bersikap biasa. Tindakan Arjuna ini
membuatnya semakin tersipu. Lalu Arjuna berbisik kepadanya “Dinda, kau nampak
cantik dengan kemben dan kebaya. Tapi dinda juga terlihat tampan dan gagah saat
memakai baju perang.” Tanpa disadarinya, Arjuna membuka tutup kepalanya dan
tergerailah rambut panjangnya yang halus dan mengembang itu. Bambang
Cempaladewa terkejut bukan kepalang. Rahasianya terbongkar lalu ia meminta maaf
dan mengakui jatidirinya “Ampun kanda
Arjuna, maafkan dinda. Dinda benar-benar sangat lancang datang ke puri kanda
menyamar menjadi pria. Saya Srikandhi, adik Yunda Drupadi...” lalu dia
menceritakan yang sebenarnya terjadi. Sejak pandangan pertama, Arjuna yang
sudah kepincut sejak pernikahan kakaknya di Pancalaradya dan ingin menyatakan
cintanya pada Srikandhi tapi ia malu.namun karena sang pujaan hati telah datang
kepadanya maka ia tak ragu lagi ”Dinda, kau sebagai muridku mohon terimalah tanda
mataku ini, apakah kau mau menerima cintaku?” Dewi Srikandhi menjadi malu dan
tersipu tapi dengan jawaban tegas ia juga menyatakan cintanya “tentu, kanda
Arjuna. Aku akan menerimamu. Cinta kanda juga merupakan cintaku. Tapi kau harus
menghadap ayahanda prabu dahulu.” Sejak saat itu, terjalinlah benang-benang cinta
diantara mereka. Dewi Srikandhi tidak perlu menyamar lagi dan tetap bisa
belajar ilmu kanuragan dengan Arjuna.
Srikandhi dicidra Drupadi
Pagi
yang cerah ceria. Burung-burung bekicau bersahutan. Burung perkutut keraton
manggung dengan suaa-suara emas mereka. Dewi Drupadi sedang berdiskusi dengan
sang suami, Prabu Yudhistira “kanda, apa kau tidak merasa aneh. Sudah tiga
bulan ini adhi Arjuna tidak menghadap ke pisowanan. Apa kau tidak menghukumnya
sekarang?” tidak, dinda. Aku sudah kenal watak adikku yang satu itu. kalau dia
berbulan-bulan tidak menghadap, mungkin ia sedang berkelana untuk berguru atau
sedang ada pertemuan dengan kanda prabu Kresna.” Lalu datanglah Arya
Drestajumena. Prabu Yudhistira mepersilakan adik iparnya yang baru datang itu
untuk duduk namun ia tidak bisa berlama-lama “maaf kanda prabu, saya datang
hanya ingin menyampaikan pesan...kakanda Prabu! Yunda Ratu! Yunda Srikandhi
menghilang dari Pancala sudah tiga bulan. Sementara Pancalaradya saat ini
sedang berperang dengan Paranggobarja karena lamaran raja Jungkung Mardeya pada
Yunda Srikandhi ditangguhkan terlalu lama.” Dewi Drupadi segera berpikir ada
sesuatu yang janggal. Menghilangnya Srikandhi bersamaan dengan Raden Arjuna
yang sudah tiga bulan tak menghadap. Maka ia ingin menyelidiki ke puri
Madukara. Di depan pintu taman Maduganda, punakawan Gareng, Petruk dan Bagong
menghalang-halangi Dewi Drupadi untuk masuk ke taman. “gusti ratu, ndoro Arjuna
sedang tidak bisa diganggu. Dia sedang tapa brata.” Dewi Drupadi makin curiga
“kakang Gareng, kakang Petruk dan Bagong. kumohon kakang bertiga menghadap
Eyang Ki Lurah. Aku hanya ingin menjenguk dinda Sumbadra.” “tidak bisa, gusti
ratu. Ndoro Arjuna memerintahkana kami untuk menghalangi siapapun yang masuk.”
Kesabaran Drupadi sudah mendekati batas, maka ia nekat menerobos. Begitu pintu
gerbang Taman Maduganda terbuka, terlihatlah pemandangan yang mengejutkan. Dewi
Drupadi melihat Dewi Srikandhi sedang berpelukan mesra dengan Arjuna. Naik
pitamlah sang ratu Amarta itu melihat tindakan tak senonoh sang adik lalu
melabrak mereka. Ditamparnya pipi sang adik lalu menjambak rambutnya. Terkejutlah
Arjuna lalu ia lari ke belakang semak-semak. Dewi Srikandhi tak menyangka
akhirnya ia ketahuan kakaknya dan ia pun terus meronta minta jambakannya
dilepas. Dewi Srikandhi jatuh terduduk. Mukanya tertunduk malu dan menangis.
Dewi Drupadi terus memaki adiknya “Adik Macam apa kau ini. Apa ini yang kakak
ajarkan padamu. Berani Merusak pagar hayu orang. Tak Bermaruah!. Lebih pantas
kau menjadi perempuan Sundal!” Dewi Srikandhi terus menangis. Lalu datang Dewi
Sumbadra dan Niken Larasati menenangkan Srikandhi “Yunda ratu Drupadi,
hentikan.” Dewi Drupadi menjelaskan bahwa Arjuna dan Srikandhi
berselingkuh.”Dinda Sumbadra, Larasati. Lihatlah perilaku suami kalian. Apa
kalian tidak malu suami kalian berselingkuh di depan mata kalian?” Dengan
entengnya Dewi Sumbadra menjelaskan duduk perkaranya “kami tidak malu, Yunda
Ratu. Sejak awal kami sudah tau kalau kanda Arjuna dan Dinda Srikandhi saling
jatuh cinta. Sejak ia datang berguru dan menyamar sebagai pria. Kanda Arjuna
dan Dinda Srikandhi hanya terlalu malu untuk berterus terang pada kami berdua.”
Dewi Drupadi heran kenapa mereka bisa legawa seperti itu. Dewi Sumbadra
menjelaskan “ begini Yunda Ratu. kanda Arjuna itu memang ditakdirkan memiliki
banyak istri. Lagipula menurut hemat saya, sejak lahir kanda Arjuna memang
diberi karunia kasih sayang yang melimpah dari Tuhan sehingga wajar kanda dijuluki
sang Permadi. Kalaupun kanda menikah lagi toh cintanya pada kami tak susut
sekalipun.” Dewi Srikandhi yang mendapat pembelaan seperti itu merasa terhina.
Ia pun meronta dan lari meninggalkan Madukara. Dewi Drupadi berusaha mengejar
namun adiknya justru menghilang entah kemana. Sepulangnya Dewi Drupadi kembali
ke Keraton Indraprastha, Arjuna ingin mencari keberadaan Dewi Srikandhi dan
ingin menikahinya. Dewi Sumbadra mengijinkannya namun kali ini Niken Larasati dan
para punakawan yang menemani. Dia punya firasat bahwa akan ada sesuatu. Maka
berangkatlah mereka mencari keberadaan Srikandhi.
Srikandhi
Edan
Dewi
Srikandhi yang sedng dicari-cari sedang berada di hutan. Kejadian traumatis di
Amarta mengguncang jiwanya hingga ia menjadi setengah gila. Kadang bicara
sendiri, kadang menantang-nantang, lalu menjerit-jerit tidak jelas, kadang pula
menangis sendiri tanpa sebab menyebut nama Arjuna. Tingkahnya benar-benar edan.
Pakaian dan rambutnya lusuh acak-acakan. Dia merangkai bunga-bunga seakan-akan
dia memakai mahkota lalu berlagak menjadi ratu Madukara. Meski demikan,
kecantikannya tak berkurang sedikitpun. Kadang datang orang-orang jahat hendak
mengganggunya namun berhasil ia ringkus dengan mudah sambil tertawa senang.
Dewi Srikandhi yang luntang-lantung sampai di Pancalaradya. di sana ia melihat
keraton kacau balau dan melihat kebun keputren Maherakaca, tempat tinggalnya
hancur berantakan. Seketika itu ia tersadar dari gilanya dan mencemaskan
keluarganya. Dia masuk dan mendapati keluarganya tidak ada disitu. Lalu ia
turun ke penjara bawah tanah dan dilihatnya saudara laki-lakinya, ayah dan
ibunya disekap di penjara bawah tanah. Melihat itu, Srikandhi menangis lalu kembali
hilang ingatan, sinting lagi. Dia menjerit-jerit dan tertawa-tawa. Suara tawa
itu mengundang orang-orang ke penjara. Lalu datanglah seorang raja lain. Perawakannya
bagus dan tampan namun sombong lagi jumawa. Jungkung Mardeya, raja
Paranggobarja. “wah wah...rupanya ini putri Srikandhi yang aku cari-cari. Kau
cantik juga. Baiknya kau menikahi aku kalau ingin keluarga dan negaramu
selamat.” Meskipun ingatan agak miring, Dewi Srikandhi menolak mentah-mentah
lamaran itu dan berani menantang Prabu Jungkung Mardeya. Baginya lebih baik ia
mati daripada negaranya diinjak-injak raja sombong “heehh...raja
gendeng...berani banget mau melamarku...... bagimu aku yang sinting ini mau
menerima lamaranmu? Sini aku kangkangi kepalamu itu dengan panahku hahaha”
Prabu Jungkung Mardeya kesal karena dihinakan putri sinting itu. lalu mereka
berperang tanding.
Tewasnya
Raja Paranggobarja
Di
taman keputren Maherakaca yang hancur mereka saling melepaskan anak panah. Sat
set sat set.....panah-panah mereka saring beradu menghancurkan segala tanaman
dan rumput-rumput di kebun kaputren yang sudah rusak itu. Luar biasa betul
Arjuna dalam mengajari sang dewi hingga pada sebuah kesempatan panah yang
ditembakkan Dewi Srikandhi membelah dua panah lawan dan meluncur hingga
jrass.....panah itu menancap di leher dan dada Prabu Jungkung Mardeya. Sang prabu
jumawa itu melotot tiada percaya dan akhirnya ia roboh tewas begitu saja. Para
prajurit Paranggobarja lari terbirit-birit dan membawa jasad raja mereka.
Keluarga Pancalaradya bebas. Dewi Srikandhi yang masih setengah sinting
tertawa-tawa senang dan sesumbar berkata “hahahahahha....aku Srikandhi. Pemanah
terhebat di Pancalaradya. tidak ada satupun laki-laki ataupun wanita yang bisa
menandingiku. Kalau ada yang mau denganku, perbaiki keputren Maherakaca ini
dalam semalam dan mari kita adu tanding....hahahahaha.” Arya Drestajumena yang
sudah bebas berusah menyadarkan saudara perempuannya itu, namun kian hari, Dewi
Srikandhi semakin sinting namun jadi semakin kuat perkasa. Segala tabib tak
mampu menyembuhkannya. Tak ada pilihan lain, maka dipanggillah gurunya, Resi
Dorna dari Sokalima untuk menyembuhkan sakit sinting saudaranya itu.
Siasat
Dorna dan Sengkuni
Di
Hastinapura, Prabu Duryudana dihadap Patih Arya Sengkuni, Resi Dorna dan para
saudaranya. Mereka mendengar kabar bahewa Dewi Srikandhi dari Pancalaradya
telah sinting dan sesumbar membuat sayembara dengan membangun ulang keputrennya
dan adu tanding. Di saat yang bersamaan, datang Arya Drestajumena datang untuk
minta bantuan sang guru “Ampun Guru. Muridmu minta bantuan pada guru. Yunda
Srikandhi hilang pikiran dan menjadi setengah gila. Kami kewalahan
menghadapinya. Apakah guru bisa membantuku menyembuhkan ingatan Yunda?”. Patih
Sengkuni berunding dengan sang resi. Patih Arya Sengkuni berkata padanya bahwa
ini kesempatan untuk mempererat hubungan dengan Pancalaradya agar Pancalaradya
jadi sekutu Hastinapura Lalu, Resi Dorna bekata “baik, anakku. Aku akan ke
sana.” Berangkatlah murid dan gurunya itu ke Pancalaradya diiringi beberapa
Kurawa.
Kegagalan
Resi Dorna
Kedatangan
Resi Dorna ke Pancalaradya disambut baik oleh prabu Drupada, sang sahabat lama.
dia berkata bahawa semua tabib dan dukun tak mampu menolong kegilaan Srikandhi.
Tiap hari ia meracau-racau, merusakkan barang-barang dan melepaskan
burung-burung perkutut kerajaan. Resi Dorna lalu mendekati Dewi Srikandhi yang
diisolasi di keputren Maherakaca yang masih rusak itu. ia berusaha melawan
Srikandhi di alam pikiran. Terjadilah peperangan dalam batin Dorna dan
Srikandhi. Bukannya menang, sukma Dorna kalah dan ia pun terlempar kembali ke
tubuhnya. Namun Resi Dorna tak putus asa. Ia mencoba menuruti keinginan Dewi
Srikandhi yang ingin Keputren Maharakaca menjadi indah dalam semalam. Maka ia
lalu bertapa namun ia malah ketiduran. Lalu ia terbangun lagi. Ia ulangi
tapanya namun tertidur lagi. Begitulah terus yang terjadi.
Dua
Tamu dari Tanjungnila
Di
tempat lain, Prabu Drupada kedatangan dua tamu. Yang pertama adalah Prabu Sri
Kresna dan Arya Setyaki dari Dwarawati lalu yang satunya lagi dari Tanjungnila,
negeri bawahan Amarta. Prabu Drupada bertanya “siapa ki sanak berdua? Apa
keperluan ki sanak kemari “ tamu pertama berkata “hamba Cakranegara dan teman hamba
Bratangkusuma. Kami tabib gusti prabu Yudhistira dari negeri Tanjungnila. Kami sebenarnya
diutus gusti ratu Drupadi kemari ingin coba menyembuhkan putri paduka, Srikandhi.
Kami kasihan mendengar kabar bahwa gusti putri sakit ingatan.” Prabu Drupada menjadi kurang yakin. Resi Dorna
yang sakti saja kesulitan menyembuhkan putrinya. Lah ini tabib biasa yang
kesaktiannya tak seberapa namun ini demi kesembuhan putrinya maka ia
menyanggupi “baiklah, ki sanak berdua. Aku ijinkan kalian menyembuhkan putriku.
Drestajumena, antar mereka ke keputren Maherakaca.” Prabu Kresna yang
berpandangan tajam meminta ijin kepada prabu Drupada untuk ikut mengantar
“Gusti Prabu Drupada, ijinkan aku ikut mengantar. Biar Setyaki yang mengurus
segalanya disini.” “baik, anakku Prabu
Kresna.” Sesampainya di sana, Dewi Srikandhi yang setengah meronta didudukkan
dekat Arya Cakranegara dan Bambang Bratangkusuma lalu kedua orang dari Madukara
itu segera mengheningkan cipta dan merapal aji Mustikaning Sri. Dalam sekejap,
tanah taman keputren itu menjadi gembur kembali. Tumbuh-tumbuhan, rumput, semak
belukar, dan pepohonan yang rusak dan mati seketika tumbuh kembali bahkan
berbunga dan berbuah lebat. Bangunan keputren Maherakaca yang rusak dan
temboknya roboh berdiri tegak bahkan menjadi lebih kokoh dalam sekedip mata.
Kolam-kolam ikan yang tadinya retak berlubang dan habis airnya menjadi terisi
penuh air dan ikan-ikannya kembali hidup. Bahkan Dewi Srikandhi yang saat itu pikirannya
sinting, ingatannya mulai pulih kembali. Arya Drestajumena dan Prabu Kresna terkejut
bukan kepalang keputren yang rusak dan hancur itu langsung kembali indah
seperti semula dalam waktu semalam bahkan hanya sepertiga malam saja. Dewi
Srikandhi lalu pingsan setelah disembuhkan. Arya Drestajumena segera membawa
saudarinya itu ke kamar keputren. Kedua orang Madukara itu dipersilakan
beristirahat di wisma tamu.
Jatidiri
Cakranegara dan Bratangkusuma
Keesokan
harinya, Resi Dorna yang baru bangun dari tidur terkejut setengah mati melihat
seluruh keputren Maherakaca sudah pulih kembali. Ia segera menuju ke balairung dan
berkata “ Gusti Paduka, aku berhasil memulihkan keputren Maherakaca.” Prabu
Drupada tersenyum dan berkata “Dorna temanku. Yang berhasil memulihkan keputren
itu dua tamuku, Cakranegara dan Bratangkusuma. Mereka juga berhasil
menyembuhkan putriku. Anakku dan anak Prabu Kresna sendiri yang menyaksikan itu
semua. ” Merah padamlah muka Resi Dorna. Malu dan marah ia lalu
diperintahkannya para Kurawa buat mengobrak-abrik lagi keputren Maherakaca
sementara ia melengos pergi tanpa beri salam sedikitpun. Dengan gerak cepat,
Arya Setyaki meringkus para Kurawa dan membuat mereka lari terbirit-birit. Di
tempat lain, Dewi Srikandhi mulai bangun. Lalu ia berjalan ke taman keputren
dan terkejut melihat ada dua pria sedang bertapa brata dan membetulkan taman
dalam sekelip mata. Maka ia mendatangi mereka dan dengan lagak gilanya ia
menantang mereka. Terjadilah perkelahian antara Arya Cakranegara dan Bambang
Bratangkusuma melawan Dewi Srikandhi. Pertempuran mereka semakin sengit dan
pada suatu sesempatan, Dewi Srikandhi berhasil membuat dua orang tamu dari Madukara
itu terpental. Seketika itu juga badarlah siapa jati diri dua orang itu. Arya
Cakranegara kembali menjadi Raden Arjuna dan Bambang Bratangkusuma menjadi
Niken Larasati. Ingatan Srikandhi telah kembali dan sadar sepenuhnya, tak lagi
sinting. Ia merasa terkejut dan malu tak menyadari kehadiran sang pujaan hati.
Prabu Drupada, Arya Drestajumena, Prabu Kresna dan Arya Setyaki mendatangi
mereka dan terkejut menyadari tamunya sendiri adalah Arjuna dan Larasati, istrinya. Arjuna kemudian menghadap sang calon
mertua dan mengungkapkan keinginannya untuk melamar Dewi Srikandhi “ampun,
gusti paduka. Maaf bila saya datang dengan kurang pantas tapi sudikah gusti
paduka menerima lamaran saya pada Dinda Srikandhi?” prabu Drupada dan Arya Drestajumena
setuju namun tiba-tiba Dewi Srikandhi menyela “maaf kanda, kanda memang telah
menyelesaikan keputren ini dalam satu malam, namun kanda harus mengalahkanku
kalau ingin kita menikah.” Arjuna sadar bahwa Srikandhi masih sakit hati saat
ia dilabrak di Madukara kala itu. ketika Arjuna hendak maju, Larasati menahannya
dan menawarkan dirinya saja“kanda, biar aku saja yang maju.” Arjuna awalnya tak
yakin namun setelah sang istri meyakinkannya, ia percaya pada kemampun
keprajuritan istrinya itu.
Srikandhi-Larasati
Larasati mendekati Srikandhi dan berkata ia akan mewakilkan suaminya “Srikandhi...aku akan melawanmu.” Dewi Srikandhi rupanya setuju dan siap bertanding dengannya. Mereka pun mulai bertarung. Mulai dari pertarungan tombak, pedang keris, hingga tangan kosong. Dalam waktu tiga bulan itu, Srikandhi memang bisa mengimbangi Larasati. Namun Larasati juga tak kalah hebat. Adik asuh sekaligus murid Prabu Kresna itu mampu bertahan hingga pada suatu kesempatan mereka sama-sama lelah. Dewi Srikandhi mengganti adu tanding dengan adu memanah.
Srikandhi-Larasati |
Ia segera mengambil sebutir telur burung gelatik dan sekuntum bunga melati lalu ia letakkan dua benda itu dengan hati-hati di atas dua tiang bendera setinggi lima puluh kaki. Setelah itu ia berkata pada semua orang “aku tantang Larasati adu panah. Kalau aku menang maka kanda Arjuna harus menjadi pembantuku selama setahun tapi jika Larasati menang maka aku bersedia menikahi kanda Arjuna untuk selamanya.” Dewi Srikandhi mendapat giliran pertama. Dengan perasaan takabur setelah berhasil menghabisi Prabu Jungkung Mardeya dan membuat samaran Arjuna dan Larasati menjadi badar, ia pun menembakkan panahnya dan tepat mengenai telur itu lalu menembus bunga melati itu sampai terjatuh dan pecah. Para penonton bersorak sorai mengagumi kehebatan Srikandhi.
Larasati
memenangkan Sayembara
Ketika
giliran Niken Larasati membidik, sang suami berbisik kepadanya “dinda, jangan
sampai telur dan bunganya pecah atau terbelah.” “baiklah, kanda. Doakan aku
berhasil.” Niken Larasati segera membidik dengan tenang. Ia pun mengheningkan
cipta, berdoa kepada Sanghyang Widhi agar mendapat kemenangan. Setelah mantap,
ia pun menembakkan panahnya dn tepat menancap pada telur dan bunga melati. Baik
telur maupun bunga melati itu tetap berada di tempatnya. Hanya isi telur dan
madu buga yang menetes ke tanah. Dewi Srikandhi. Semua orang terpana dengan
kehebatan Niken Larasati termasuk Dewi Srikandhi. Ia pun mengakui kekalahannya
dan memeluk Niken Larasati.
Pernikahan
Arjuna-Srikandhi
Singkat
cerita, sehari sebelum pernikahan. Dewi Drupadi dan rombongan para pandawa
telah datang dari Amarta. Ia bersama sang suami dan Prabu Kresna mendatangi
Dewi Srikandhi. Ia lalu menangis sambil memeluk sang adik meminta maaf atas
segala perbuatannya yang lalu. Namun Dewi Srikandhi diam bergeming begitu saja.
Dewi Drupadi semakin sedih. Bahkan ia membuat sumpah “dinda... kalau dinda
tidak memaafkan yunda, tidak apa. Biar Yunda sendiri menanggung karma itu.
Yunda rela dipermalukan di depan umum kelak di kemudian hari.” Maka
terdengarlah guntur menggelegar. Angin bertiup kencang pertanda sumpah itu
disaksikan para dewa. Gemetarlah Dewi Srikandhi ketakutan. Sambil menangis ia
memeluk saudarinya itu. dia berkata padanya bahwa dia sudah merelakan dan
ikhlas dengan perbuatan sang yunda. Setelah duduk permasalahannya selesai, sang
permaisuri segera merias saudarinya itu. esoknya, pernikahan pun
diselenggarakan dengan meriah. Pesta diselenggarakan tujuh hari tujuh malam. Di
pelaminan, nampak Arjuna duduk bersanding dengan Srikandhi diapit oleh kedua
istri, Dewi Sumbadra dan Niken Larasati. Setelah tiga puluh lima hari berlalu, Raden
Arjuna, Dewi Sumbadra, Niken Larasati, Dewi Srikandhi dan segenap keluarga
Pandawa kembali ke Amarta. Kini, Arjuna telah lengkap memiliki tiga istri
permaisuri. Permaisuri utama yakni Dewi Sumbadra sementara permaisuri apit
Niken Larasati dan Dewi Srikandhi.